Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Perjalanan Eksplorasi para Seniman

Rifaldi Putra Irianto
06/10/2024 05:10
Perjalanan Eksplorasi para Seniman
Lukisan karya Mujahidin Nurrahman yang berjudul Ubiquity (2014).(MI/RIFALDI PUTRA IRIANTO)

MOTIF arabesque dengan pola berulang terpampang indah dalam neon box berukuran 78 cm x 58 cm x 7 cm. Saat disambungkan ke aliran listrik, pancaran cahaya berwarna kuning hangat muncul dan memperindah tampilan motif arabesque yang dibuat dari paper cut (potongan kertas).

Itu ialah karya Mujahidin Nurrahman yang berjudul Ubiquity (2014). Karya itu menjadi salah satu yang terpampang dalam pameran Tentang Bentuk dan Narasi yang berlangsung di Neo Gallery, Jakarta. Bermacam karya seni milik 19 seniman terpampang dari 2 Oktober lalu hingga 20 Oktober mendatang.

Tidak jauh dari Ubiquity, tepatnya di bagian tengah ruang pameran, motif arabesque lain juga terpampang dengan indah. Kali ini bukan dengan medium neon box, melainkan industrial lamp cup yang diberi nama Straight Light (2017). Di sudut lain, motif arabesque yang lebih rumit dan ukuran yang lebih besar juga terpampang indah. Kali ini, motif itu ditaruh dalam sebuah bingkai bulat berdimensi 127cm. Karya berjudul Lace of Rifles itu diciptakan pada 2024. Dua karya seni itu juga milik Mujahidin Nurrahman.

Baca juga : Galerist dan Kolektor Unjuk Gigi di Arise

Saat dilihat dari serangkaian karya seni milik Mujahidin dalam pameran, tampak jelas dia terus berupaya mengeksplorasi setiap karya. Sangat terasa bagaimana Mujahidin terus berevolusi, tetapi tanpa menghilangkan ciri khasnya, yaitu paper cut dengan motif arabesque. Gambaran ketiga karya seni Mujahidin itulah yang menjadi inti konsep yang dihadirkan pada pameran itu.

“Dalam pameran ini kami ingin menampilkan bagaimana tiap perupa menunjukkan perkembangan dalam eksplorasi artistik mereka. Pengunjung nanti bisa melihat bagaimana perupa (yang tergabung dalam pameran) melakukan eksplorasi dengan cara tertentu dan ada perubahan dengan pola tertentu,” kata kurator pameran Tentang Bentuk dan Narasi, Heru Hikayat, saat ditemui di Neo Gallery, Rabu (2/10).

Eksplorasi atau pengembangan bentuk karya seni lain juga terlihat pada karya seni milik Nesar Eesar. Ia merupakan seniman yang kerap menghadirkan seni lukis dengan mengadaptasi tradisi lukisan miniatur Herat dari Afghanistan. Ada lima seni lukis milik Eesar yang terpampang dalam rentang 2021-2024.

Baca juga : Warna-warni Hidup Shimizu di Atas Kanvas

Perjalanan eksplorasi Eesar dimulai dari karya Eternal Waiting #2, sebuah karya seni lukis yang dibuat Eesar pada tiga tahun lalu. Pria asal Afghanistan yang besar di Pakistan itu datang ke Indonesia untuk menimba ilmu di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, sebelum kemudian kini menetap di Bandung dan melanjutkan pendidikan magister di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Pada karya seni Eternal Waiting #2 (2021) tampak kesederhanaan terpancar. Tidak banyak detail yang disisipkan di sana. Fokusnya hanya mempertegas penyampaian mengenai isu dari negara asalnya, yakni migran dan pengungsi. Hal itu dituangkan Eesar dalam bentuk sosok pria dengan pelampung, lalu ada bentuk gunung, hingga siluet tentara, dan tank besi.

Seiring dengan berjalan waktu, bentuk eksplorasi Eesar terlihat nyata pada karyanya berjudul The Ambiguous Journey #6 (2023). Lama di Yogyakarta membuat karya Eesar terlihat lebih mendetail selayaknya kebanyakan seniman Yogyakarta dan cenderung mengusung nilai-nilai tradisional. Pengulangan bentuk motif pada The Ambiguous Journey #6 terlihat dengan jelas mulai goresan tinta berbentuk ombak hingga motif berbentuk abjad Arab hadir di sana.

Baca juga : Lebaran para Seniman Mengekspresikan Motif Ramalan

“Kita bisa melihat dalam eksplorasi visualnya ada perkembangan yang berbeda antara lukisan Eesar yang satu dan yang lain. Dari cara dia mengolah detailnya terlihat jelas berbeda. Yang satu lebih tradisional, yang satu lagi lebih abstrak dan sederhana,” sebut Heru.

Perbedaan kembali terlihat pada tiga karya Eesar dalam seri Restless Spirit (2024). Diperkirakan, perpindahan lokasi tinggal dari Yogyakarta ke Bandung cukup memengaruhi. Lukisan seri Restless Spirit lebih terlihat modern dan abstrak layaknya lukisan seniman Bandung kebanyakan.

Kendati ada detail-detail yang berubah, karya-karya Eesar tidak pernah lepas dari isu soal migran dan pengungsi. Wujud orang dengan pelampung yang menjadi cerminan seorang migran yang pergi membelah laut untuk mencari suaka menjadi ciri khas yang selalu hadir dalam karya-karya Eesar.

Baca juga : Kopi yang Menggoreskan Fantasi

 

Mengeksplorasi seni sebagai bentuk penyembuhan

Seniman Eddy Susanto mengakui adanya eksplorasi dalam karyanya saat ini. Eddy yang sudah tiga tahun vakum dari dunia seni kini kembali dengan visual seni yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dulu Eddy kerap mengeksplorasi visual dari cerita rakyat yang berasal dari kitab-kitab yang dia terjemahkan, sedangkan kini Eddy beralih ke visual abstrak.

Vakum berkarya selama tiga tahun tentunya dilakukan Eddy bukan tanpa alasan. Ia sempat mengalami masalah kesehatan mental. Hal itu menuntutnya untuk vakum dari dunia Seni. Setelah tiga tahun berusaha untuk sembuh, Eddy perlahan pulih. Salah satunya berkat bantuan melukis dengan gaya abstrak.

“Jadi, ada waktu dokter bilang mood aku itu drop banget dan yang bisa menyembuhkan adalah diri aku sendiri. Lalu aku tanya ke dokter, gimana caranya? Dia bilang lakukan apa yang kamu suka, yang positif. Hal yang aku suka adalah melukis. Aku mulailah melukis lagi dengan aku nyoret-nyoret lagi dan ternyata rasanya refresh sekali. Pada saat pembuatan aku bener-bener suka dan sangat menikmati,” kata Eddy.

Meski secara visual karya milik Eddy saat ini jauh berbeda dari sebelumnya, tidak ada yang berbeda dari bagaimana prosesnya dalam menciptakan karya. Eddy tetap mengadaptasi kitab-kitab atau buku terkait dengan cerita rakyat, termasuk pada dua karya terbarunya yang berjudul Inkarnasi Mitologi Pararaton #1 dan Inkarnasi Mitologi Pararaton #2.

Dalam lukisan itu, Eddy berupaya menerjemahkan bagaimana bentuk isi otak Ken Arok. Dia mencoba menggambarkan betapa rumitnya saraf otak Ken Arok dengan sifat yang penuh dengan ambisi dan kecerdikan. Lukisan yang memiliki ukuran 120 x 120 cm itu memperlihatkan garis-garis tak beraturan yang digambarkan Eddy dalam bentuk tali.

“Gambaran saraf otak Ken Arok ini aku ambil berdasarkan tulisan pada Pararaton, yang mengangkat kisah tentang Ken Arok. Menariknya di sana dijelaskan bagaimana ketika Ken Arok memutuskan untuk membunuh Tunggul Ametung dan merebut kekuasaannya, mungkin keputusan ini tidak sepenuhnya berasal dari kehendak bebasnya. Keris Mpu Gandring telah mengaktifkan bagian-bagian tertentu dari otaknya, meningkatkan rasa percaya diri, menumpulkan rasa bersalah, dan memperbesar ambisi,” tutur Eddy.

Tentu apa yang dihadirkan Eddy dalam lukisan bukan bentuk nyata dari isi kepala Ken Arok. Ia menampilkan ilustrasi saraf Ken Arok dari kombinasi antara tulisan di Pararaton dan hasil scan isi kepalanya saat menderita masalah kesehatan mental.

Kendati secara visual karya milik Eddy saat ini jauh berbeda dengan sebelumnya, dia tidak pernah menganggap itu menjadi perubahan yang seutuhnya, tapi bagian dari eksplorasinya dalam dunia seni.

“Aku bilang ini bukan perubahan. Ini untuk perkembangan aja. Dalam satu waktu, ada masa perjalanan berkarya muncul karya seperti ini, bukan untuk berubah menjadi seperti ini dan tidak menutup kemungkinan karya-karya yang menghadirkan visual seperti sebelumnya akan muncul juga,” tukasnya. (Rif/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya