Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PARA ilmuwan memperkirakan bahwa lubang hitam mampu mengubah sisa-sisa bintang yang telah mati menjadi energi gelap, sehingga mempercepat laju perluasan alam semesta. Gagasan ini dikenal dengan hipotesis Cosmologically Coupled Black Hole (CCBH).
Berdasarkan teori ini, lubang hitam tidak semata berfungsi sebagai “pemakan materi”. Lubang hitam bisa berupa gelembung kecil yang menyimpan energi gelap.
Singkatnya, ketika bintang raksasa mati dan intinya runtuh menjadi lubang hitam, sebagian dari materinya mungkin turut bertransformasi menjadi energi gelap. Hipotesis ini muncul setelah para peneliti melihat data dari Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI). Instrumen tersebut menunjukkan bahwa kekuatan energi gelap ternyata tidak konstan, melainkan berubah seiring waktu.
Temuan ini tidak sejalan dengan model kosmologi utama yang kita gunakan saat ini, yakni Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), yang beranggapan energi gelap selalu tetap.
Menurut penjelasan para ilmuwan, energi gelap tidak langsung mendominasi sejak awal. Baru sekitar 9–10 miliar tahun setelah Big Bang, energi gelap mulai “mengalahkan” pengaruh materi dan gravitasi.
Hipotesis CCBH menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena energi gelap baru bisa muncul setelah alam semesta cukup mendingin untuk memungkinkan bintang lahir dan mati. Dengan demikian, jumlah energi gelap seharusnya berkaitan erat dengan laju pembentukan bintang di alam semesta.
Hasil DESI sejalan dengan data dari Teleskop Hubble dan Teleskop James Webb (JWST), yang merekam laju pembentukan bintang di masa lampau. Hal inilah yang membuat para ilmuwan semakin yakin untuk meneliti CCBH lebih jauh.
Menariknya, hipotesis ini juga berpotensi menjawab teka-teki lama tentang partikel hantu yang disebut neutrino. Partikel ini jumlahnya sangat banyak di alam semesta, namun hampir tanpa massa dan sangat sulit dideteksi.
Beberapa perhitungan bahkan menghasilkan nilai massa neutrino yang “negatif,” sesuatu yang tidak masuk akal secara fisika. Dengan memasukkan faktor konversi materi bintang mati menjadi energi gelap lewat CCBH, masalah ini bisa teratasi. Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa baryon (seperti proton dan neutron) terus berkurang sejak Big Bang karena bertransformasi menjadi energi gelap.
Hal ini membuat perhitungan massa neutrino jadi lebih masuk akal dan sesuai dengan hasil eksperimen di Bumi.
Meski hasil awal ini menarik, para peneliti menegaskan bahwa hipotesis CCBH belum bisa dianggap sebagai teori kosmologi baru. Diperlukan lebih banyak data, analisis, serta uji ketat dari komunitas ilmiah internasional.
Mengutip dari laman Space hal ini dijelaskan oleh peneliti DESI dari Boston University, Steve Ahlen.
“Ini memang terdengar di luar kebiasaan, tapi justru begitulah cara kerja sains, kita harus berani mengajukan ide-ide baru, lalu mengujinya sekeras mungkin,” ujar Ahlen. (Space/Z-2)
Penelitian terbaru memicu dugaan energi gelap tak konstan. Alam semesta bisa berhenti mengembang dan runtuh dalam Big Crunch lebih cepat dari perkiraan.
Fisikawan Nikodem Poplawski mengajukan teori mengejutkan: alam semesta berputar, dan ini bisa menjelaskan melemahnya energi gelap.
Penelitian terbaru mengungkap bahwa energi gelap—kekuatan misterius yang selama ini diyakini mempercepat perluasan alam semesta—mungkin tidak bersifat konstan
Penelitian terbaru dari tim Dark Energy Spectroscopic Instrument (Desi) di Observatorium Kitt Peak, Arizona, menunjukkan energi gelap tampaknya mulai melemah.
Para ilmuwan berpendapat bahwa energi gelap, yang selama ini dipahami sebagai kekuatan misterius yang mendorong percepatan perluasan alam semesta, mungkin sebenarnya tidak ada
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved