Headline
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
KREASI dan inovasi batik tidak pernah berhenti, tidak hanya dari segi model pakaian, tetapi juga motif berkembang selaras dengan kreativitas para seniman batik dari zaman ke zaman. Para pengrajin setiap daerah tak kehabisan akal dan kreativitas menghasilkan bentuk, motif, corak, dan warna berbeda untuk melestarikan ragam batik Nusantara.
Salah satu jenis batik Nusantara yang melegenda adalah Batik Tiga Negeri. Batik ini merupakan representasi tiga budaya yakni Pekalongan, Lasem, dan Solo. Setiap motifnya merupakan representasi dari pada karakter ketiga daerah tersebut.
Motif dan corak Batik Tiga Negeri tersebut merupakan adaptasi dan serapan dari berbagai budaya yang pernah hadir di sana, seperti Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa.
Baca juga: Pikat Kaum Muda, Batik Concept Hadirkan Koleksi Bernuansa Modern
Batik Tiga Negeri sempat menyedot perhatian khalayak karena perpaduan corak, motif, dan warna yang memberikan suasana dan nuansa berbeda dalam perbatikan di Indonesia.
Akulturasi dalam warna kain Batik Tiga Negeri memberikan simbol dan penuh filosofi yang didominasi oleh warna merah (terinspirasi budaya Tionghoa), warna biru indigo (khas Belanda) dan, warna coklat sogan (khas Jawa), sehingga tidak terbayang begitu rumit proses pembuatannya dengan sentuhan seni, rasa, dan karsa yang terpadu.
Penggabungan gambaran tiga daerah batik ini, tidak semudah yang dibayangkan.Proses pembuatan, akulturasi dalam warna dan pola kain membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan juga seni kreativitas tersendiri, sehingga menciptakan sebuah karya batik yang luar biasa dan banyak digemari oleh berbagai unsur budaya.
Baca juga: Ini Sejarah Batik di Indonesia, yang Diperingati Setiap 2 Oktober
Menilik perjalanan panjang Batik Tiga Negeri ini, tidak lepas dari perjalanan tanah seni nusantara dalam perbatikan sejak berabad-abad lalu. Banyak masuknya unsur kebudayaan dan filosofi dari berbagai negeri itu, mempengaruhi cita rasa pencipta maupun bagi pemakai dan pecinta batik dunia.
Dimulai sekitar abad 15 yakni masuknya budaya Tionghoa dibawa dalam ekspedisi Cheng Ho ke tanah Nusantara, para seniman batik tradisional masa itu mulai melirik motif dan warna untuk membuat batik bernuansa negeri tirai bambu itu. Kemudian dipadu dengan masuknya bangsa Eropa menamba suasana baru perbatikan.
Memasuki tahun 1860, banyak etnis Tionghoa yang mendirikan bisnis di Lasem, Kabupaten Rembang hingga perjalanan sang waktu batik daerah ini mencapai masa kejayaan, sementara di daerah lain Pekalongan juga mengalami kondisi yang sama dalam mengolah seni batik yakni masuknya berbagai kultur budaya hingga menciptakan beragam batik.
"Batik di sini banyak baik dari proses, hingga corak, motif dan warna dipengaruhi kultur budaya, Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa," kata Ketua Pekalongan Creative City Forum Arief Wicaksono kepada Media Indonesia.
Batik Tiga Negeri ini memiliki pola dasar warna merah dengan pola buket dan burung yang identik dengan batik Lasem, lalu ada warna-warninya yang identik dengan batik Pekalongan, dan motif sogan yang identik dengan batik Solo.
“Batik ini pola dasarnya atau boketnya dalam satu kain ada lima buket dengan menghadap sisi yang berlawanan. Kalau dibalik jadi beda gambar. Kadang-kadang dibuat pagi sore, dengan warna atau sogan tertentu," ucapnya.
Semakin Langka
Namun sayang, saat ini tidak banyak rumah industri batik mengerjakan Batik Tiga Negeri, sehingga baik di Pekalongan, Lasem dan Solo jumlah rumah batik mengkhususkan produksi batik ini dapat dihitung dengan jari, itupun dengan produksi terbatas.
Beberapa rumah batik yang tetap konsisten memproduksi Batik Tiga Negeri di Lasem, Rembang masih dapat ditemui seperti Rumah Batik Nyah Kiok, Rumah Batik Maranatha, Rumah Batik Lumintu dan Rumah Batik Kidang Mas.
(Z-9)
Melalui Polantas Menyapa, kampanye keselamatan diwujudkan dalam format dialog yang santai dan kreatif di tengah pusat keramaian.
MENGINJAK usia 80 tahun Indonesia merdeka dan berdemokrasi, Laboratorium Indonesia 2045 menilai hubungan partai politik dan konstituen semakin memburuk.
Indonesia tercatat memiliki 2.213 warisan budaya tak benda, meski baru 16 yang diakui UNESCO mulai dari wayang, batik, keris, hingga jamu dan reog.
Direktur SIPA Irawati Kusumorasri menyebut Patricia Arstuti sebagai representasi generasi Z yang mampu menjembatani nilai-nilai tradisional dengan ekspresi kekinian.
Thai Trade Center Jakarta, di bawah naungan Department of International Trade Promotion (DITP) Ministry of Commerce Thailand resmi membuka acara Thailand Week 2025 di Jakarta.
Penasihat Festival Bedhayan dari Swargaloka, Suryandoro, mengatakan, Bedhayan merupakan seni tari yang memiliki makna mendalam dan berbeda dengan tarian lainnya.
KETUA Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto turut hadir dalam agenda Sidang Tahunan MPR 2025, Sidang Bersama DPR RI-DPD RI, pada Jumat (15/8) di Kompleks Parlemen, Senayan.
SEBAGAI kiblat mode dan pintu gerbang budaya global, Paris menjadi daya tarik sendiri bagi warga dunia. Paris dinilai sangat potensial untuk memperkuat eksistensi fashion Indonesia.
Ia tampil cukup memukau sebagai Alice kecil dalam drama musikal spektakuler "Alice In Wonderland".
JAKARTA Premium Outlets (JPO) resmi dibuka secara penuh pada Jumat (18/7), lebih dari 150 merek global hadir di area seluas 95.400 meter persegi yang terletak di Alam Sutera, Tangerang
cucu dari Grace Kelly, Camille Gottlieb mencuri perhatian karena bergaya mirip gaya berpakaian neneknya saat ia menghadiri sebuah acara amal belum lama ini.
Busana dengan gaya khas Italia 1951 tampil di koleksi dari merek fesyen asal Italia Max Mara, berkolaborasi dengan merek dasi asal Italia E. Marinella.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved