Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Perang Dagang Meningkat, Defisit tetap Ada

Fetry Wuryasti
20/9/2018 13:15
Perang Dagang Meningkat, Defisit tetap Ada
(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

EFEKTIF Senin, 24 September mendatang, AS di bawah pemerintahan Trump akan memberlakukan tarif tambahan 10% pada 5.745 produk Tiongkok dengan nilai total US$200 miliar.

Tingkat tarif ini akan meningkat menjadi 25% mulai dari 1 Januari 2019. Tampaknya bahwa sejumlah barang elektronik konsumen ada dalam daftar.

Semua pandangan sekarang melihat pada potensi pembalasan Tiongkok. Sebelumnya mereka menunjukkan 4 jalur tarif yaitu 5%, 10%, 15% dan 20% untuk daftar US$60 miliar dan angka ini mungkin naik pada akhir tahun, mencerminkan ancaman yang masuk.

“Kami percaya ini akan sangat mengganggu rantai pasokan elektronik dan melihat dampak negatif tidak hanya di China, tetapi juga Taiwan, Korea dan Singapura,” ujar Ekonom Senior Maybank Kim Eng Chua Hak Bin, melalui keterangan resmi, Kamis (20/9).

Di sisi lain, Vietnam, Thailand, dan mungkin Malaysia dapat mengambil manfaat dari potensi pengalihan perdagangan, permintaan dan investasi.

“Untuk Indonesia dan Filipina kemungkinan paling tidak terkena dampak perang dagang, karena mereka lebih berorientasi pada ekonomi domestik dengan ekspor barang & jasa yang menyumbang pangsa PDB lebih rendah, 22% untuk Indonesia dan 57% untuk Filipina,” ungkapnya.

Namun, perwakilan perdagangan AS The Office of the United States Trade (USTR) sedang meninjau ulang Indonesia untuk kelayakan Generalized System of Preference (GSP). Program ini menurunkan tarif pada 124 produk senilai sekitar US$2 miliar ekspor ke AS (11% saham dari total ekspor ke AS).

Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia Darmin Nasution baru-baru ini menyatakan bahwa ekspornya ke AS mungkin menghadapi biaya tambahan 10% hingga 25% jika pengobatan GSP dihapus.

Indonesia juga mengambil langkah untuk melobi AS. Misalnya dengan membatalkan rencana untuk mengembalikan pajak impor kedelai yang sebelumnya telah dihapus pada 2013 di tengah meningkatnya inflasi makanan.

Ekonom PT Bank Maybank Indonesia Tbk Myrdal Gunarto mengatakan Indonesia membukukan defisit perdagangan sebesar US$1,02 miliar pada Agustus 2018. Angka itu lebih rendah daripada bulan sebelumnya US$2,01 miliar setelah pemerintah menghentikan pembangunan proyek infrastruktur baru, terutama pembangkit listrik.

Defisit terjadi terutama karena impor yang tinggi untuk kebutuhan infrastruktur yang ada dan nilai yang lebih tinggi dari minyak dan produk makanan bersama dengan kenaikan harga minyak dan depresiasi rupiah.

“Ke depan, kami masih mengharapkan defisit perdagangan untuk bertahan karena pertumbuhan ekonomi memicu permintaan untuk barang-barang impor, khususnya produk makanan dan prospek ekspor tampak sederhana, seiring pemulihan ekonomi global. Selain itu, harga komoditas lunak terus diredam sementara tren proteksionisme sedang meningkat,” tukas Myrdal. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya