Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
Ratusan kupu-kupu ditemukan mati di berbagai wilayah Amerika Serikat bagian Barat. Kupu-kupu yang sudah semakin langka ditemui di wilayah tersebut dikatakan semakin terancam eksistensinya karena perubahan iklim.
Pakar Ekologi Universitas Connecticut, David Wagner mengatakan semakin langkanya kupu-kupu di alam liar merupakan salah satu contoh paling nyata dari dampak perubahan iklim. Suhu bumi yang semakin panas membuat kupu-kupu tak mampu bertahan hidup.
"Ini salah satu contoh nyata masalah global terkait kehidupan alam liar yang terganggu oleh ragam aktivitas manusia," ujar Wagner, dilansir dari thewashingtonpost.com, Kamis, (11/3).
Di AS bagian barat seperti California, Montana, New Mexico, hingga Washington, populasi dari 450 spesies kupu-kupu terus mengalami kemerosotan. Kupu-kupu semakin sulit ditemui, khususnya di wilayah permukiman warga.
Profesor Biologi Universitas Nevada, Matt Forister, mengatakan semakin langkanya kupu-kupu di tengah perubahan iklim global yang tak terkendali memang bukan hal yang aneh. Hal itu akan terus terjadi bila tak ada perubahan dan upaya masif menanggulangi perubahan iklim.
"Dampak perubahan iklim membuat banyak spesies telah dan akan terancam dalam waktu dekat," ujar Forister. (Washington Post/M-2)
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved