Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Terlalu Positif Ternyata Bisa Berakibat Negatif

MI Weekend
05/11/2020 14:00
Terlalu Positif Ternyata Bisa Berakibat Negatif
Terlalu berpikir positif bisa membuat anda menjadi orang yang tidak acuh akan bahaya yang nyata.(Unsplash/ Ahmed Zayan)

MAMPU berpikir positif atau positive thinking selama ini dinilai sebagai karakter bagus. Orang yang selalu berpikir positif dianggap akan lebih berbahagia dalam hidup karena selalu dapat melihat sisi indah di keadaan apa pun.

Namun penelitian gabungan ilmuwan Cairnmiller Institute dan Deakin University – Australia menunjukkan jika pemikiran positif yang berlebihan dapat menciptakan ilusi yang akhirnya berisiko bagi kesehatan fisik dan mental. Dilansir dari Psychology Today pada Selasa (03/11), penilitian dari James Collard dan Mathew Fuller-Tyskiewicz itu memberi contoh terkait kebiasaan merokok dan minum alkohol.

Orang yang berpikir positif berlebihan bisa memiliki ilusi bahwa dua kebiasaan buruk itu tidak akan menimbulkan penyakit. Walaupun riset kesehatan yang menunjukkan bahaya merokok dan minum alkohol, ia akan tetap tidak acuh. Hal serupa juga bisa terjadi soal pandangannya terhadap wabah covid-19.

Para peneliti menggunakan survei dari Australian Unity Wellbeing Index, lalu memperoleh sampel sebanyak 528 pria dan 751 wanita dengan usia rata-rata 60 tahun serta setuju untuk menyelesaikan survei setiap tahunnya. Ada empat kategori ilusi positif dengan instrumen survei: keyakinan untuk meningkatkan diri, keyakinan untuk menolak ketidaksempurnaan, keyakinan irasional kontrol, serta keyakinan optimis irasional. Para responden penelitian pun menilai diri mereka dari 0-10 untuk topik pernyataan ‘saya selalu sukses dalam segala hal yang saya lakukan’ dan ‘saya tidak pernah membuat kesalahan’.

Para peneliti pun menambahkan subskala untuk menilai cara responden menangani situasi yang menantang. Pada kontrol utama, salah seorang responden setuju bahwa ‘saya menggunakan keterampilan saya untuk mengatasi masalah’. Pada kontrol sekunder, jika responden tidak sanggup untuk memenuhi tantangan maka aka setuju dengan pernyataan ‘saya mengingatkan diri saya sendiri bahwa saya lebih baik daripada orang lain’. 

Secara khusus, responden yang mendapatkan skor tertinggi pada setiap subskala ilusi positif juga mendapatkan skor tertinggi pada kecemasan, depresi, dan stres. Dari hasil penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa terlalu mempertahankan sifat positif melalui keyakinan irasional pada kenyataannya merusak kesehatan mental. 

Rangkaian penelitian ini menunjukan bahwa orang yang memiliki masalah dengan keyakinan ilusi positif memerlukan banyak upaya mental untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Ketika segala sesuatunya buruk, harus bekerja keras untuk berpura-pura seakan itu semua baik. Ketika ‘senam mental’ gagal, maka dapat mengakibatkan pengalaman cukup buruk (bisa juga menjadi depresi).

Hasil dari penelitian ini pun juga mengatakan bahwa berpikir realistis lebih baik untuk menjaga kesehatan mental. Ibarat kata, jika terjadi kesalahan karena diri sendiri memang bisa untuk mengalihkan semua kesalahan pada orang lain, namun tetap tidak akan merubah situasinya. (Yulia Kendriya Putrialvita/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya