Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Anak Muda di Gaza Menikmati Kebebasan Lewat Parkour

Adiyanto
25/1/2021 11:29
Anak Muda di Gaza Menikmati Kebebasan Lewat Parkour
Pemuda Palestina, Mohamded Aliwa berlatih parkour(MAHMUD HAMS / AFP)

DENGAN menggunakan kruk, Mohamed Aliwa melompat dari satu dinding beton ke dinding beton lainnya. Meski cuma memiliki satu kaki, tidak menghentikan dia menekuni parkour, olahraga/ aktivitas yang bertujuan melewati rintangan dengan menggunakan prinsip kemampuan badan manusia.

Akitivitas/olahraga tersebut kini tengah digandrungi di Gaza. Aliwa yang kaki kanannya diamputasi di dekat lutut pada 2018 karena terkena tembakan tentara Israel, termasuk salah satu di antaranya. Dia memang  kehilangan mimpinya menjadi atlet parkour profesional. Tetapi, melihat teman-temannya melompat dari satu rintangan ke rintangan, pria berusia 18 tahun yang sekarang kadang-kadang menggunakan kaki palsu itu, tidak menghalanginya menekuni olahraga tersebut.

"Saya meminta teman-teman saya untuk membantu saya berjalan, dan sedikit demi sedikit saya bergerak dan melompat hampir seperti mereka," katanya, kepada AFP.

Parkour, olahraga ekstrem yang juga dikenal juga sebagai lari bebas, berasal dari Prancis pada 1990-an. Olahraga ini memadukan gerakan melompat, meloncat, berlari, dan berguling.

"Kadang-kadang saya merasa frustrasi, Tapi saya berkata pada diri sendiri bahwa jika saya bisa melakukan itu (lagi), segala sesuatu dalam hidup saya akan mudah," kata Aliwa. Dia mengatakan olahraga ini memberinya energi luar biasa.

Di Gaza, anak muda Palestina telah berlatih parkour selama bertahun-tahun. Mereka melompat dari reruntuhan ke reruntuhan lain di kota yang diperebutkan antara Israel dan Hamas. Olahraga itu tentu memiliki risiko. Itu sebabnya mengapa Jihad Abu Sultan, 32, membuka  akademi parkour pertama di Palestina dengan dukungan dari raksasa peralatan olahraga ternama Perancis, Decathlon.

"Saya mulai melakukan parkour pada 2005," ujar Abu Sultan, di klubnya di kamp pengungsi Al-Shati, dekat Gaza City. "Pada saat itu, kami tidak memiliki ruang khusus, kami berlatih di kuburan dan reruntuhan bangunan yang dihancurkan oleh Israel".

Abu Sultan mengatakan olahraga tersebut awalnya dipraktikkan secara sendiri-sendiri. Namun,dua bulan lalu, ketika dia berkumpul dengan sesama peminat Parkour, mereka mendirikan klub yang disebut "Wallrunners". “Kami pun mengajarkan olahraga ini dengan cara yang aman, jauh dari bahaya di jalanan," katanya kepada AFP.

Saat ini, ia sudah memiliki sekitar 70 anggota, termasuk tujuh remaja perempuan, yang dapat melompat dari satu balok kayu ke balok kayu lainnya, melakukan jungkir balik, dan berayun di palang paralel.

Menurut band Dunia, di Jalur Gaza yang telah berada di bawah blokade Israel selama lebih dari satu dekade,  jumlah pengangguran meningkat menjadi 65%, sebagian besar di antaranya kaum muda. Bagi sebagian orang, parkour seperti secercah cahaya ke dalam kehidupan mereka yang suram.

"Bagi generasi muda Palestina yang tumbuh di tengah pengangguran, ini telah menjadi metode ekspresi diri, pelarian, dan cara hidup," kata situs Wallrunners dalam bahasa Inggris. "Parkour itu muda, dinamis, dan subversif. Olahraga yang mungkin sesuai untuk tempat-tempat seperti Gaza, dan energi, kreativitas, dan ketahanan masa muda mereka, dibutuhkan."

Klub itu akan mengadakan kompetisi parkour pertama di Gaza pada Februari, jika pembatasan terkait dengan pandemi virus korona memungkinkan. (AFP/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya