Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Turn waste into love. Demikian prinsip dari bisnis yang dijalankan Zara Tentriabeng, pemilik Hexagon, entitas yang memproduksi perhiasan berbahan baku limbah atau barang tidak terpakai.
"Prinsip kita itu adalah turn waste into love. Kalau masih bisa dipakai lagi, jangan dibuang, bukan hording juga. Tapi kalau memang bisa di-repurpose lagi, kenapa tidak?" ujarnya kepada Media Indonesia baru-baru ini.
Zara memulai bisnisnya sejak 10 tahun silam. Ia mendaur ulang limbah-limbah seperti kayu, plastik, hingga akrilik untuk dijadikan sesuatu yang menarik mata dan elegan. Ragam produk yang dihasilkan di antaranya ialah gelang, kalung, hingga anting.
Baca juga : Ikut Program BRILianpreneur, Produk Noesa Sampai ke Prancis
Ia juga terus menggali ide dan mencari material limbah yang dapat dijadikan atau dipadukan dengan produk-produknya. Inovasi yang belakangan ini banyak diminati, kata Zara, ialah produk yang mengandung limbah make up.
Pemanfaatan limbah make up mulai tercetus oleh Zara di 2020. Ide itu muncul lantaran ketika pandemi covid-19 merebak ia tak banyak bepergian sehingga make up miliknya tak terpakai.
"Saya daur ulang make up saya, saya pikir mungkin bisa saya generate beberapa warna untuk diaplikasikan. Setelah saya coba-coba, ternyata yang paling mungkin bisa digunakan adalah powder substance. Jadi seperti eye shadow, blush on, dan lainnya," jelas dia.
Baca juga : BRI Komitmen Dukung Perekonomian Melalui Pemberdayaan UMKM
"Jadi recycle make up baru dimulai 2020, dan itu diterima baik sekali di pasar Indonesia dan internasional. Jadi kadang customer juga sering kirim ke saya make up mereka yang tidak terpakai untuk bisa digunakan di aksesoris," tambah Zara.
Produk-produk Hexagon telah mendarat di banyak negara. Beberapa di antaranya ialah Amerika Serikat, Australia, Italia, Rusia, dan Jepang. Zara aktif mengikuti berbagai pameran, baik yang diselenggarakan oleh inisiator dalam maupun luar negeri.
Untuk menjajak pasar ekspor, Zara mengaku tak pernah absen mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh kedutaan-kedutaan di Indonesia. Sasaran pasarnya, kata dia, tentunya para ibu-ibu.
Baca juga : Bawa Misi Indonesia Miliki Global Brand Cokelat Ternama
"Ada perkumpulan British Woman Association, American Woman Association, The Australian and New Zealand Association, mereka suka buat pameran, dan saya mempelajari market dari sana. Saya itu bagus sekali di British. Mereka biasanya orang Eropa. ANZA juga oke, saya ada buyer di Queensland dan Victoria," terangnya.
Teranyar, Zara juga baru menyelesaikan permintaan ekspor dari Jepang. Negeri Matahari Terbit, lanjutnya, bisa dibilang menjadi negara yang paling menyukai produk-produk buatan Hexagon.
Selain rajin mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh kedutaan-kedutaan, Zara juga aktif mengikuti eksibisi yang diselenggarakan dari pihak dalam negeri. Salah satu yang ia ikuti ialah BRILIanpreneur, program milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Baca juga : Pelaku UMKM Juga Butuh Dibantu Pemasaran, Bukan Hanya Pembiayaan
Kegiatan pameran itu diakui Zara telah mempertebal omzetnya. Belasan juta berhasil ia kantongi melalui pameran yang ia ikuti. Secara rerata, omzet sebulan yang dikumpulkan Zara berkisar Rp15 juta hingga Rp10 juta.
Hexagon juga langganan menjadi UMKM yang mendapatkan pelatihan dari bank BRI. Zara menyatakan, dukungan yang diberikan ke usahanya amat bermanfaat bagi kelangsungan geliat bisnisnya.
"Waktu tahun lalu kita diundang BRILianpreneur, BRI membuka kita untuk mendapat buyer lebih gampang, dia membuka kita untuk dapat pameran. Kurator dari BRI itu juga luar biasa hebat, mereka juga membuka kesempatan untuk pameran bersama kurator itu. jadi benar-benar mereka itu mendukung," jelasnya.
"Saya juga suka ikut pasar keliling dan kerja sama dengan BRI. Mereka itu support sekali, either mereka dukung dengan memberikan kita edisi, itu membuat kita lebih gampang. Karena kalau turis asing itu mereka biasanya lebih banyak transaksi pakai uang cash atau menggunakan edisi," lanjut Zara.
Dia juga mengaku dari sekian banyak pameran yang ia ikuti, sarana untuk melakukan transaksi secara digital yang digunakan ialah QRIS yang diberikan oleh BRI. Ia mendapatkan QRIS tersebut saat pertama kali mengikuti BRILianpreneur di 2022.
Dalam waktu dekat, ia juga akan mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh Dekranas di Solo. Zara mengatakan kemungkinan besar akan menghadirkan produk baru pada bazar tersebut, yakni tusuk konde.
"Salah satu kurator saya merekomendasikan untuk buat itu. saya rasa itu ide bagus, sekarang lagi trial and error. Karena saya ini kalau produknya tidak cantik, saya tidak mau tampilkan itu ke publik. Mudah-mudahan ini akan berhasil," jelasnya.
Ke depan, Zara ingin terus memperluas jangkauan pasarnya ke Uni Emirat Arab dan Eropa Timur. Dia meyakini, produk Hexagon yang berorientasi pasa slow fashion (mode lambat) akan menjadi keunggulan tersendiri dibanding produk perhiasan lainnya.
Slow fashion merupakan aspek mode berkelanjutan, kebalikan dari fast fashion (mode cepat). Prinsip-prinsip yang dianut dalam slow fashion di antaranya ialah keberagaman; global-lokal; menyesuaikan dengan kepribadian; terhubung secara dalam dengan dampak; biaya asli dari biaya lingkungan dan sosial.
"PR saya masih banyak sekali, masih bisa ada yang bisa dilakukan untuk membuat usaha lebih maju, stabil dari sisi keuangan. Jadi saya ingin terus berinovasi, mengembangkan pasar. Harapan saya, saya bisa menemukan material baru untuk dikembangkan, saya terus cari," pungkas Zara.
Desa Benteng, Kabupaten Bogor, bersolek menjadi salah satu desa wisata yang ada di Jawa Barat. Perjalanannya menjadi desa edu agrotourism boleh dibilang cukup panjang.
Kemajuan sistem pembayaran di Indonesia berkembang cukup pesat. Salah satu contohnya adalah penerapan pembayaran nontunai menggunakan gawai melalui QRIS
Pandemi covid-19 yang terjadi empat tahun lalu ternyata tidak melulu menjadi cobaan. Itu juga membawa keuntungan bagi beberapa pihak, salah satunya adalah Huggy Boo.
Huggy Boo, jenama fesyen lokal bertemakan pakaian keluarga ciptaan Novita Hapsari memiliki sebuah arti yang menarik. Huggy Boo sendiri diartikan sebagai memeluk kesayangan.
Perkembangan jenama Huggy Boo yang kini tengah dalam proses kerja sama dengan Marc Jacobs untuk dipasarkan di luar negeri, tidak membuat sang pemiliknya, Novita Hapsari, berpuas diri.
Fitri Aprilia memulai bisnisnya sebagai perajin makrame sejak 2019. Berawal dari coba-coba, usahanya tersebut kini berbuah manis dan terus berkembang.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) berkomitmen untuk terus mendukung perekonomian nasional. Ini dilakukan perseroan melalui pemberdayaan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Sejak 2016, Natali menjalankan bisnis Rollie Bakery and Cookies di rumahnya, Bogor, Jawa Barat. Ia bergelut ke industri kudapan setelah dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja saat itu.
Keputusan Sari Priskila mengolah limbah kayu adalah kunci perjalanan Madam Retro dalam dunia furnitur. Produk dekorasi rumah bergaya antik dan klasik itu mulai berjalan pada 2016.
Pemilik Lacedream Macrame, Fitri Aprilia, berkomitmen dan memiliki mimpi besar untuk membuat perempuan berdaya.
Sukarjo, seorang Agen BRILink di Pasar Musi, Depok, Jawa Barat, mengaku senang bisa ambil peran dalam mendorong usaha pedagang pasar dan keperluan warga sekitar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved