Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Para ilmuwan dari Universitas Bergen, Norwegia, berhasil melihat ke masa lalu dan memahami dampak yang ditimbulkan aktivitas manusia terhadap alam, dengan mengamati struktur sedimen lumpur dari dasar sungai dan danau.
"Sungguh menakjubkan - salah satu hal yang paling menarik. Mereka adalah jendela kita ke masa lalu," papar Dr. Ondrejj Mottl, seorang ahli ekologi dari Bergen, Norwegia, seperti dilansir bbc.com, Jumat (28/5).
Dr. Mottl dan tim mengekstraksi inti lumpur dari kedalaman danau dan lahan basah menggunakan silinder tanah yang panjang dan padat. Mereka mengambil sampel dari 1.000 lokasi di berbagai tempat di dunia, nyaris dari semua benua - kecuali Antartika.
Inti lumpur berisi catatan sejarah tentang apa yang tumbuh di suatu wilayah, sejak ribuan tahun yang lalu.Menganalisis inti lumpur dan serbuk sari yang mengendap di setiap lapisannya dapat membawa pemahaman baru tentang kapan aktivitas manusia mulai mengubah struktur vegetasi di bumi.
Catatan serbuk sari dapat melacak dampak pertama kegiatan spesies kita (manusia) di alam sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Dengan mengekstraksi inti lumpur, para peneliti dapat menghitung tanggal karbon setiap lapisan lumpur untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi dan kapan.
"10.000 tahun terakhir, iklim Bumi relatif stabil, jadi [sejak saat itulah] kami dapat menghitung pengaruh dari manusia," terang Suzette Flantua, ahli ekologi global University of Bergen.
"Pengaruh itu dimulai segera setelah kita - manusia - mulai membersihkan tumbuhan liar untuk memberi ruang bagi tanaman kita dan ternak kita," imbuhnya.
Aktivitas pembukaan lahan tersebut mulai masif terjadi di Asia dan Amerika Selatan terlebih dahulu, kemudian meluas ke Eropa sekitar 2.000 tahun lalu. Itu mematahkan anggapan bahwa aktivitas manusia baru berdampak ke Bumi sejak beberapa abad lalu, ketika Revolusi Industri dimulai.
Menurut banyak ahli biologi dan ilmuwan iklim, manusia sekarang berada dalam periode sejarah Bumi yang dapat disebut Antroposen - sebuah zaman kejayaan manusia di planet Bumi. Lebih dari tiga perempat permukaan tanah bumi telah diubah oleh aktivitas manusia.
Temuan inti lumpur ini diyakini para periset juga akan memberikan wawasan berharga tentang lingkungan alam di Bumi. Termasuk tentang bagaimana manusia dapat mengintervensi alam untuk membuatnya dapat bertahan di era pemanasan global dewasa ini.
"Ada beberapa perubahan iklim yang sudah terjadi, " jelas Dr Overpeck. "Sebagian besar pohon tua di hutan kita adalah bibit saat cuaca lebih dingin. Jadi, kita perlu menanam bibit yang akan tumbuh subur saat cuaca lebih hangat."
Untuk melindungi hutan dari kebakaran hutan, yang juga menjadi lebih sering dan lebih ganas di iklim yang lebih hangat dan kering ini, menurutnya butuh pengelolaan hutan yang jauh lebih intensif juga - termasuk dengan mengurangi pohon-pohon kecil yang menyediakan "bahan bakar yang baik" untuk kebakaran hutan.
Dr Overpeck menyarankan bahwa, jika 'pengaturan' hutan dilakukan dengan benar, kita dapat "menanam hutan untuk menangkal emisi karbon" dan pada saat sama menciptakan lapangan kerja. (BBC/M-2)
Ayom All Purpose Sunscreen Body Lotion. Produk yang berfungsi sebagai tabir surya sekaligus body lotion itu memiliki kandungan SPF 50
Sebelum pemanasan global ada pendinginan global. Telaah sebelumnya menunjukkan dunia perlahan-lahan mendingin selama setidaknya 1.000 tahun sebelum pertengahan abad ke-19.
Hasil sejarah itu kemudian digunakan untuk membuat prediksi masa depan dan mengungkapkan kemungkinan tak akan ada es laut di Arktik dalam waktu 15 tahun.
Pemerintah Indonesia telah meninggalkan jejak terkait dengan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia.
Apalagi, prediksiĀ Jakarta bakal tenggelam dalam 10 tahun mendatang, turut mendapat sorotan dari pemimpin dunia, seperti Presiden AS Joe Biden.
AJANG Jakarta E-Prix ibu kota turut ambil bagian dalam upaya menghadapi perubahan iklim dengan mempromosikan kendaraan ramah lingkungan.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah luas lahan yang terbakar dari 1 Januari hingga 3 Agustus 2024 seluas 384,85 hektare
Ada pun total kerugian akibat kebakaran di Kabupaten Kuningan mencapai Rp17 miliar
Pembuatan sekat bakar penting dilakukan guna meminimalisir terjadinya kebakaran. Dengan adanya sekat bakar, saat terjadi kebakaran api tidak akan menjalar ke areal yang lebih luas.
Hingga Rabu sore, kobaran api masih dalam proses pemadaman oleh masyarakat dan pihak terkait.
Sebanyak 300 petugas gabungan dikerahkan untuk memadamkan kobaran api sejak Rabu (4/9) lalu
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved