Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

G20 Susun Aturan Pungutan Pajak untuk Perusahaan Teknologi

 Andhika Prasetyo
09/6/2019 20:45
G20 Susun Aturan Pungutan Pajak untuk Perusahaan Teknologi
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita(MI/RAMDANI)

MAYORITAS menteri keuangan dari Kelompok 20 (G20) sepakat untuk mendorong penyusunan peraturan umum yang akan menutup celah bagi perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, Amazon dan lain sebagainya dalam melakukan kecurangan pajak.

Selama ini, korporasi teknologi raksasa menerima banyak kecaman lantaran memotong tagihan pajak di negara-negara tujuan atau pengguna.

Hal tersebut tentu membuat gerah karena merugikan banyak negara tidak terkecuali Indonesia.

Maka dari itu, G20 menyiapkan dua pilar sebagai senjata untuk mengantisipasi tindakan-tindakan perusahaan yang kerap melakukan pelanggaran.

Pilar pertama adalah membagi hak-hak pengenaan pajak terhadap satu perusahaan di mana barang atau jasa mereka dijual, bahkan jika perusahaan tidak memiliki kantor fisik di negara yang bersangkutan.

Bila perusahaan masih dapat menemukan cara untuk mencatatkan laba besar, negara bersangkutan dapat mengenakan tarif pajak minimum yang akan disepakati di bawah pilar kedua.

Namun, regulasi tersebut masih terhalang beberapa tantangan karena belum ada kesepakatan umum dari seluruh negara anggota G20.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai aturan yang mengatur penarikan pajak perusahaan teknologi sangat penting untuk diterapkan. Pasalnya, perkembangan teknologi yang pesat belum tercermin dalam penerimaan perpajakan di Tanah Air.

“Realisasi penerimaan perpajakan (dari perkembangan ekonomi digital) belum tercermin dari besaran pengguna internet dan jumlah penduduk tersebut,” ujar dia melalui akun Instagramnya, Sabtu (8/6).

Ia pun memiliki rumusan kebijakan guna menarik pajak dari perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook secara maksimal.

Salah satunya dengan mendefinisikan ulang Bentuk Usaha Tetap (BUT). Menurutnya, salah satu tantangan dalam perpajakan di era digital saat ini adalah kehadiran secara fisik dari perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sementara, itu belum diatur secara spesifik di dalam BUT.

Baca juga: Mentan Ajak Forum G20 Perhatikan Petani Kecil dan Generasi Muda

Selain itu, kompleksitas struktur ekonomi digital menjadi tantangan lain bagi pemerintah dalam memungut pajak. Ia menilai pemerintah perlu menyusun kebijakan terutama dalam penghitungan kuantitatif terkait kehadiran perusahaan digital atau significant presence.

Adapun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga menekankan bahwa pemanfaatan teknologi harus memberikan dampak positif bagi perekonomian dan tidak menciptakan dominasi baru dalam perekonomian.

"Ekonomi digital merupakan suatu keniscayaan dan tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mendukung penerapan ekonomi digital namun dengan sejumlah catatan agar keberadaannya tidak merugikan," ucap Enggartiasto dalam pertemuan G20 di Tsukuba, Jepang.

Menurutnya, ekonomi digital harus dapat meningkatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta tidak digunakan untuk mendominasi kelompok usaha tertentu agar tidak terjadi predator ekonomi.

Terlebih, negara-negara anggota G20 memiliki kelengkapan infrastruktur yang berbeda-beda.

"Maka itu kami menawarkan kepada anggota G20 untuk membuat jangka waktu sebelum dibukanya akses lebih luas pertukaran maupun pemindahan data digital secara global untuk kepentingan ekonomi," terangnya. (A-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya