Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Uni Eropa Persilahkan Indonesia Lakukan Investigasi Antidumping

Andhika Prasetyo
05/9/2019 20:28
Uni Eropa Persilahkan Indonesia Lakukan Investigasi Antidumping
Sejumlah pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit di PT Kimia Tirta Utama (KTU) di Kabupaten Siak, Riau, Kamis (27/6/2019).(ANTARA/FB Anggoro)

UNI Eropa mempersilakan Indonesia untuk membuka investigasi antidumping atau antisubsidi yang diikuti pengajuan proposal kenaikan bea masuk untuk produk-produk berbahan baku susu atau dairy product asal Benua Biru tersebut.

Head of Trade Uni Eropa Raffaele Quarto mengatakan hal itu adalah cara yang sah ketimbang mengeluarkan kebijakan yang secara terang-terangan melarang pelaku usaha Indonesia mengimpor produk susu dari Eropa.

"Jika mengacu pada aturan WTO, semua negara bisa membuka investigasi antidumping atau antisubsidi. Tapi kalau melakukan retaliasi seperti pelarangan, itu jelas tidak dibolehkan," ujar Quarto di Jakarta, Kamis (5/9).

Baca juga: Program Biodiesel Bisa Tekan Uni Eropa

Selain ilegal, ia menyebut kebijakan retaliasi juga tidak akan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, para pelaku usaha di Tanah Air nantinya akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan dairy product yang selama ini dipasok dari Eropa.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memang menyatakan niat untuk mencari sumber impor dairy product ke negara selain negara-negara Eropa.

Namun, ia tidak mengeluarkan larangan bagi pelaku usaha untuk tidak mengimpor dari Eropa.

"Pasar dairy product kan banyak, ada Amerika Serikat, Australia, India, tidak cuma Eropa saja," ucapnya.

Rencana pengalihan sumber itu dilakukan seiring langkah Komisi Eropa yang mengusulkan proposal bea masuk sekitar 8%-18% untuk produk biodiesel dari Indonesia.

Dalam proposal yang diusulkan, UE menetapkan BMAS yang bervariasi antara 8%-18% kepada tujuh produsen utama yakni PT Ciliandra Perkasa 8%, PR Wilmar Nabati Indonesia 15,7%, PT Wilmar Bioenergi Indonesia 15,7%, PT Intibenua Perkasatama 16,3%, PT Musim Mas 16,3%, PT Pelita Agung Agrindustri 18% dan PT Permata Hijau Palm Oleo 18%.

Usulan tersebut didasarkan pada dugaan adanya pemberian subsidi oleh pemerintah Indonesia terhadap industri biodiesel sehingga memiliki harga jual yang rendah.

Serangan kepada produk sawit terbaru itu sedianya sudah diprediksi karena adanya peningkatan penjualan biodiesel hingga 356% pada 2018.

Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2017, ekspor biodiesel ke Benua Biru hanya US$116 juta. Pada 2018, angkanya melonjak tajam menjadi US$572 juta. (Pra/A-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya