Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Permendag Pengendalian Minol Pusingkan Pengusaha

Andhika Prasetyo
03/3/2019 19:51
Permendag Pengendalian Minol Pusingkan Pengusaha
(ANTARA)

SALAH satu perusahaan importir wine asal Bali mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 120 Tahun 2018.

Dalam beleid terbaru itu disebutkan bahwa importir terdaftar minuman beralkohol (IT-MB) hanya dapat melakukan impor minuman beralkohol melalui Pelabuhan Laut Belawan, Medan; Tanjung Priok, Jakarta; Tanjung Emas, Semarang; Tanjung Perak, Surabaya dan Bitung, Manado.

Impor minuman beralkohol harus terlebih dulu masuk ke pelabuhan terdekat dengan Pusat Logistik Berikat khusus untuk minuman beralkohol sebelum akhirnya dipasarkan di tempat tujuan.

Pemilik perusahaan yang enggan disebutkan namanya, menilai ada banyak kejanggalan dalam penerapan kebijakan tersebut.

Pertama, Permendag Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol itu diterbitkan pada 31 Desember 2018 dan langsung berlaku sehari setelahnya yakni 1 Januari 2019.

"Tidak ada masa transisi. Tidak ada sosialisasi," ujarnya.

Baca juga : Pemprov NTT Atur Produksi dan Tata Niaga Minuman Beralkohol

Keanehan lainnya ialah Kemendag mewajibkan minuman beralkohol impor harus masuk ke PLB khusus. Sementara PLB untuk minuman beralkohol, lanjutnya, hanya ada di Jakarta.

Karena si pelaku usaha itu menjalankan bisnis di Bali, pelabuhan terdekat adalah Tanjung Perak, Surabaya.

Ia mengatakan barang sudah tiba di pelabuhan pada akhir tahun. Namun, karena harus mengurus berbagai dokumen, ia baru bisa mengeluarkan barang pada awal tahun.

"Ketika saya mau keluarkan barang, pihak Bea Cukai tidak mengizinkan. Barang itu sudah tidak bisa kemana-mana karena sebelum keluar lagi, harus masuk dulu ke PLB minuman beralkohol. Sementara di Surabaya tidak ada PLB khusus itu," jelasnya.

Selama hampir tiga bulan mengendap, ia mengklaim perusahaan mengalami kerugian Rp2,5 miliar karena harus membayar demurrage atau denda karena melebihi batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan atas 17 kontainer miliknya.

Ia pun berharap Kemendag dapat segera mengeluarkan revisi atas peraturan itu karena merugikan pengusaha.

"Yang mengalami ini bukan hanya perusahaan saya," ucapnya.

Menanggapi keluhan itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan sedianya persoalan itu bukanlah masalah serius.

Para importir, lanjutnya, bisa memindahkan barang yang sudah datang ke PLB untuk kemudian bisa dikeluarkan.

"Jadi tinggal dilewati ke PLB saja," ucapnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya