Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Mengenal Mieko Kawakami, Penulis dan Aktivis Perempuan asal Jepang

Adiyanto
24/3/2021 11:39

MIEKO Kawakami terkenal di negara asalnya ketika "Breasts and Eggs", novel keduanya, dianugerahi penghargaan sastra paling bergengsi di Jepang pada 2008.

Tidak semua orang terkesan dengan gaya eksperimentalnya, termasuk gubernur Tokyo saat itu, yang juga seorang novelis dan sering mengkritik penulis muda Jepang, mengecamnya sebagai tidak menyenangkan, bertele-tele, dan egois.

Tapi penelusurannya tentang ketidaknyamanan dan kebingungan yang terkadang dirasakan perempuan dengan tubuh mereka, sangat disukai di kalangan publik. Novel ini telah diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun lalu, sehingga menjadi modal bagi Kawakami untuk mendapat pengakuan internasional.

Menurut Kawakami, ia senang menggambarkan dunia seperti yang dia lihat, serta pengalaman orang-orang yang mungkin luput dari perhatian. Ia pun tidak peduli kritik dari para politisi Jepang, termasuk sang gubernur Tokyo.

"Ada keinginan yang tumbuh untuk mendengar suara sebenarnya dari perempuan Asia," kata penulis berusia 44 tahun itu kepada AFP,  Rabu (24/3), menggambarkan keinginannya untuk menjelaskan lebih luas tentang masyarakat Jepang.

"(Fokus saya) adalah suara-suara yang tidak akan diangkat ke permukaan," imbuhnya.

Bukan penulis feminis

Meski kerap menyuarakan kaum perempuan dalam bukunya, Kawakami ogah disebut sebagai penulis feminis. "Saya seorang feminis, tapi saya bukan penulis feminis. Saya ingin menulis tentang perempuan sebagai bagian dari kemanusiaan secara keseluruhan."

Tapi, dia kritis terhadap ketidaksetaraan yang terus-menerus dalam masyarakatnya, mengecam peran gender tradisional di Jepang yang menurutnya begitu mendarah daging sehingga bahkan sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata.

"Ada struktur sosial yang menyulitkan perempuan untuk mandiri," ujarnya.

Pandangan kuno tentang gender di Jepang kembali menjadi sorotan sejak mantan ketua Olimpiade Tokyo Yoshiro Mori bulan lalu menyatakan bahwa perempuan terlalu banyak berbicara dalam pertemuan.

Bagi banyak orang di Jepang, komentar itu cukup membuat shock, tetapi tidak terlalu mengejutkan.

"Ini masalah hak asasi manusia, tapi sepertinya itu adalah sesuatu yang (dia) tidak mengerti sama sekali. Itu hal yang paling bermasalah," kata Kawakami.

Ucapan Ketua Olimpiade Jepang itu menuai protes dan akhirnya memaksa pria berusia 83 tahun itu mundur.

Kelas pekerja

Di kalangan sastrawan, Kawakami banyak dipuji. Kendati demikian, dia tidak sungkan atau takut bertanya kepada rekan-rekannya sesama penulis, tentang penggambaran mereka terhadap perempuan.

Dalam wawancara yang diterbitkan pada tahun 2017, misalnya,  dia bertanya kepada salah satu penulis paling terkenal di Jepang, Haruki Murakami, mengapa begitu banyak perempuan dalam novelnya sekadar melayani fungsi seksual.

Kawakami juga amat  perhatian terhadap pentingnya kesadaran kelas dan ketidaksetaraan ekonomi.

Dibesarkan dalam keluarga kelas pekerja di Osaka, Kawakami sangat merasakan perbedaan latar belakangnya dibandingkan dengan banyak orang di dunia sastra Jepang.

"Saya tidak akan pernah melupakan kota, orang-orang dan suara mereka, yang membentuk saya. Sekarang saya dikelilingi oleh orang-orang berpendidikan tinggi dari kelas menengah dan atas di industri penerbitan, tapi saya kelas pekerja ... dan saya ada di pihak mereka," katanya.

Kawakami dibesarkan oleh seorang ibu tunggal dalam rumah tangga miskin di mana anak-anaknya diharuskan bekerja, tidak peduli apakah dia perempuan atau laki-laki. Kawakami juga pernah berbohong tentang usianya agar dia bisa bekerja di pabrik selama liburan sekolah.

Dari musik ke puisi

Kawakami memiliki bakat sebagai penyanyi. Saat berusia awal 20-an, dia menekuni musik selama lima tahun namun tidak terlalu sukses. Dia mengatakan merasa bebas ketika kontrak rekamannya berakhir .

Sebuah puisi yang dia kirimkan ke salah satu majalah menarik perhatian editor, yang kemudian mendorongnya untuk menulis cerita yang lebih panjang.

Dia kemudian menerbitkan novel pertamanya, My Ego Ratio, My Teeth, and the World. Novel ini menceritakan kisah tentang seorang asisten dokter gigi perempuan yang percaya bahwa kesadarannya tidak terletak di otaknya, tetapi di gigi gerahamnya.

Buku itu dinominasikan pada  2007 untuk Akutagawa Award, yang rutin diadakan dua kali setahun, namun penghargaan itu baru diperolehnya melalui novelnya yang lain, Breast and Eggs.

Tahun ini, Heaven, salah satu novel Kawakami yang terbit tahun 2009,  bakal dirilis dalam bahasa Inggris. Novel ini bercerita tentang seorang anak berusia 14 tahun yang dibully di sekolah,  sebuah karya yang bergumul dengan pertanyaan tentang baik dan jahat, tanpa jawaban yang mudah.

Kawakami bercerita, kini dia sedang mengerjakan proyek tentang hari sebelum peristiwa yang mengubah hidup.

"Saya terobsesi dengan hari sebelum sesuatu terjadi. Tidak ada dari kita yang tahu apa yang akan terjadi besok, itu wajar, tapi itu juga keajaiban dan menakutkan bagiku," ujarnya. (AFP/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya