Perpindahan Fisik dan Psikologis Perempuan lewat Pameran Next Feminine

Devi Harahap
31/5/2022 22:04
Perpindahan Fisik dan Psikologis Perempuan lewat Pameran Next Feminine
Ki-ka (searah jarum jam): "Brain Station #2"; "Ensconce"; "Nature Journal: Purple Definition"; Lukisan "Adaptation 1#" "Adaptation 2#"(MI/Devi Harahap)

Pameran seni Next Feminine kembali digelar tahun ini, bertempat di NA Arthouse, Cipete, Jakarta Selatan. Pameran Next Feminine ini merupakan wujud presentasi publik dan didedikasikan kepada para perempuan seniman untuk merayakan setiap proses kreatif dalam berkarya.

Naufal Basri, pendiri NA Arthouse, mengataka,n pameran ini bertujuan untuk merayakan “kemudahan-kemudahan” yang diperoleh perempuan masa kini untuk menunjukkan eksistensinya melalui ruang gerak dalam medan seni rupa maupun bidang-bidang lainnya.

“Lewat pameran ini, kami ingin merayakan karya-karya seniman perempuan dan memberi wadah bagi seniman perempuan, khususnya perempuan muda. Berkat perjuangan perempuan-perempuan hebat di masa lampau sebagai para pendahulu, kami kembali membuat sebuah pameran seni yang mewujudkan kesetaraan dengan menghadirkan 25 karya lukis, drawing, dan instalasi,” ujar Naufal saat ditemui di NA Arthouse, Cipete, Jakarta Selatan pada Rabu (25/5).

Pameran Next Feminine 2.0 menampilkan karya-karya dari empat perempuan Indonesia dengan kesamaan perjuangan untuk berpindah dari tempat kelahirannya masing-masing untuk menempuh pendidikan seni di ISI Yogyakarta.

Maradita Sutantio, Kurator Pameran Next Feminine 2.0 mengatakan perpindahan ini memberikan banyak pengaruh terhadap pemikiran, proses kreatif, dan eksplorasi visual para seniman dimana Next Feminine 2.0 menjadi katarsis untuk menandai periode atau fase pencarian keempat seniman perempuan yakni Anaya Anjar, Diana Puspita Putri, Mutiara Riswari, dan Utami Atasia Ishii.

“Keempat seniman melakukan banyak perpindahan secara fisik dan psikologis yang memberikan pengaruh terhadap pemikiran, proses kreatif, dan eksplorasi visual para seniman. Pada fase pencarian ini seni berperan sebagai media untuk menyuarakannya,” ujar Maradita.  

Saat menyimak karya-karya yang dipamerkan, proses 'perpindahan' itu antara lain tampak dalam seri lukisan karya Diana Puspita Putri. Sesosok perempuan tanpa busana yang terlihat tulang rusuknya, tengah duduk tak berdaya dengan posisi kedua kaki sedikit membuka. Jika diperhatikan lebih detail, tangan kanannya seolah ingin menyentuh seonggok janin yang berada pada bagian bawah pinggul, di dalam pahanya terdapat sebuah tulang seolah menggambarkan kondisi fisik perempuan yang lemah saat menghadapi proses melahirkan. Pemandangan ini bisa dilihat dari lukisan “Adaptation 2#” karya Diana.

Diana mengatakan sosok perempuan dalam lukisan tersebut merupakan gambaran tentang perubahan kondisi fisiknya pasca melahirkan. Dalam karya-karyanya, Diana mengangkat proses perpindahan dirinya sebagai seorang perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial saat memasuki berbagai fase kehidupan seperti menikah, mengandung, melahirkan, dan menjadi ibu.

“Lukisan ini menggambarkan kondisi diri saya saat dan pascamelahirkan dengan perasaan yang campur aduk, senang, sedih, bingung, dan takut. Perempuan hamil itu kondisinya sangat lemah, aktivitasnya terbatas, fisik badannya pun sangat berubah, dan saya harus beradaptasi dengan segala perubahan itu,” ujar Diana saat dihubungi Media Indonesia lewat sambungan aplikasi teleconfrence pada Kamis (26/5).  

Proses perpindahan dan adaptasi tersebut berangkat dari kepercayaan Diana bahwa manusia diberikan kemampuan untuk menerima perubahan dan menggunakannya sebagai semangat serta inspirasi sebagai proses kreatif untuk berkarya.

Pameran Next Feminine juga menampilkan lukisan “Enconce” karya Anaya Anjar yang menggambarkan perpindahan dan perubahan geografis. Anaya menghadirkan konsep 'Rumah di luar 'rumah' sebagai proses kreatif bagi seseorang yang tumbuh besar di Jakarta namun pindah untuk menetap di Yogyakarta

Anaya menggambarkan sebuah bayangan pohon berimbun disertai semak rumpuk tampak berdiri kokoh di luar jendela rumah. Dari luar terlihat corak lantai bermotif kotak dengan warna terang dan solid, jendela dengan bentuk persegi dihiasi dengan kordeng merah jambu. Dengan visual berwarna terang dan solid dengan gaya pop minimalis, Anaya menjadikan image seputar suasana rumah sebagai objek utama.

Anaya mengatakan konsep tersebut merupakan apresiasi atas hal-hal kecil dalam kehidupan yang berangkat dari eksplorasi tema hubungan rasa nyaman dan kesederhanaan sehari-hari yang cenderung naif dan apa adanya namun sering terabaikan oleh sebagian orang.

“Saat harus pindah ke Jogja, rumah menjadi salah satu elemen yang terbawa dalam pikiran saya. Saya pikir akan sulit menjadikan tempat baru sebagai rumah, tapi ternyata saya bisa merasa nyaman tinggal di jogja, jadi seperti menemukan rumah baru,” ujar Anaya.

Sementara itu, seniman Mutiara Riswari yang kerap mendasarkan karyanya pada eksplorasi hubungan manusia dengan alam, juga mengalami perpindahan situasi rasa dengan pendekatan, perenungan dan penerimaan diri dalam pencarian identitasnya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta.

“Kondisi pandemi banyak mengubah perasaan saya dalam merasakan suatu hal khususnya alam. Saya mencoba meditasi untuk memaknai alam semesta. Pada akhirnya saya merasakan kalau alam semesta ini ada di dalam diri saya sebagai seorang manusia, kita tidak bisa pungkiri diri ini membutuhkan alam,” ujarnya.

Pencarian identitas dalam mengolah rasa terefleksikan pada empat karya painting on canvas dan 2 karya drawing on recycle paper dengan gaya abstrak ekspresionis yang menjadi bagian dari series “Nature Journal” yang terinspirasi dari asal muasal pigmen warna di alam.

Proses perpindahan dan perubahan juga digambarkan oleh seniman Utami Atasia Ishii. Keberagaman sudut pandang menjadi inti eksplorasi proses kreatif yang ingin ditampilkan pada Next Feminine 2.0. Instalasi berjudul “Brain Station #2” yang ia buat menampilkan wujud simbolik bagaimana manusia melihat suatu hal merupakan suatu proses yang sangat dipengaruhi oleh asumsi dan doktrin yang dibawa oleh seorang manusia di mana perihal tersebut senantiasa berubah seiring proses perpindahan dan fase pencarian.

Ketertarikan Utami dalam ilmu sains yang terintegrasi menjadi penelitian dan karya visual merupakan perwujudan dari kepercayaan Utami dimana ia percaya bahwa setiap perspektif akan membangun persepsi baru, dan persepsi tersebut membentuk opini baru.

“Zaman sekarang orang lebih sering melihat suatu hal dari satu perspektif, pdahal jika kita memiliki perspektif yang berda-beda justru akan lebih berwarna. Kita harus bisa berpikir luas, hal itu yang akan membawa kita pada perspektif baru,” ujarnya.

Pameran yang berlangsung pada 21 sampai 27 Mei kemarin ini menjadi wujud nyata perjuangan para seniman dalam beradaptasi dan berkarya melawan pandemi, perubahan, situasi menantang, dan perjalanan panjang dalam berkontribusi di dunia seni rupa kontemporer Indonesia. Next Feminine 2.0 mengajak para penikmat karya seni untuk bersama-sama merayakan semangat para prempuan dalam berkarya di tengah beragam kendala dan situasi yang mengharuskan manusia melalui proses berpindah baik secara fisik maupun psikologis. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya