Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ada 347 Perda Hambat Investasi, Soal Pajak dan Retribusi Dominan,

Hilda Julaika
20/11/2019 19:39
Ada 347 Perda Hambat Investasi, Soal Pajak dan Retribusi Dominan,
Ilustrasi investasi(Mi)

KOMITE Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan sebanyak 347 Peraturan Daerah (Perda) di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang dinilai bermasalah.

Dari seluruh Perda bermasalah tersebut, kajian KPPOD menemukan bahwa perda soal pajak dan retribusi menjadi yang dominan menghambat investasi di daerah.

Peneliti KPPOD  Arman Suparman menyebutkan, kajian untuk Perda Pajak dan Retribusi ini mencapai angka 67%. Hal ini disebabkan regulasi daerah terkait pajak dan retribusi menjadi salah satu fokus pelaku usaha di daerah. Hal ini dinilai cukup memberatkan untuk iklim investasi di daerah.

"Pada tataran yuridis misalnya, Perda mengenai pajak dan retribusi tidak mencantumkan acuan yuridis terkini dan tidak menyertakan UU No. 28 tahun 2009 mengenai Pajak dan Retribusi. Sementara itu di tataran substansial adalah tidak melibatkan partisipasi stakeholder terkait dalam pembentukan Perda. Sehingga secara prinsip dapat menimbulkan ekonomi negatif dan memberatkan pelaku usaha. Ada kasus mereka jadi pindah daerah usaha," kata Arman di Jakarta, Rabu (20/11).

Arman mencontohkan, salah satu daerah yang dinilai bermasalah ialah Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta terkait dengan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang berdasarkan Perjanjian Pendahuluan Jual dan Beli Tanah dan Bangunan.

Baca juga : Investor Mulai Bangun Pabrik Ikan di Kupang

Menurut Arman, secara yuridis Pergub tersebut tidak menyebutkan UU No. 28 tahun 2009. Regulasi ini pun tidak mencantumkan Perda mengenai BPHTB.

Sementara itu, dari sisi substansi, Arman melihat di Pergub mengenai BPHTB justru pembayaran dilimpahkan ke pembeli. Bila berkaca Perda Pajak dan Retribusi yang harus membayar BPHTB adalah penjual.

"Hal ini bisa menimbulkan multitafsir di lapangan. Apalagi Perda ini tidak ada ketentuan mengenai objek dan subjek pajaknya. Padahal dalam UU No. 28 Tahun 2009 ketentuan mengenai subjek dan objek pajak harus ditentukan," jelas Arman.

Contoh lainnya, lanjut Arman, ialah adanya Perda yang mengatur soal retribusi yang besarannya berada di bawah ketentuan pusat, Misalnya saha soal pajak dan retribusi bisnis restoran yang minimal 10%, tapi di Bekasi dan Depok justru hanya berkisar 2%-5%.

"Rendahnya pajak ini sebetulnya dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif di daerah. Meskipun pada awalnya terjadi penurunan perolehan pajak. Namun, kemudian hari akan tercipta iklim investasi yang tinggi," ujarnya.

KPPOD memberikan rekomendasi penyelesaian Perda bermasalah ini dengan cara Pemerintah Pusat perlu melakukan langkah konkrit penyelesaian melalui Omnibus Law.

Selaon itu, perlu adanya kebijakan One in One Out Policy. Lalu pembentukan Badan Regulasi Nasional yang secara struktur berada langsung di bawah Presiden. Dan keempat, melembagakan penggunaan tools analisis regulasi (RIA) dalam penyusunan dan evaluasi regulasi. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya