Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
IA hanya sehelai kain. Dilengkapi dua tali pengikat, ukurannya cuma pas untuk menutupi hidung hingga dagu. Masker, begitu kita menyebutnya. Sebelum pandemi korona merebak, benda ini biasanya dipakai petugas medis dan pengangkut sampah. Kalau kita sering bepergian dengan kendaraan umum, seperti Trans-Jakarta, MRT, atau KRL, beberapa orang kadang juga terlihat mengenakan aksesori ini. Entah karena kesadaran kalau udara di Jakarta penuh polusi atau sekadar untuk menutupi hidung yang pesek.
Namun, akhir-akhir ini masker menjadi primadona dan perlengkapan wajib dalam berbusana. Di kantor, supermaket, pasar, dan kendaraan umum, ramai orang mengenakan masker. Mulai pejabat, artis, maupun orang biasa. Termasuk saya, yang dulu ogah pakai karena bikin pengap dan susah napas. Tidak hanya di Indonesia, masker juga dikenakan sebagian besar warga negara di dunia.
Bukan sekadar aksesori, masker malah kini sudah jadi objek hukum yang melibatkan aparatus negara. Menurut situs Mask4All, setidaknya ada lebih dari 50 pemerintahan di dunia yang mengeluarkan aturan soal masker, termasuk Indonesia. Sanksinya beragam. Mulai kerja sosial membersihkan jalan hingga denda ratusan ribu. Namun, seperti aturan penggunaan seat belt atau helm, ada saja pihak yang melanggar.
Di Amerika Serikat lebih unik lagi. Masker, bahkan jadi perdebatan dan identitas politik. Sebagian warga di ‘Negeri Paman Sam’ memang mematuhi otoritas kesehatan dan mau mengenakan masker untuk membatasi penyebaran covid-19, tetapi sebagian lain menolak karena dianggap membatasi kebebasan individu.
Jajak pendapat Pew Research Center seperti dikutip The Guardian baru-baru ini menyebutkan, Partai Demokrat lebih cenderung setuju penggunaan masker, sebaliknya di kubu Republik. Banyak gubernur Partai Demokrat yang mewajibkan warganya mengenakan masker. Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat mengatakan, jika dia terpilih akan mewajibkan orang mengenakan masker di ruang publik.
Sebaliknya, anggota Partai Republik ragu-ragu untuk memandatkan penggunaan masker, bahkan ketika di negara bagian mereka mulai ada lonjakan kasus baru setelah aturan lockdown dilonggarkan. Donald Trump, presiden dari Partai Republik, bahkan terang-terangan menolaknya. Dia tegas menyebut penggunaan kain kecil tersebut sebagai pernyataan politik para penentangnya. Trump pun mengejek Biden, rival politiknya, karena mengenakan masker di muka umum.
Pesan para elite tersebut tentu membingungkan publik sehingga menjadikan masker sebagai culture war (perang budaya). Beberapa toko memasang tanda yang memberi tahu pelanggan bahwa mereka tidak diwajibkan memakai masker. Sementara itu, karyawan ritel di tempat lain, harus menghadapi makian pelanggan yang menolak untuk memakainya.
Masyarakat, terutama para karyawan toko, menjadi korban pertama perang wacana ini. Kasus paling ekstrem terjadi di Flint, Michigan, seorang satpam supermarket ditembak pada 4 Mei lalu. Persoalannya sepele, dia menegur seorang ibu agar putrinya memakai masker untuk memasuki toko. Sang ibu tidak terima dan marah, lalu memanggil suaminya yang lantas menembak sang penjaga toko tadi hingga tewas.
Beberapa ahli mengatakan resistansi terhadap masker bisa berasal dari pesan pejabat kesehatan pada awal pandemi yang membingungkan. Kita juga mungkin ingat ketika di awal pandemi, WHO mengatakan masker tidak diperlukan bagi siapa pun yang tidak menunjukkan gejala. Namun, belakangan pernyataan itu diralat sehingga orang banyak menimbun, terutama masker medis, sehingga harganya melambung. Aturan itu kemudian berubah lagi, masker dari kain biasa pun bisa untuk menangkal penyebaran virus.
Ini yang lalu membuka peluang bisnis. Dari penjahit rumahan hingga rumah mode dunia, ramai-ramai memproduksi masker. Dari yang harganya goceng (Rp5.000) di pinggir jalan hingga puluhan juta buatan Louis Vuitton. Dari yang polos, warna-warni, hingga bermotif batik. Begitulah, masker kini telah menjadi bagian dari komoditas budaya, politik, maupun ekonomi. Bukan lagi sekadar kain lusuh penangkal virus dan ingus.
Menyikapi wacana dominan kultural semacam ini, kata Stuart Hall yang memodifikasi teori hegemoni Antonio Gramsci, kita boleh menerima (memakainya sesuai aturan), bernegosiasi (sekadar menggantungkannya di leher), atau bahkan menolaknya (tidak memakai sama sekali dan menganjurkan orang untuk tidak menggunakannya). Terserah Anda, mau ikut Biden atau Trump. Kalau saya sih menyarankan gunakanlah dengan penuh kesadaran. Demi diri sendiri, keluarga, dan orang di sekitar. Kecuali Anda sekeluarga memang ingin menginap di rumah sakit atau Wisma Atlet.
Studi baru menunjukkan peningkatan signifikan dalam komplikasi penyakit terkait alkohol di kalangan perempuan paruh baya selama periode pandemi covid-19.
Kasus peningkatan signifikan mata minus atau Myopia Booming kini menjadi perhatian serius, terutama karena dapat berdampak buruk pada masa depan anak-anak
Sebuah studi menunjukan selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan rawat unap untuk remaja berusia 12 hingga 17 tahun karena gangguan makan.
Produk skincare dan kesehatan menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat, terutama kaum perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh tren kecantikan dan gaya hidup sehat.
Instansi di lingkungan Pemkab Tasikmalaya diharapkan bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan gencar melakukan sosialisasi
Di Kabupaten Cianjur belum ditemukan adanya kasus covid-19. Namun tentu harus diantisipasi karena diinformasikan kasus covid-19 kembali melonjak.
Berkat prestasi itu, para Army (sebutan untuk fan BTS) membandingkan musikus idola mereka dengan band legendaris Inggris, The Beatles.
BEBERAPA hari lalu, seorang kawan membagikan video di akun Facebook-nya.
Resesi adalah kondisi pertumbuhan ekonomi minus di dua kuartal berturut-turut. Sejumlah negara, termasuk Singapura, malah sudah terjerembap lebih dulu.
SEJAK tiga bulan terakhir, saya jadi sering nonton Youtube, tapi bukan gosip atau talk-show politik. Berat dan membosankan.
SAYA senyum-senyum sendiri ketika membaca salah satu laporan di New York Times yang diunggah pada 19 Oktober 2020
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved