Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Defisit Anggaran Berpotensi Melebar, Ini Rekomendasi CORE

M. Ilham Ramadhan Avisena
09/4/2020 12:55
Defisit Anggaran Berpotensi Melebar, Ini Rekomendasi CORE
Pekerja berjalan di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, yang sepi di tengah kebijakan WFH untuk menekan penyebaran covid-19.(Antara/Dhemas Reviyanto)

CENTER of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan terdapat empat potensi risiko dari pelebaran defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Rinciannya ialah risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah, risiko pelemahan nilai tukar rupiah, potensi risiko crowding out dan risiko peningkatan utang luar negeri swasta.

Dari empat potensi risiko itu, CORE merekomendasikan tiga hal kepada pemerintah untuk mengatasi pembiayaan defisit fiskal. Pertama, pemerintah sebaiknya mendahulukan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) domestik berdenominasi rupiah, dengan mengutamakan skema pembelian Bank Indonesia (BI).

Di tengah ketikdakpastian, penerbitan akan memaksa pemerintah meningkatkan insentif berupa bunga kupon yang lebih tinggi, atau tenor yang lebih panjang. Itu dapat dilihat dari penerbitan SUN global bertenor 50 tahun yang muncul awal pekan ini.

Baca juga: CORE Ingatkan 4 Potensi Risiko Pelebaran Defisit APBN 2020

"Padahal, penerbitan SUN domestik dengan pola pembelian oleh BI, memungkinkan pemerintah untuk menetapkan suku bunga atau kupon SUN yang lebih rendah dengan tenor yang wajar," ujar Direktur Riset CORE, Piter Abdullah, melalui keterangan resmi, Kamis (9/4).

Apabila itu dilakukan, pemerintah tidak akan dibebani pembayaran bunga SUN yang tinggi dalam kurun waktu panjang. Ekspansi moneter yang terjadi melalui pembelian SUN domestik oleh BI juga diyakini tidak akan mendorong peningkatan inflasi berlebihan. Sebab, tekanan inflasi di tengah pandemi covid-19 cenderung menurun akibat rendahnya permintaan.

Kedua, pemerintah tidak perlu tergesa-gesa menambah suplai dolar AS dengan menerbitkan SUN global. Walaupun rupiah dalam tekanan pelemahan karena ketidakpastian pasar keuangan global.

"Saat ini, posisi cadangan devisa masih cukup besar untuk membiayai intervensi BI dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Selain cadangan devisa, BI juga memiliki second line of defense berupa fasilitas pinjaman IMF. Berikut perjanjian kerja sama swap arrangements dengan beberapa bank sentral, serta yang terakhir fasilitas Repo Line dari The Fed," papar Piter.

Baca juga: Covid-19 Guncang Ekonomi, KSPI Khawatirkan PHK Massal

Ketiga, meski penerbitan global SUN dibutuhkan, sebenarnya hal itu dapat dilakukan ketika pandemi covid-19 mereda dan sentimen pasar kembali pulih. Di tengah kebijakan moneter global yang cenderung menurunkan suku bunga, penerbitan SUN global berpotensi mendapatkan permintaan tinggi pada bunga kupon yang lebih baik, dengan tenor yang wajar.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan tiga SUN di pasar global dengan total nilai yang berhasil didapat mencapai US$ 4,3 miliar. Tiga SUN itu memiliki seri RI1030, RI1050 dan RI0470 sebagai seri teranyar yang dilelang.

Pada seri RI1030 pemerintah mendapatkan dana sebesar US$ 1,65 miliar dengan yield 3,9% dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2030. Pada seri RI1050 pemerintah mendapatkan dana sebesar US$ 1,65 miliar dengan yield 4,25% dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Pada seri RI0470 dana yang diterima sebesar US$ 1 miliar dengan yield 4,5% dan tenornya 50 tahun.

Dana yang didapat dari tiga seri SUN akan digunakan untuk penanganan dan mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi covid-19. Pasalnya, pemerintah merombak APBN karena penerimaan negara diperkirakan turun 10% atau hanya 78,9% setara Rp 1.760 triliun dari target APBN sebesar Rp 2.233,2 triliun.

Sedangkan belanja negara meningkat hingga Rp 2.613,8 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 2.504,4 triliun. Kenaikan anggaran belanja disebabkan fokus pemerintah melawan pandemi covid-19. Alhasil defisit APBN 2020 melebar menjadi Rp 853 triliun atau 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bengkaknya defisit anggaran merupakan dampak beruntun dari pandemi.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya