Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengungkapkan dengan deflasi 0,05% (mtm) pada bulan September seharusnya mendorong turun suku bunga acuan Bank Indonesia. Hal itu akan menyeimbangkan sejumlah langkah pemerintah yang sudah mengupayakan perubahan dari segi perizinan dan fiskal.
"Kita harapkan ada juga dari moneter. Kalau inflasi menurun karena daya beli turun juga dan enggak ada kenaikan BBM tahun depan semestinya BI rate pun turun," papar Anton ditemui di Sekretariat Apindo Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (1/10).
Keseimbangan dari kebijakan moneter perlu dilakukan agar ekonomi terpompa dan produksi terpompa sehingga konsumsi terjadi.
Jika memang hal itu diberikan maka dampak signifikan akan terasa terutama untuk pengusaha. Iklim investasi bisa diperbaiki dan Indonesia memiliki peluang untuk berkontribusi lebih besar dalam perputaran ekspor dunia hingga 2% dari sekarang hanya 1%.
"Cuma iklim investasi kita itu masih memiliki kendala labor isu, law enforcement enggak jalan, kebijakan enggak konsisten, disweeping juga tidak diapa-apakan, masalah tanah yang sebentar-sebentar digugat," jelas Anton.
Itu menimbulkan ketidakpastian investasi dalam negeri dan membuat investor asing menghitung ulang keuntungan investasi di Indonesia yang berujung hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar.
Tidak konsistennya pemerintah ditambahkan Anton dilihat dari proyek pelabuhan Cilamaya yang tidak jadi, kereta cepat yang maju mundur untuk diwujudkan, serta jumlah ketersediaan pembangkit listrik yang bakal dibangun. Padahal ekonomi dunia terus bergerak bebas dan membuat ekspor antarnegara lebih intensif.
Akses perdagangan internasional juga menjadi masalah karena Indonesia belum bergabung dalam Free Trade Agreement. Ke depan Indonesia bisa kalah dengan Vietnam, Kamboja, dan Filipina jika tidak langsung bergabung.
"Perbedaan 1% saja buyers bisa keluar apalagi beda 10%," sahut Anton. Paket kebijakan, kebijakan fiskal, dan kebijakan moneter tentunya harus secara komprehensif berjalan.
Dia pun menyarankan pemerintah jangan melibatkan aparat hukum dalam ekonomi karena sekarang pemerintah lebih ke ekonomi komando. Pemerintah bisa belajar dari Tiongkok yang memiliki kepemimpinan kuat dan efektif, fokus, dan tidak menghindari konflik.
Kendati demikian Anton mengakui BI rate memang menjadi dilema. "Itu kan harus didiskusikan secara terbuka biarlah para pakar yang ngomong," tandas Anton. BTN sambut baik
Sementara itu, Direktur Utama Bank Tabungan Negara, Maryono menyambut baik turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia. "Dampak ke perbankan bila BI rate turun maka biaya dana akan turun dan bunga kredit bank akan turun," tuturnya saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (1/10).
Hal itu dinilai sangat baik untuk perekonomian Indonesia. Dia mengungkapkan penurunan suku bunga kredit bisa mendorong pertumbuhan sektor riil.
Dengan begitu perekonomian bisa bergerak naik. Selama ini diakuinya suku bunga dana yang mahal yang menyebabkan suku bunga kredit tinggi.
"Dari internal, kita tetap akan proporsional, akan tetap lakukan efisiensi," lanjut Maryono. Kendati demikian secara keseluruhan dia menegaskan penurunan BI rate akan berdampak sangat positif bagi ekonomi Tanah Air. (Q-1)
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi, menyampaikan pada hari ini, Kamis (14/8), rupiah dibuka menguat tajam sebesar 102 poin ke level Rp16.100 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah, pada perdagangan Rabu 6 Agustus 2025, dibuka melemah sebesar 1 poin atau 0,01% menjadi Rp16.391 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.390 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa, 5 Agustus 2025, dibuka menguat sebesar 31 poin atau 0,19% menjadi Rp16.370 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.401 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah, pada perdagangan Senin 4 Agustus 2025, dibuka menguat sebesar 104 poin atau 0,63% menjadi Rp16.409 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.513 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis, 31 Juli 2025, dibuka melemah sebesar 23 poin atau 0,14% menjadi Rp16.428 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.405 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin, 28 Juli 2025, mengalami pelemahan sebesar 9 poin atau 0,06% menjadi Rp16.329 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.320 per dolar AS.