TEKNOLOGI cetak tiga dimensi (print 3D) kian berkembang. Baru-baru ini seorang Ilmuwan dan Ahli Gizi dari Departemen Ilmu Pangan di Rutgers School of Environmental and Biological Sciences, Amerika Serikat (AS), menciptakan cokelat yang rendah lemak dengan menggunakan teknologi cetak 3D.
Tim ilmuwan mengganti cocoa butter berlemak yang bertanggung jawab atas kelezatan tekstur, struktur, dan konsistensi cokelat, dengan emulsi air dalam minyak yang lebih rendah lemak. “Semua orang suka makan cokelat, tapi kami juga peduli dengan kesehatan pecinta cokelat,” ujar pimpinan tim peneliti, Qingrong Huang, dalam siaran pers seperti dilansir dari New York Post pada Rabu (22/2).
Secara tradisional, cokelat terbuat dari mentega kakao, bubuk kakao, dan gula bubuk, yang dipadukan dengan pengemulsi. Dalam studi tersebut, para ilmuwan bereksperimen dengan berbagai bahan menggunakan resep cokelat standar sebagai dasarnya, kemudian mencoba eksperimen uji coba berupa substitusi bahan.
Mereka mengganti bagian mentega kakao dengan getah ekstrak dari pohon akasia yang biasa digunakan dalam industri makanan. Lalu mereka mencampurnya dengan bahan berupa sirup untuk meningkatkan rasa cokelat 3D.
Produksi coklat ini diawali dengan membuat emulsi dari pemecahan dua cairan yang tidak dapat bercampur, menjadi tetesan kecil. Selama urutan ini, kedua cairan biasanya terpisah dengan cepat dengan minyak dan cuka.
Huang mengatakan selain memiliki rasa yang lezat, cokelat bisa membuka jalan bagi alternatif rendah lemak untuk makanan manis tradisional. Cokelat sebagai bahan yang banyak ditawarkan para ilmuwan pangan juga banyak digunakan untuk memfasilitasi pemeriksaan struktur molekul dan sifat fisik cokelat,
“Teknologi pencetakan makanan 3D memungkinkan pengembangan produk makanan yang dapat disesuaikan dengan rasa, bentuk dan tekstur yang disesuaikan serta nutrisi yang optimal berdasarkan kebutuhan konsumen,” kata Huang. (M-1)