Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Pemerintah Dinilai Konservatif dalam RAPBN 2020

Nur Aivanni
19/8/2019 18:41
Pemerintah Dinilai Konservatif dalam RAPBN 2020
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidatoi kenegaraan dan RAPBN 2020 beserta nota keuangan di Gedung Nusantara DPR(MI/Mohamad Irfan)

DIREKTUR Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai sikap pemerintah sangat konservatif yang tercermin dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Hal itu disampaikannya saat menanggapi pembiayaan anggaran lewat utang pada 2020 yang ditargetkan sebesar Rp351,9 triliun. Angka tersebut turun dari 2019 yang sebesar Rp373,9 triliun.

"Nampaknya pemerintah sangat konservatif ya mengelola APBN, sangat hati-hati," kata Piter kepada Media Indonesia, Senin (19/8).

Baca juga: Fraksi Gerindra Tuding Pemerintah Gagal Pemenuhi Amanat UU

Hal itu, kata dia, terlihat dari target defisit anggaran 2020 yang turun menjadi 1,76%, sementara target penerimaan pajak naik menjadi Rp1.861,8 triliun.

"Artinya pemerintah menurunkan target (pembiayaan anggaran lewat) utangnya, ini cerminan dari pemerintah yang sangat konservatif. Pemerintah berupaya menekannya di penerimaan yang lebih besar," ucapnya.

Berpatokan pada langkah tersebut, Piter menilai bahwa pemerintah tidak mempunyai urgensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.

"Karena untuk pacu pertumbuhan ekonomi yang lebih besar itu perlu dua hal, yaitu perlu ekspansi baik ekspansi di belanja maupun pelonggaran pajak. Dari angka-angka yang muncul di nota keuangan di RAPBN 2020, pemerintah tidak punya urgensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan melakukan pelonggaran fiskal. Ini sangat disayangkan," tuturnya.

Di tengah perlambatan ekonomi global sekarang ini, menurutnya, pemerintah seharusnya bisa memacu pertumbuhan dari sisi domestik dengan melakukan pelonggaran fiskal yaitu dengan meningkatkan belanja dan melonggarkan pajak. "Itu pasti ujungnya defisit (anggaran) akan naik. Defisit naik tidak apa apa, sepanjang masih di bawah 3% terhadap PDB. Maksimalkan ruang defisit, seharusnya seperti itu," jelasnya.

Kendati kehati-hatian perlu dilakukan oleh pemerintah saat ini, menurut Piter, urgensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi justru yang sangat dibutuhkan sekarang. "Sekarang ini hati-hati itu perlu, tapi urgensinya sekarang ini kita mendesak memacu pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi domestik. Kondisi global kan sedang melambat," tandasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya