Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama Yayasan Design+Art Indonesia (YDAI) kembali mengadirkan Paviliun Indonesia di perhelatan seni rupa tertua dan terkemuka di dunia, Venice Biennale. Dalam gelaran tahun ini, Bekraf dan YDAI hendak mengemas Paviliun Indonesia dengan karya kolaboratif bertajuk ‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’. Karya itu akan dipajang di sana selama kurang lebih enam bulan, sejak 11 Mei hingga 24 November mendatang.
Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam salam pembukanya mengatakan, kesempatan tersebut merupakan kebanggaan bersama bagi masyarakat seni rupa kontemporer Indonesia. “Dalam perhelatan seni rupa tertua, terbesar, dan paling berwibawa di dunia inilah Indonesia akan tampil lewat paviliun yang berdiri berkat kerja kolaborasi para insan seni rupa terpilih. Di hadapan publik seni rupa kontemporer internasional, Indonesia dapat kembali menghadirkan tawaran gagasan dan wawasan, sebagai bentuk kontribusi kita pada seni rupa dunia,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Media Indonesia, Rabu (24/4).
‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’ merupakan karya kolaboratif yang diperoleh dari hasil seleksi undangan terbatas sejak September lalu. Ada delapan proposal yang diterima Dewan Juri, yang terdiri dari Dolorosa Sinaga, Nirwan Dewanto, Jim Supangkat, St. Sunardi, dan Bambang Sugiharto. Dari sejumlah proposal itu, Dewan Juri kemudian memilih karya kolaboratif antara Kurator Asmujo Djono Irianto, Asisten Kurator Yacobus Ari Respati, serta seniman Handiwirman Saputra dan Syagini Ratna Wulan.
Bambang Sugiharto mengatakan, dasar pertimbangan Dewan Juri memilih karya seniman tersebut karena adanya relevansi isu yang mereka ajukan dengan dunia seni global. Tidak hanya itu, unsur kelokalan Indonesia, kematangan, dan kedalaman pengolahan gagasan, serta keterpaduan antara gagasan dengan konfigurasi visual karya juga menjadi bahan pertimbangannya.
“Seperti kita ketahui, seni rupa mutakhir memang cenderung intelektualistik—sangat menekankan pengolahan gagasan. Dengan kerangka tersebut, para juri kemudian memutuskan bahwa kelompok tersebut adalah yang paling memadai untuk tampil mewakili Indonesia di Venice Biennale 2019,” tuturnya.
Handiwirman dan Syagini sendiri mengaplikasikan ‘Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba’ ke dalam karya instalasi yang terdiri dari runutan lima komponen. Mereka merepresentasikan sekaligus mempertanyakan kondisi dan proses seni rupa di Indonesia dalam kaitan sejarah, adaptasi dan pergaulan dunia, serta masa depan dan perannya di masyarakat. Kelima komponen instalasi tersebut terdiri dari Meja Runding, Susunan Kabinet, Buaian, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.
Semuanya dirangkai menjadi satu agar dapat memberikan pengalaman tontonan yang melibatkan seni mengamati, memahami, dan berpikir, serta menarasikan garis besar dan kecil dalam alur berkehidupan di tengah mutakhirnya masyarakat dan budaya Indonesia.
“Keseluruhan instalasi dalam paviliun ini mempresentasikan sebuah konstruksi labirin raksasa. Ia menjadi permainan bagi tiap individu yang terjerumus dalam jebakan waktu di tengah dunia yang terus berkembang dan beraneka ragam. Menariknya, hasil eksplorasi setiap pengunjung akan berbeda-beda sesuai dengan keputusan-keputusan yang mereka ambil,” tutur kurator Asmujo Djono.
Ketua Komisioner Paviliun Indonesia Venice Biennale 2019, Ricky Pesik selanjutnya mengatakan, bisa dibilang karya ini adalah salah satu cara untuk mengundang lebih banyak apresiasi publik terhadap perkembangan praktik dan pemikiran seni rupa kontemporer Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Tidak hanya itu, ia juga berharap karya tersebut dapat mewarnai perayaan hubungan diplomatik ke-70 tahun antara Indonesia dan Italia.
“Dalam usianya yang ke-70 tahun, hubungan bilateral antara kedua negara ini mengangkat Ekonomi Kreatif sebagai salah satu fokus utamanya. Melalui aktivitas pertukaran budaya, berbagi sumber daya, serta berbagai bentuk lainnya, kami yakini hubungan diplomatik Indonesia dan Italia dapat menjadi penyokong perkembangan dan kemajuan ekonomi kreatif di kedua negara yang tak diragukan lagi keunggulan potensinya,” imbuh Ricky, dalam sambutan pembukanya.
Dalam buku berjudul Multiple Intelligences: The theory in practice, seorang psikologi bernama Howard Gardner membagi kecerdasan manusia dalam delapan bidang. Apa saja itu?
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini semakin meluas, termasuk di bidang seni. Seperti apa praktiknya?
Memanfaatkan kekuatan garis-garis geometris serta logika pertemuan antara bentuk yang bersifat presisi dan akurat dirasakan sebagai kesunyian.
seni anamorphic bukan hanya sekadar karya visual. Ia mengangkat Jakarta sebagai pusat kreativitas sejajar dengan kota-kota besar di negara maju seperti Tokyo dan Seoul.
Pameran ini berlangsung mulai tanggal 1 sampai dengan 10 Desember mendatang.
SEBANYAK 205 film dari 25 negara Asia Pasifik mengikuti Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023 di Yogyakarta.
IKATAN Keluarga Minangkabau (IKM) mengelar turnamen Golf Open memperebutkan piala bergilir Menteri Kebudayaan di Permata Sentul Golf Club, Bogor, Jawa Barat
Konsep yang dihadirkan beragam seperti teater, karya seni hingga pameran keindahan dari lokasi wisata yang ada.
Dalam Pesta Rakyat Pabrik Gula, berbagai macam penampilan seni dan budaya seperti yang ada di film ditampilkan seperti kuda lumping dan manten tebu
Moderasi agama dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya melalui kesenian.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
DEWAN Kesenian Klaten, Jawa Tengah, menggelar pameran seni rupa, macapat dan geguritan di Joglo Monumen Juang 45 Klaten, Minggu (27/10).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved