Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Energi Gelap Melemah? Penelitian Baru Bisa Mengubah Pemahaman tentang Alam Semesta

Thalatie K Yani
20/3/2025 08:16
Energi Gelap Melemah? Penelitian Baru Bisa Mengubah Pemahaman tentang Alam Semesta
Penelitian terbaru dari tim Dark Energy Spectroscopic Instrument (Desi) di Observatorium Kitt Peak, Arizona, menunjukkan energi gelap tampaknya mulai melemah.(DESI Survey)

ENERGI gelap, kekuatan misterius yang mendorong ekspansi alam semesta, tampaknya melemah, menurut sebuah survei yang berpotensi “menggulingkan” pemahaman ilmuwan tentang nasib kosmos.

Jika temuan ini dikonfirmasi, hasil penelitian dari tim instrumen spektroskopi energi gelap (Dark Energy Spectroscopic Instrument atau Desi) di Observatorium Nasional Kitt Peak, Arizona, dapat berdampak besar pada teori evolusi alam semesta. Penemuan ini membuka kemungkinan ekspansi alam semesta yang saat ini masih berlangsung dapat berbalik arah dan berakhir dalam skenario “big crunch” atau kehancuran besar.

Sebuah hipotesis yang menyatakan energi gelap mencapai puncaknya miliaran tahun lalu, juga akan menjadi perubahan signifikan pertama dalam beberapa dekade terhadap model teoretis alam semesta yang selama ini diterima luas.

Prof. Alexie Leauthaud-Harnett, juru bicara Desi dan kosmolog di University of California, Santa Cruz, mengatakan, “Apa yang kami lihat sangat menarik. Ini menggairahkan karena kami mungkin berada di ambang penemuan besar tentang energi gelap dan sifat fundamental alam semesta kita.”

Energi Gelap: Dari Ditemukan hingga Dipertanyakan

Energi gelap pertama kali ditemukan pada akhir 1990-an ketika para astronom menggunakan ledakan supernova jauh untuk menyelidiki bagaimana laju ekspansi kosmos berubah seiring waktu. Awalnya, mereka memperkirakan gravitasi seharusnya memperlambat ekspansi yang dimulai sejak Big Bang. Namun, pengamatan terhadap supernova justru menunjukkan laju ekspansi semakin cepat, didorong kekuatan tak dikenal yang kemudian disebut energi gelap.

Selama ini, energi gelap diasumsikan sebagai sesuatu yang konstan, yang berarti alam semesta akan berakhir dalam skenario suram yang dikenal sebagai big freeze, di mana segala sesuatu akhirnya berada begitu jauh satu sama lain sehingga bahkan cahaya tidak dapat menjembatani jarak antar galaksi. Namun, temuan terbaru yang diumumkan pada Kamis dalam Global Physics Summit yang diselenggarakan American Physical Society di Anaheim, California, menantang pandangan tersebut.

Memetakan Alam Semesta dengan Desi

Instrumen Desi menggunakan 5.000 “mata” serat optik untuk memetakan alam semesta dengan presisi yang belum pernah ada sebelumnya. Data terbaru yang dirilis mencakup 15 juta galaksi dalam rentang sejarah 11 miliar tahun, menghasilkan peta tiga dimensi alam semesta yang paling detail hingga saat ini.

Hasil penelitian menunjukkan energi gelap mencapai puncaknya saat alam semesta berusia sekitar 70% dari usianya saat ini. Kini kekuatannya telah melemah sekitar 10%. Ini berarti ekspansi alam semesta masih terus dipercepat, tetapi energi gelap mulai “mengendurkan tekanannya.”

Prof. Carlos Frenk, kosmolog dari University of Durham dan anggota tim Desi, mengatakan, “Apa yang kami temukan adalah, ya, ada sesuatu yang mendorong galaksi menjauh satu sama lain, tetapi kekuatan itu tidak konstan. Ia mulai melemah.”

Dari Skeptis Menjadi Percaya

Temuan ini belum mencapai ambang batas lima sigma, standar emas dalam fisika untuk mengklaim sebuah penemuan. Namun, banyak anggota tim Desi yang sebelumnya skeptis kini mulai mendukung hasil ini dengan yakin.

“Saya tidak ragu,” kata Frenk. “Saya telah melihat data dengan cermat. Bagi saya, ini adalah hasil yang kuat. Kita sedang menyaksikan runtuhnya paradigma lama dan munculnya paradigma baru.”

Prof. John Peacock, kosmolog dari University of Edinburgh dan anggota tim Desi yang tahun lalu masih skeptis terhadap teori energi gelap yang berubah, kini ikut yakin. “Klaim ekstrem memerlukan bukti ekstrem,” katanya. “Hampir tidak ada hal dalam sains yang akan saya pertaruhkan rumah saya. Tapi saya akan bertaruh £1.000 untuk hasil ini.”

Namun, tidak semua ilmuwan langsung menerima temuan ini. Prof. George Efstathiou dari University of Cambridge, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyatakan, “Kesimpulan saya dari analisis ini adalah bahwa pengukuran yang ada belum memberikan bukti meyakinkan tentang perubahan energi gelap. Mungkin di masa depan, ketika Desi mengumpulkan lebih banyak data.”

Apakah Alam Semesta Akan Mengalami Big Crunch?

Jika energi gelap terus melemah hingga mencapai nilai negatif, alam semesta diprediksi akan berakhir dalam skenario kehancuran besar yang dikenal sebagai big crunch, di mana ekspansi berbalik menjadi kontraksi hingga seluruh materi dan ruang runtuh kembali ke titik awalnya.

Para ilmuwan belum mengetahui mengapa energi gelap, yang diperkirakan mencakup sekitar 70% dari alam semesta tampaknya semakin melemah. Apakah ini berarti hukum fisika sedang berubah? Atau ada komponen penting yang masih hilang dalam pemahaman kita?

Prof. Ofer Lahav, astronom dari University College London dan anggota tim Desi, mengatakan, “Jujur saja, kita tidak benar-benar tahu apa itu materi gelap atau energi gelap. Asumsi bahwa energi gelap itu konstan saja sudah cukup menantang. Rasanya seperti, ‘Seakan segalanya belum cukup rumit.’”

“Tapi ada cara lain untuk melihatnya secara lebih positif,” lanjutnya. “Selama 20 tahun terakhir, kita terjebak dalam konsep energi gelap. Sekarang, para fisikawan memiliki pertanyaan-pertanyaan baru untuk dijawab.” (The Guardian/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya