Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Indonesia Suguhkan Ayat-Ayat yang Hilang di Venice Biennale 2019

Galih Agus Saputra
25/4/2019 19:00
Indonesia Suguhkan Ayat-Ayat yang Hilang di Venice Biennale 2019
Foto bersama usai jumpa pers keikutsertaan Indonesia dalam Venice Biennale 2019.(Dok. YDAI)

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama Yayasan Design+Art Indonesia (YDAI) kembali mengadirkan Paviliun Indonesia di perhelatan seni rupa tertua dan terkemuka di dunia, Venice Biennale. Dalam gelaran tahun ini, Bekraf dan YDAI hendak mengemas Paviliun Indonesia dengan karya kolaboratif bertajuk ‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’. Karya itu akan dipajang di sana selama kurang lebih enam bulan, sejak 11 Mei hingga 24 November mendatang.

Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam salam pembukanya mengatakan, kesempatan tersebut merupakan kebanggaan bersama bagi masyarakat seni rupa kontemporer Indonesia. “Dalam perhelatan seni rupa tertua, terbesar, dan paling berwibawa di dunia inilah Indonesia akan tampil lewat paviliun yang berdiri berkat kerja kolaborasi para insan seni rupa terpilih. Di hadapan publik seni rupa kontemporer internasional, Indonesia dapat kembali menghadirkan tawaran gagasan dan wawasan, sebagai bentuk kontribusi kita pada seni rupa dunia,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Media Indonesia, Rabu (24/4).

‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’ merupakan karya kolaboratif yang diperoleh dari hasil seleksi undangan terbatas sejak September lalu. Ada delapan proposal yang diterima Dewan Juri, yang terdiri dari Dolorosa Sinaga, Nirwan Dewanto, Jim Supangkat, St. Sunardi, dan Bambang Sugiharto. Dari sejumlah proposal itu, Dewan Juri kemudian memilih karya kolaboratif antara Kurator Asmujo Djono Irianto, Asisten Kurator Yacobus Ari Respati, serta seniman Handiwirman Saputra dan Syagini Ratna Wulan.

Bambang Sugiharto mengatakan, dasar pertimbangan Dewan Juri memilih karya seniman tersebut karena adanya relevansi isu yang mereka ajukan dengan dunia seni global. Tidak hanya itu, unsur kelokalan Indonesia, kematangan, dan kedalaman pengolahan gagasan, serta keterpaduan antara gagasan dengan konfigurasi visual karya juga menjadi bahan pertimbangannya.

“Seperti kita ketahui, seni rupa mutakhir memang cenderung intelektualistik—sangat menekankan pengolahan gagasan. Dengan kerangka tersebut, para juri kemudian memutuskan bahwa kelompok tersebut adalah yang paling memadai untuk tampil mewakili Indonesia di Venice Biennale 2019,” tuturnya.

Handiwirman dan Syagini sendiri mengaplikasikan ‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’ ke dalam karya instalasi yang terdiri dari runutan lima komponen. Mereka merepresentasikan sekaligus mempertanyakan kondisi dan proses seni rupa di Indonesia dalam kaitan sejarah, adaptasi dan pergaulan dunia, serta masa depan dan perannya di masyarakat. Kelima komponen instalasi tersebut terdiri dari Meja Runding, Susunan Kabinet, Buaian, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.

Semuanya dirangkai menjadi satu agar dapat memberikan pengalaman tontonan yang melibatkan seni mengamati, memahami, dan berpikir, serta menarasikan garis besar dan kecil dalam alur berkehidupan di tengah mutakhirnya masyarakat dan budaya Indonesia.

“Keseluruhan instalasi dalam paviliun ini mempresentasikan sebuah konstruksi labirin raksasa. Ia menjadi permainan bagi tiap individu yang terjerumus dalam jebakan waktu di tengah dunia yang terus berkembang dan beraneka ragam. Menariknya, hasil eksplorasi setiap pengunjung akan berbeda-beda sesuai dengan keputusan-keputusan yang mereka ambil,” tutur kurator Asmujo Djono.

Ketua Komisioner Paviliun Indonesia Venice Biennale 2019, Ricky Pesik selanjutnya mengatakan, bisa dibilang karya ini adalah salah satu cara untuk mengundang lebih banyak apresiasi publik terhadap perkembangan praktik dan pemikiran seni rupa kontemporer Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Tidak hanya itu, ia juga berharap karya tersebut dapat mewarnai perayaan hubungan diplomatik ke-70 tahun antara Indonesia dan Italia.

“Dalam usianya yang ke-70 tahun, hubungan bilateral antara kedua negara ini mengangkat Ekonomi Kreatif sebagai salah satu fokus utamanya. Melalui aktivitas pertukaran budaya, berbagi sumber daya, serta berbagai bentuk lainnya, kami yakini hubungan diplomatik Indonesia dan Italia dapat menjadi penyokong perkembangan dan kemajuan ekonomi kreatif di kedua negara yang tak diragukan lagi keunggulan potensinya,” imbuh Ricky, dalam sambutan pembukanya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya