Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ihwal isu yang dilontarkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj terkait uang sebesar Rp1,5 triliun untuk kredit murah tidak terealisasi sepeserpun.
Sri Mulyani mengatakan, uang tersebut merupakan dana yang dianggarkan dalam APBN 2017 untuk mendukung pengusaha di level ultramikro. Namun karena banyaknya unit usaha yang terafiliasi dengan NU, membuat pengalokasian dana sulit dilakukan.
Sulitnya untuk menyalurkan secara langsung kepada unit ultramikro tersebut menjadi kendala bagi pemerintah untuk menyalurkan dana tersebut.
"Karena tidak mungkin kementerian keuangan dengan dana yang dikelola pusat instansi pemerintah langsung memberikan kepada masyarakat individual. Karena NU sebagai salah satu ormas yang besar, memang memiliki banyak unit usaha yang kebutuhan kreditnya antara 5 sampai 10 juta pengusaha," terang Sri Mulyani.
Oleh karenanya, pemerintah menggandeng beberapa pihak untuk menyalurkan dana kredit ultramikro seperti PT Bahana Arta Ventura dan PT Pegadaian. Di lain sisi pemerintah juga bekerja sama dengan institusi lain untuk membimbing penerima kredit ultramikro tersebut. Hasilnya, pada 2017 telah tersalurkan uang sebesar Rp211 miliar kepada lima koperasi yang terafiliasi dengan NU.
Lima koperasi itu yakni KSPPS BMT UGT Sidogiri senilai Rp50 miliar; KSPPS BMT Nusa Umat Sejahtera senilai Rp100 miliar; KSPPS BMT El Anugerah senilai Rp8 miliar; KSPPS BMT Nuansa Umat Jatim senilai Rp50 miliar dan KSPPS BMT Ummat Sejahtera Abadi senilai Rp3 miliar.
Namun, lanjut Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, tidak semua unit usaha memiliki kualitas ekonomi yang baik. Sehingga kala itu NU meminta agar dana tersebut langsung diberikan secara langsung kepada masyarakat melalui pondok pesantren.
"Karena ponpes bukan unit kegiatan ekonomi, waktu itu kita menyalurkan kepada beberapa langsung individual, ternyata tidak bisa pick up, artinya kreditnya itu kemudian tidak bisa membantu, karena level ultramikro itu pendampingan itu penting sekali," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, NU lantas meminta mengubah cara pemberian kredit murah tersebut. Namun dijelaskan pemberian kredit memiliki skema yang berbeda dengan hibah.
"Kita akan coba akomodir, tapi tetap pada rambu-rambu tata kelola, karena kalau anggaran di dalam APBN itu namanya investasi, harus roll-over, bukan hibah, kalau hibah itu kan diberikan sepetrti PKH yang kita berikan ke keluarga yang tidak mampu," pungkasnya.
Meski tantangan pemberian kredit ke unit usaha ultramikro cukup sulit, Ani mengatakan akan terus berupaya untuk terus menudukung peningkatan ekonomi rakyat.
"Intervensinya tentu dari berbahai hal, termasuk kredit, infrastruktur, dana desa, grand atau sumbangan yang lain yang duberikan kepada masyarakat di kelas akar rumput terutama yang tidak mampu," pungkas dia.
Diketahui sebelumnya beredar video Aqil yang mengatakan pernah dijanjikan oleh Ani belum juga terealisasi sejak 2017 lalu.
"Pernah kita MoU dengan Menteri Sri Mulyani, katanya akan menggelontorkan kredit murah Rp1,5 triliun. Sampai hari ini, satu peser pun belum kita terima," ujarnya dalam cuplikan video tersebut. (OL-4)
Ketegangan geopolitik di kawasan Teluk Persia, yakni Iran vs Israel, kembali memunculkan kekhawatiran global.
KEPUTUSAN pemerintah membatalkan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini menuai kekecewaan dari sejumlah pihak
dua kriteria sumber daya alam yang berpotensi dimanfaatkan untuk pendanaan Indonesia mendapai Net Zero Emission pada 2060.
Dengan kondisi yang ada, pemerintah harus lebih prudent dalam mengelola fiskal dan menerapkan prinsip spending better.
APBN per Mei 2025 tercatat mengalami defisit Rp21 triliun, atau 0,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Bendahara Negara menilai kehadiran satuan tugas OPN akan berdampak positif bagi penerimaan negara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved