BI Rate Tetap, Sudah Perhitungkan Keputusan The Fed
Irene Harty
18/9/2015 00:00
(MI/PANCA SYURKANI)
Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan 7,5% dengan deposit facility yang juga tetap 5,5% dan lending facility 8%. Selain untuk mengarahkan agar inflasi tercapai sesuai target 4% plus minus 1% di 2015 dan 2016, penetapan suku bunga acuan itu sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Jadi bila rencana kenaikan The Fed dilakukan pada malam ini maka suku bunga acuan akan tetap pada level tersebut. Itulah sebabnya Rapat Dewan Gubernur berlangsung alot hingga malam hari.
"Kita sudah memperhitungkan berapapun poinnya. Asumsinya tidak terlalu tinggi," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara dalam konferensi pers di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (17/9). Keputusan itu sudah diperhitungkan secara mendalam dan matang.
Keputusan yang baru saja diberikan itu masih akan dikaji tiap bulannya sesuai kondisi ekonomi. Hal itu akan berlangsung sampai akhir tahun.
Bank Indonesia masih terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Paket kebijakan pemerintah pun dipandang positif untuk dorong pertumbuhan ekonomi dan reformasi struktural yang diperlukan dalam memperkuat perekonomian Indonesia.
Mengenai pertumbuhan ekonomi, ekonomi global masih akan melambat khususnya dari Tiongkok. Ekonomi Amerika Serikat yang bertumbuh diperkirakan masih harus menghadapi penurunan ekspor akibat depresiasi yuan.
"Dengan perkembangan tersebut, risiko ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut dengan kemungkinan waktu kenaikan FFR yang cenderung mundur ke akhir tahun," lanjut Tirta. Dari Eropa ekonominya akan membaik dengan permintaan domestik dan keyakinan konsumen ke depan.
Sementara itu Jepang masih tumbuh terbatas dan India akan semakin kuat meski bias ke bawah. Risiko pasar keuangan global juga semakin meningkat, seiring dengan kebijakan Bank Sentral Tiongkok yang melakukan devaluasi Yuan dan mengadopsi sistem nilai tukar yang lebih fleksibel.
Menilik Indonesia, pertumbuhan ekonomi triwulan III akan meningkat dari perbaikan konsumsi rumah tangga dan penjualan sepeda motor yang naik. Investasi pemerintah tumbuh dari rwalisasi proyek-proyek infrastruktur yang sudahbtahap konstruksi.
"Itu tercermin dari meningkatnya penjualan semen, impor barang modal, dan indikasi peningkatan kredit," lanjut Tirta. Penyerapan belanja daerah juga terlihat meningkat.
Perbaikan ekspor bertahap pun mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan mencapai 4,7%-5,1% sepanjang tahun.
Di sisi lain, perbaikan ekspor berlangsung secara gradual seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang belum secepat perkiraan semula. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,1% pada 2015.
Neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2015 kembali mencatat surplus UD$0,43 miliar yang ditopang dari nonmigas terutama peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, dan besi baja. Perdagangan migas pun mulai membaik dengan berkurangnya defisit.
Kendati aliran modal masuk asing mengalami tekanan, neraca finansial masih mencatat US$3,4 miliar masuk ke pasar keuangan Indonesia. Cadangan devisa pada akhir Agustus 2015 tercatat sebesar US$105,3 miliar atau setara dengan 7,1 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi secara rata-rata 2,9% (mtm) ke level Rp13.789 per dolar AS," papar Tirta. Sumber tekanan berasal dari dampak devaluasi yuan dan ketidakpastian The Fed.
Tekanan dalam negeri masih didorong oleh permintaan tinggi untuk pembayaran utang luar negeri. Bank Indonesia tetap berada di pasar dan melakukan penguatan operasi moneter guna mengendalikan permintaan dan memperkuat pasokan valas.
Stabilitas sistem keuangan dilihat dari ketahanan industri perbankan yang kuat dengan risiko kredit, likuiditas, dan pasar yang terjaga. Pada Juli 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih di atas ketentuan minimum 8%, yakni 20,5%.
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,7% (gross) atau 1,4% (net). Namun pertumbuhan kredit melambat 9,7% (yoy) dan Agustus diprediksi mencapai 10,9% (yoy).
Pertumbuhan DPK pada Juli 2015 tercatat sebesar 14,6% (yoy). Bank Indonesia pun masih optimis kredit meningkat dengan tumbuhnya aktivitas ekonomi dan pelonggaran kebijakan makroprudensial. (Q-1)
Menurutnya, perbankan juga perlu menyesuaikan struktur biaya dana, termasuk dana pihak ketiga dan bunga kredit, agar penyaluran kredit semakin efektif.
DALAM Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5%.
Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang menetapkan BI Rate di level 5,75% alias dipertahankan merupakan keputusan yang tepat, antisipatif
BANK Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 5,75% untuk menjaga inflasi tetap berada pada target sasaran dan mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.