Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core) Piter Abdullah menilai rencana pemerintah menerbitkan recovery bond sudah tepat karena menggunakan pola quantitative easing.
Termasuk juga rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai landasan agar Bank Indonesia (BI) bisa membeli surat utang negara itu.
"Mekanismenya dijual ke pasar sekunder, tetapi kali ini diupayakan bisa dibeli langsung oleh Bank Indonesia (BI). Kalau dibeli langsung oleh BI dinamakan quantitative easing. Itu adalah pola pembiayaan yang biasa dilakukan di negara maju," kata Piter kepada Media Indonesia, Jumat (27/3).
Menurutnya untuk saat ini pemerintah lebih fokus untuk melakukan menurunkan bunga hingga nol persen dan melakukan quantitative easing dengan jumlah dan jangka waktu yang tidak terbatas.
"Sudah tepat. Menurut saya ini adalah quantitative easing yang dilakukan oleh banyak negara Jepang, Eropa, Korea, Inggris melakukan pola yang sama," ungkapnya.
Untuk diketahui Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia melarang BI melakukan pembelian di pasar primer dan hanya boleh pasar sekunder. Jika pasar primer uangnya langsung masuk ke pemerintah.
Adanya wabah korona ini menyebabkan penerimaan pemerintah turun karena banyak aktivitas ekonomi terhenti. Ekspor pun turun dan harga minyak turun.
Disisi lain pemerintah juga harus mengeluarkan belanja yang lebih besar, karena dengan wabah ini pemerintah harus meningkatkan biaya belanja untuk fasilitas kesehatan, bantuan sosial yang terdampak baik pasien atau masyarakat nyang terkena PHK dan sebagainya.
"Sehingga pemerintah juga harus memiliki sumber untuk menutup defisit tersebut. Yaitu menerbitkan SBN atau melakukan hutang luar negeri. SBN domestik inilah recovery bond," ungkapnya.
Sebelumya, pemerintah mengumumkan rencana mengeluarkan surat utang (bond) yang akan dipergunakan untuk memberikan kredit kepada pelaku usaha yang terdampak wabah covid-19.
Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan surat utang (recovery bond) itu akan dibeli Bank Indonesia (BI) atau dunia usaha yang masih memiliki kelebihan likuiditas. Dana hasil penerbit an akan menjadi kredit khusus yang dipergunakan pelaku usaha untuk mempertahankan operasional perusahaan.
Adapun syarat yang diterapkan bagi perusahaan yang ingin mendapatkan kredit khusus itu ialah tidak boleh melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) terhadap 90% karyawan dan membayar gaji dengan normal.
“Jadi tidak boleh ada PHK. Kalaupun ada PHK, harus mempertahankan 90% karyawan dengan gaji yang tidak boleh berkurang dari sebelumnya, baru kita kasih kredit khusus dari recovery bond tadi,” ujarnya.
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diharapkan dapat merampungkan pembahasan perppu itu pada Jumat ini. Perppu tersebut nantinya juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk merelokasi anggaran dan memperlebar batas defisit dari 3% menjadi 5% sesuai UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Untuk diketahui Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia melarang BI melakukan pembelian di pasar primer dan hanya boleh pasar sekunder. Jika pasar primer uangnya langsung masuk ke pemerintah. (E-1)