Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PADA pertengahan 1990-an, adik perempuan saya sering menegur ayah lantaran lupa mencuci tangan ketika pulang kantor. Alasan dia, ayah bisa saja membawa virus atau bakteri ketika masuk rumah.
Kekhawatiran adik saya, yang kala itu duduk di tahun pertama Akademi Kesehatan Lingkungan, sebenarnya masuk akal. Namun, kita (termasuk saya kala itu) mungkin menganggap kekhawatiran itu berlebihan, terlalu parno (paranoid) kalau kata netizen.
Namun, lihatlah sekarang, orang bisa beberapa kali mondar-mandir mencuci tangan lantaran takut tertular virus korona. Aktivitas itu seolah jadi kebiasaan baru masyarakat. Padahal, sejak di sekolah dasar atau bahkan mungkin taman kanak-kanak, kita telah diajarkan tentang pentingnya aktivitas tersebut, terutama sebelum makan. Di sekolah menengah, pada mata pelajaran biologi, kita pun diajarkan tentang sejumlah penyakit yang dapat diakibatkan virus maupun bakteri dan bagaimana cara penularannya.
Kini, ketika pandemi merebak di mana-mana, kita tiba-tiba tersadar selama ini telah mengabaikan dan meremehkan science. Padahal, menurut sejarawan Yuval Noah Harari, meski terlihat sepele, kebiasaan mencuci tangan merupakan salah satu kemajuan terbesar bagi kesehatan manusia. Tindakan sederhana ini telah menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun. Kebiasaan (pentingnya mencuci tangan dengan sabun), kata dia, baru ditemukan ilmuwan pada abad ke-19. Sebelumnya, bahkan dokter dan perawat yang mengoperasi pasien pun, tidak pernah mencuci tangan.
“Saat ini miliaran orang setiap hari mencuci tangan, bukan karena mereka takut pada aturan, melainkan karena mereka memahami fakta dan tujuan sebenarnya,” kata profesor di Universitas Hebrew, Jerussalem, tersebut dalam tulisannya di Financial Times, pertengahan Maret lalu.
Tahun 2020 yang muram telah mengajarkan kita banyak hal. Selain pentingnya memercayai sains, kita juga harus percaya pada otoritas publik dan juga media. Selama beberapa tahun terakhir, kepercayaan itu mungkin telah dirusak oknum (termasuk politikus) yang tidak bertanggung jawab. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga dunia.
Menurut Harari, belum terlambat untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat, asalkan disertai keterbukaan informasi yang jelas. Apa yang dikatakan penulis buku Sapiens dan Homo Deus itu, menjadi krusial. Apalagi, kini sebagian orang masih belum percaya tentang efektivitas vaksin, belum lagi info seputar kehalalan dan anggapan remeh serta curiga terhadap negara asal-usul produsen vaksin tersebut.
Di sinilah perlunya penjelasan seterang-terangnya dari otoritas berwenang, terutama pakar kesehatan dan ahli virus. Paparkanlah seputar kegunaan, efektivitas, dampak, penerimaan, serta mekanisme distribusinya dan apa pentingnya program tersebut sehingga masyarakat paham. Selama menyangkut kesehatan dirinya, mereka pasti akan peduli, apalagi di tengah wabah yang telah menjadi trauma massal umat manusia ini. Tidak perlu paksaan, apalagi disertai kekerasan.
Masyarakat pun mesti mafhum agar kehidupan yang baru beberapa hari memasuki 2021 ini bisa kembali normal seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satunya tergantung sukses tidaknya program vaksinasi. Hal lain yang juga harus diingat tetap jaga kebersihan dan patuhi protokol kesehatan dengan menjaga jarak, memakai masker, serta mencuci tangan dengan sabun. Percayalah, kita mampu melewati wabah ini karena alam tidak pernah ingkar terhadap perilaku manusia.
Sejalan dengan penjelasan Kementerian Kesehatan yang menyebutkan vaksinasi booster covid-19 tetap direkomendasikan.
Pemakaian masker, khususnya di tengah kerumunan mungkin dapat dijadikan kebiasaan yang diajarkan kepada anak-anak.
Perusahaan ini fokus menggunakan teknologi vaksin berdasarkan mRNA pada Desember 2020, vaksin COVID-19 produksi mendapatkan izin penggunaan darurat di amerika serikat.
MEDIAINDONESIA.COM 20 Mei 2025 menurunkan berita berjudul ‘Covid-19 Merebak di Singapura dan Hong Kong, Masyarakat Diminta Waspada’.
Seiring dengan merebaknya kasus mpox, muncul banyak spekulasi yang menghubungkannya dengan vaksin covid-19.
Vaksin penguat atau booster Covid-19 masih diperlukan karena virus dapat bertahan selama 50-100 tahun dalam tubuh hewan.
MUSIM hujan telah tiba di berbagai wilayah Indonesia, membawa risiko meningkatnya sejumlah penyakit musiman. Kasus DBD di musim hujan akan mencapai puncaknya pada Desember 2024.
Meningkatnya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia yang mencapai 91 ribu maka diperlukan adanya upaya perlindungan diri dengan 3M dan vaksin
Kasus DBD di Kabupaten Cianjur mulai terpantau meningkat sejak Januari. Hingga akhir Maret, dilaporkan terdapat 278 kasus DBD dengan jumlah kematian sebanyak empat orang.
Lonjakan kasus merata di semua kecamatan di Kabupaten Subang. Saat ini, hampir setiap hari beberapa rumah sakit dan puskesmas di wilayah Kabupaten Subang juga dipadati pasien dengan gejala DBD.
Sejak Januari sampai Maret 2024, total 711 kasus DBD di sejumlah kabupaten di NTT.
DBD adalah penyakit yang mengancam jiwa dan sampai saat ini tidak ada pengobatan khusus untuk DBD, sehingga tindakan pencegahan bisa dibilang menjadi kunci penting.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved