Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BILA biasanya sebuah pameran seni hadir untuk menampilkan ragam karya para seniman, lain halnya dengan pameran seni bertajuk Arise yang menyajikan deretan karya buatan para galerist (galeris) dan kolektor.
Sebanyak 18 karya seni itu menghiasi dinding Artspace, Artotel Thamrin Jakarta, dengan pancaran keindahan cerita mereka masing-masing. Mereka yang bergabung dalam pameran di antaranya Benny O Raharjo (pemilik balai lelang Global Auction), Christiana Gouw (pemilik CG Artspace), Iryanto Hadi (kolektor seni), hingga Siont Teja (pemilik Galeri M20-21).
Meski ke-18 karya seni yang ditampilkan merupakan seni lukis, tiap-tiap galeris dan kolektor memiliki teknik berbeda-beda dalam melahirkan karya mereka. Tiap-tiap karya seni pun memperlihatkan bahasa visual yang berbeda, dari realisme, ekspresionisme, hingga abstrak. Layaknya seorang seniman, inspirasi karya datang dari berbagai hal, seperti dari keseharian, pengalaman pribadi, hingga perenungan.
Baca juga : Warna-warni Hidup Shimizu di Atas Kanvas
Saat ditemui Media Indonesia, Iryanto Hadi menampilkan tiga karya seni bertajuk Finding New Home, In the Jungle of Outerspace, dan Take and Give. Ia mengatakan ketiga karya seni yang dibawanya itu mengedepankan teknik eksplorasi material cat, resin, dan permainan tekstur.
“Untuk karya Finding New Home dan In the Jungle of Outerspace, saya mengambil tema tentang luar angkasa. Filosofi dari lukisan itu ialah sekarang ini, meskipun baru awal, ada negara-negara maju yang sedang berpikir untuk mencari tempat tinggal lain (planet lain) dengan asumsi bumi nanti sudah enggak bisa ditempati. Karena itu, judulnya Finding New Home, tidak tertutup kemungkinan suatu saat kita akan bergerak ke alternatif itu,” kata Iryanto, Jumat (23/8) malam.
Seperti gambaran luar angkasa di dalam pikiran manusia kebanyakan, Iryanto menghadirkan beragam warna-warna pada lukisan, pencampuran warna dari merah, biru, hijau, hingga titik-titik putih, menggambarkan wujud dari awan kosmik yang dipenuhi bintang. Tak ketinggalan ia juga menghadirkan seorang astronot yang seolah sedang mencari planet baru untuk ditinggali.
Baca juga : Lebaran para Seniman Mengekspresikan Motif Ramalan
Selain bermain warna yang menarik mata, Iryanto pun menghadirkan permainan tekstur pada lukisan itu, membuat beberapa objek pada lukisan menjadi timbul. Teknik yang tidak mudah untuk diaplikasikan oleh seseorang yang hanya hobi pada seni.
“Dalam lukisan ini, saya ingin menghadirkan kesan kontemporer, artinya ini kan, warna-warni, terus ada astronot lucu, segala macam. Tapi di sisi lain saya menggunakan resin serta melakukan permainan tekstur. Meski kontemporer, ada penggunaan bahan-bahan dan teknik yang serius,” ujarnya.
Tak kalah indah, lukisan Iryanto yang berjudul Take and Give pun menghadirkan perpaduan warna yang memanjakan mata. Lukisan itu bercerita tentang keseimbangan. Bagi Iryanto, ada dua hal yang selalu terjadi di dunia, yakni take and give. Karena itu, lukisan tersebut menghadirkan sebuah bentuk yang terinspirasi dari yin and yang, tetapi dibentuk lebih kekinian untuk menghadirkan kesan kontemporer.
Baca juga : Kopi yang Menggoreskan Fantasi
Inspirasi dari perjalanan
Sebuah teknik yang tidak biasa juga hadir dalam karya seni berjudul In the Middle of the Night milik Benny O Raharjo. Hadir dalam medium berukuran 125x62 cm, Benny menjadikan arang sebagai media utama dalam karyanya, hal yang bisa dibilang jarang dihadirkan oleh seniman lain.
Baca juga : Tarso Gelar Pameran Tunggal Lukisan Boyong Gunungan Menyemai Budaya di IKN
Secara kasatmata, lukisan itu hanya besar dan penuh warna hitam. Namun, Benny berhasil menyulap lukisan sederhana itu menjadi luar biasa lewat permainan tekstur. Benny dengan cermat menempelkan satu persatu bongkahan arang ke lukisannya untuk membentuk sebuat tekstur yang menarik perhatian.
“Meski karya ini terlihat sederhana, ada tantangan saat membuatnya. Paling sulit adalah mencari bentuk dari arang yang sesuai dengan kemauan kita. Terkadang saya mesti potong arangnya dan itu tidak mudah karena kalau kita potong asal-asalan, mereka bisa pecah,” ucap Benny.
Disinggung terkait dengan inspirasi lahirnya karya tersebut, Benny menjadikan pengalaman pribadinya saat melihat hamparan gurun pasir pada malam hari saat berkunjung ke Amerika. Meskipun gelap, keindahan gurun tersebut tetap terlihat jelas.
“Saya itu suka traveling. Suatu ketika saya pergi ke Amerika. Dalam perjalanan menggunakan mobil pada malam hari, saya melintasi kawasan padang pasir yang banyak batu-batu. Meski dengan pencahayaan yang terbatas, saya tetap bisa melihat keindahannya dan masih teringat dalam benak saya. Jadi dapat dikatakan In the Middle of the Night ialah karya yang lahir dari apa yang saya pernah lihat, kemudian dikreasikan,” terang Benny.
Selain In the Middle of the Night, Benny juga menampilkan tiga karya lainnya, yaitu The World of Nature, Waves of Serenity, dan The Rhythm of Nature. Ketiga karya Benny itu juga menghadirkan permainan tekstur yang memukau. Menggunakan kain putih sebagai bahan utama, inspirasinya datang dari alam.
Pada karya Waves of Serenity, Benny dengan teliti menyulap kain yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai gelombang ombak. Pria berusia 61 tahun itu menyebut Waves of Serenity terinspirasi dari ombak laut yang dia lihat di salah satu pantai di Pulau Dewata, Bali.
Ada juga karya seni lukis punya Siont Teja dengan judul In Love yang hadir pada medium berukuran 130x90 cm. Lukisan itu menghadirkan wajah seorang perempuan dengan rambut terurai panjang. Ada pula karya milik Christiana Gouw berjudul Free Time yang menampilkan objek seorang wanita sedang bermain golf.
Jika penasaran, Anda bisa berkunjung ke pameran Arise mulai 23 Agustus-22 September 2024 di Artspace, Artotel Thamrin Jakarta, secara grtais. (M-3)
Pameran ini merupakan bagian dari rangkaian program unggulan KBRI Bangkok, yaitu Trade, Tourism, Investment, and Cultural Forum (TTICF), yang telah berlangsung sejak 2022.
Pemberedelan karya seni sebagai ekspresi artistik pada umumnya terjadi di negara-negara totaliter. Atau setidak-tidaknya di negara otoriter.
SASTRAWAN Okky Madasari menegaskan sensor terhadap karya seni harus dilawan.
Mahfud MD mengatakan berlangsungnya sebuah pameran adalah otoritas dari Galeri Nasional, termasuk soal pameran tunggal Yos Suprapto.
Pameran bersama bertajuk Pasar Seni Lukis Nusantara 1, diikuti sebanyak 34 perupa, baik dari dari Jawa Tengah, luar Jawa dan luar negeri.
Pameran ini mengusung tema "Catatan Lain : M. Aidi Yupri" dan menampilkan karya-karya orisinal dari seorang seniman muda berbakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved