Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
KREASI dan inovasi batik tidak pernah berhenti, tidak hanya dari segi model pakaian, tetapi juga motif berkembang selaras dengan kreativitas para seniman batik dari zaman ke zaman. Para pengrajin setiap daerah tak kehabisan akal dan kreativitas menghasilkan bentuk, motif, corak, dan warna berbeda untuk melestarikan ragam batik Nusantara.
Salah satu jenis batik Nusantara yang melegenda adalah Batik Tiga Negeri. Batik ini merupakan representasi tiga budaya yakni Pekalongan, Lasem, dan Solo. Setiap motifnya merupakan representasi dari pada karakter ketiga daerah tersebut.
Motif dan corak Batik Tiga Negeri tersebut merupakan adaptasi dan serapan dari berbagai budaya yang pernah hadir di sana, seperti Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa.
Baca juga: Pikat Kaum Muda, Batik Concept Hadirkan Koleksi Bernuansa Modern
Batik Tiga Negeri sempat menyedot perhatian khalayak karena perpaduan corak, motif, dan warna yang memberikan suasana dan nuansa berbeda dalam perbatikan di Indonesia.
Akulturasi dalam warna kain Batik Tiga Negeri memberikan simbol dan penuh filosofi yang didominasi oleh warna merah (terinspirasi budaya Tionghoa), warna biru indigo (khas Belanda) dan, warna coklat sogan (khas Jawa), sehingga tidak terbayang begitu rumit proses pembuatannya dengan sentuhan seni, rasa, dan karsa yang terpadu.
Penggabungan gambaran tiga daerah batik ini, tidak semudah yang dibayangkan.Proses pembuatan, akulturasi dalam warna dan pola kain membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan juga seni kreativitas tersendiri, sehingga menciptakan sebuah karya batik yang luar biasa dan banyak digemari oleh berbagai unsur budaya.
Baca juga: Ini Sejarah Batik di Indonesia, yang Diperingati Setiap 2 Oktober
Menilik perjalanan panjang Batik Tiga Negeri ini, tidak lepas dari perjalanan tanah seni nusantara dalam perbatikan sejak berabad-abad lalu. Banyak masuknya unsur kebudayaan dan filosofi dari berbagai negeri itu, mempengaruhi cita rasa pencipta maupun bagi pemakai dan pecinta batik dunia.
Dimulai sekitar abad 15 yakni masuknya budaya Tionghoa dibawa dalam ekspedisi Cheng Ho ke tanah Nusantara, para seniman batik tradisional masa itu mulai melirik motif dan warna untuk membuat batik bernuansa negeri tirai bambu itu. Kemudian dipadu dengan masuknya bangsa Eropa menamba suasana baru perbatikan.
Memasuki tahun 1860, banyak etnis Tionghoa yang mendirikan bisnis di Lasem, Kabupaten Rembang hingga perjalanan sang waktu batik daerah ini mencapai masa kejayaan, sementara di daerah lain Pekalongan juga mengalami kondisi yang sama dalam mengolah seni batik yakni masuknya berbagai kultur budaya hingga menciptakan beragam batik.
"Batik di sini banyak baik dari proses, hingga corak, motif dan warna dipengaruhi kultur budaya, Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa," kata Ketua Pekalongan Creative City Forum Arief Wicaksono kepada Media Indonesia.
Batik Tiga Negeri ini memiliki pola dasar warna merah dengan pola buket dan burung yang identik dengan batik Lasem, lalu ada warna-warninya yang identik dengan batik Pekalongan, dan motif sogan yang identik dengan batik Solo.
“Batik ini pola dasarnya atau boketnya dalam satu kain ada lima buket dengan menghadap sisi yang berlawanan. Kalau dibalik jadi beda gambar. Kadang-kadang dibuat pagi sore, dengan warna atau sogan tertentu," ucapnya.
Semakin Langka
Namun sayang, saat ini tidak banyak rumah industri batik mengerjakan Batik Tiga Negeri, sehingga baik di Pekalongan, Lasem dan Solo jumlah rumah batik mengkhususkan produksi batik ini dapat dihitung dengan jari, itupun dengan produksi terbatas.
Beberapa rumah batik yang tetap konsisten memproduksi Batik Tiga Negeri di Lasem, Rembang masih dapat ditemui seperti Rumah Batik Nyah Kiok, Rumah Batik Maranatha, Rumah Batik Lumintu dan Rumah Batik Kidang Mas.
(Z-9)
Penguatan identitas sebagai sebuah bangsa juga mampu menumbuhkan kohesi sosial yang bisa menjadi pendorong untuk mengakselerasi proses pembangunan.
ADA hal yang menarik dalam penyelenggaraan Indonesia Fashion Week 2025. Desainer fesyen, Eni Joe, menjadikan ajang tersebut sebagai ruang edukasi budaya.
Lebih dari sekadar pertunjukan mode, TGC dikenal sebagai acara hiburan terbesar yang memadukan fesyen, musik, budaya pop, dan selebritis dari berbagai bidang dalam satu panggung yang sama.
Pagelaran Suadesa Festival 2025 di Karangrejo, Magelang, Jawa Ttengah, membawa berkah bagi pelaku UMKM lokal.
KABUPATEN Temanggung bersiap menyambut festival Temanggung Sepekan 2025 yang akan digelar selama lima hari mulai tanggal 9 hingga 13 Juli 2025 di Kledung Park
Taman Budaya X Bogorun 2025 diharapkan akan menjadi tonggak baru dalam peta sport tourism nasional, menandai kebangkitan olahraga, ekonomi, dan budaya di Kabupaten Bogor.
Koleksi bertema Surreal Dreams karya Rifqi Hawari meraih gelar juara favorit dalam kompetisi Indonesia Young Fashion Designer Competition (IYFDC) 2025.
Brand lokal Filoposy berkolaborasi dengan penyedia teknologi fashion Style3D menampilkan teknologi digital berbasis AI dan 3D di panggung Indonesian Fashion Week (IFW) 2025.
TEMA bunga pada desain gaun pengantin masih menjadi primadona sampai saat ini. Bunga yang memiliki arti positif seperti keindahan, kasih sayang, cinta hingga kebahagiaan.
Dengan desain yang lebih fleksibel, Dagadu ingin memperluas jangkauan pasar dan menghadirkan koleksi yang dapat dikenakan dalam berbagai kesempatan.
Innerwear atau manset biasanya dipadukan dengan outer atau blazer. Selain itu, tak sedikit pula yang memakai innerwear dengan baju yang menerawang.
Salah satu produk unggulan adalah Graffiti Jeans, sebuah jumpsuit kasual dengan sentuhan rebel.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved