Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Misteri Isoman

Dony Tjiptonugroho Redaktur Bahasa Media Indonesia
18/7/2021 06:45
Misteri Isoman
Dony Tjiptonugroho Redaktur Bahasa Media Indonesia(Dok. Pribadi)

AGAK sulit bagi saya menahan tawa ketika membaca sebagian dari satu percakapan dalam aplikasi Whatsapp yang dikirimkan kepada saya berikut ini. Saya kutipkan dulu di bawah ini.

I: Piye kabare (bagaimana kabarnya)?

II: Alhamdulillah, aku lagi isoman.

I: Isoman opo iku (isoman apa itu)?

II: Isolasi mandiri.

II: Kena covid.

I: Siap.

Bukan bahasa daerahnya yang menggelitik. Pertanyaan tentang makna isoman itulah yang mengundang tawa. Saya ambil reaksi lurus saja. Ternyata sudah lewat setahun wabah virus korona berlangsung, masih ada orang yang tidak tahu istilah isoman, atau isolasi mandiri, padahal yang bersangkutan menggunakan telepon seluler.

Lebih jauh lagi, ketika penjelasan isolasi mandiri diikuti kalimat ‘kena covid’, orang I itu merespons singkat, “Siap.” Saya pikir, kalau paham istilah isoman dan kena covid-19, orang I akan menjawab dengan kalimat doa, semisal semoga cepat sembuh.

Namun, memang ada beberapa faktor yang membuat respons demikian muncul. Pertama faktor relasi di antara partisipan percakapan. Apakah relasi mereka pertemanan, kekerabatan, atau bisnis? Kedua faktor lokasi yang berbeda sehingga menimbulkan pengalaman yang tidak sama mengenai suatu hal. Ketiga faktor pribadi partisipan percakapan. Satu atau dua faktor bisa mendominasi untuk memunculkan satu respons.

Misalnya relasi mereka ialah hubungan bisnis dengan orang I punya pengalaman berulang penawaran produknya ditolak dengan berbagai alasan. Karena itu, ‘lagi isoman’ dan ‘kena covid’ bisa saja diterimanya sebagai sekadar alasan menolak penawaran produknya.

Jangan-jangan masalahnya juga ada pada pemendekan kata. Akronim, singkatan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata, memang tidak jarang membuat kagok. Saya termasuk yang mengalami hal yang mirip.

Suatu ketika saya mendapati dalam daftar sebuah acara kata ishoma. Dalam hati sempat tercetus pertanyaan apakah ishoma itu. Bagaimanakah pula cara mengejanya, apakah i-sho-ma? Atau is-ho-ma? Entah di acara itu juga entah belakangan di lain waktu, barulah saya tahu bahwa ishoma itu pemendekan dari istirahat, sholat, makan.

Singkatan memang berfungsi memendekkan konsep panjang agar mudah disampaikan. Frasa atau nama panjang dipendekkan menjadi singkatan, atau akronim karena hasil akhirnya seperti kata yang wajar. Contoh singkatan sekaligus menjadi akronim ialah DAMRI dari Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia. Ada pula HAMKA, akronim yang jauh lebih familiar daripada nama panjang Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Selain sebagai penyingkat frasa atau nama, pemendekan kata berfungsi sebagai semboyan dan media humor. Praksis semboyan ada pada visi wilayah, misalnya Bersinar Terang di Kabupaten Kediri yang berarti bersih, indah, aman, rapi, tertib, dan anggun. Humor kerap disangkutkan pada sesuatu yang terkenal sebelumnya.

Tahu FBI? Itulah fan berat Inul yang mengacu artis Inul Daratista. Di sisi lain, kue tradisional apem seperti jadi inspirasi Asosiasi Penjual Eceran Minyak menyingkat nama mereka APEM.

Dengan munculnya makna lain dari singkatan, bisa juga pemendekan kata menjadi cara merahasiakan suatu. Menjadi misteri bagi orang di luar suatu kelompok. Kalau begini, bisa SKSD palapa (sok kenal sok dekat padahal tak tahu apa-apa).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya