Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Menggalang Solidaritas lewat Ruang Digital

Try/M-2
16/8/2020 04:00
Menggalang Solidaritas lewat Ruang Digital
Daisy Indira Yasmine(DOK PRIBADI)

DEWASA ini, suatu konten dari influencer/youtuber dapat berpengaruh cukup besar terhadap pengikut/subscribernya, terutama dari kalangan anak muda. Jika dikaitkan dengan semangat nasionalisme di tengah suasana peringatan HUT ke-75 Proklamasi RI ini, sepatutnya para pemengaruh mengambil peran signifikan dalam memperkuat soliditas dan solidaritas anak bangsa.

“Sekarang mulai berkembang aktivisme dalam ruang digital. Selama masa pandemi ini, banyak juga contoh gerakan solidaritas yang dibangun secara digital. Namun, memang tetap perlu penguatan karena bentuk dan motivasi gerakan juga beragam. Ancaman bahwa gerakan hanya untuk kepentingan pribadi dan bahkan komersialisasi tetap ada,” jelas sosiolog Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia Daisy Indira Yasmine saat dihubungi, Rabu (12/8).

Dalam berinteraksi di ruang digital yang terbuka dan bebas, lanjutnya, dibutuhkan penegakan etika (netiquette). Dari menjaga privasi, informed consent (meminta izin kepada orang-orang yang terlibat dalam konten ketika akan disebarluaskan), menghargai hak cipta orang lain (nonplagiarism), tidak menyebarluaskan berita bohong, penggunaan bahasa, serta menjelaskan ke publik jika konten yang dibuat punya potensi menyalahi etika tersebut.

"Hal-hal seperti ini sangat penting disosialisasikan mendalam kepada seluruh pengguna internet sebagai sebuah panduan ketika berinteraksi dalam ruang digital agar hak-hak setiap orang terlindungi. Hak dan kewajiban sebagai netizen."

Dengan memahami itu, para konsumen dari konten-konten yang dibuat juga bisa aktif mengingatkan dan melaporkan jika ada pelanggaran. Sebelum itu, sebenarnya ruang digital, khususnya media sosial, juga memiliki fitur untuk langsung memberikan posisi, seperti 'unlike', 'unfollow', hingga 'unsubscribe' bagi konsumen.

Selain itu, sanksi sosial (public shaming) di internet  juga mulai banyak digunakan walau hal ini masih menuai perdebatan mengenai efektivitas dan dampaknya, bentuknya dari cancel culture sampai review negatif.

"Intinya, pelanggaran mungkin terjadi, tetapi sanksi ideal adalah ketika kita semua sebagai warganet paham betul dan memiliki kesepakatan bersama tentang nilai yang dijunjung tinggi dalam ruang digital, termasuk pihak pelaku usaha platform digital. Teknologi pencegahan kejahatan di ruang digital juga harus terus dikembangkan,” kata Daisy. (Try/M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya