Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARA peneliti dalam ekspedisi di Peru menemukan 27 spesies hewan yang baru bagi ilmu pengetahuan – di antaranya seekor ikan dengan kepala seperti “gumpalan” dan jenis tikus semi-akuatik.
Survei ini dilakukan Conservation International, sebuah organisasi nirlaba di bidang lingkungan, selama ekspedisi selama 38 hari pada 2022. Tim peneliti bekerja di wilayah Alto Mayo di barat laut Peru, yang mencakup sekitar 1,9 juta hektar hutan dan area pertanian dengan beragam ekosistem.
Meskipun daerah ini padat penduduk, hanya sedikit yang diketahui tentang keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistemnya. Para peneliti berharap dapat mengisi kekosongan data melalui survei ini.
Namun, mereka tidak menyangka akan menemukan begitu banyak spesies baru bagi ilmu pengetahuan: empat mamalia, delapan ikan, tiga amfibi, dan 10 spesies kupu-kupu.
Ketika suatu penemuan dianggap baru bagi ilmu pengetahuan, artinya spesies tersebut belum pernah melalui proses ilmiah formal untuk mendapatkan nama ilmiah.
“Kami sangat terkejut menemukan keanekaragaman hayati yang begitu tinggi di lanskap dengan pengaruh manusia yang besar,” kata Trond Larsen, peneliti yang memimpin ekspedisi dan direktur Program Penilaian Cepat di Conservation International.
Salah satu spesies baru yang paling mengejutkan adalah tikus amfibi dengan jari-jari kaki berselaput – sebuah adaptasi untuk hidup di air. Larsen menyatakan bahwa kelompok hewan pengerat semi-akuatik ini “sangat langka” dan “sangat sulit ditemukan (…) sangat sedikit yang diketahui tentang kehidupan mereka.”
Para peneliti menemukan spesies tikus ini di satu area kecil hutan rawa yang saat ini terancam oleh praktik pertanian, menjadikannya prioritas tinggi untuk konservasi.
Mamalia baru lainnya yang ditemukan tim ini meliputi tikus berduri, kelelawar pemakan buah berekor pendek, dan tupai kerdil.
Spesies lain yang juga dideskripsikan untuk pertama kalinya adalah ikan dengan kepala seperti “gumpalan,” yang mendapat nama tersebut karena memiliki kepala besar menyerupai gumpalan. Para ahli ikan yang terlibat dalam survei ini belum pernah melihat ciri seperti itu sebelumnya.
“Ikan dengan kepala gumpalan ini memiliki kepala yang sangat aneh, hampir seperti hidung bengkak besar,” kata Larsen kepada CNN. “Ilmuwan belum pernah melihat yang seperti ini, dan kami tidak tahu apa fungsi dari struktur aneh ini.” Salah satu teori menyebutkan bahwa gumpalan ini membantu ikan mendeteksi makanan – tetapi hal ini “masih menjadi misteri.”
Secara keseluruhan, survei ini mencatat 2.000 spesies di wilayah yang membentang dari Andes hingga Amazon, melintasi wilayah adat, kota kecil, dan kota besar. Dari jumlah tersebut, 49 spesies masuk dalam Daftar Merah IUCN (International Union for the Conservation of Nature), yang berarti mereka berisiko punah.
Para peneliti berharap bahwa dengan mengetahui lebih banyak tentang keanekaragaman hayati di wilayah ini, mereka dapat menerapkan langkah-langkah konservasi yang efektif untuk menghadapi ancaman dari deforestasi dan ekspansi pertanian.
Meski penemuan ini mungkin “baru bagi ilmu pengetahuan,” bukan berarti spesies tersebut sepenuhnya tidak dikenal. Ekspedisi ini melibatkan peneliti lokal dari komunitas adat dan terus bekerja sama dengan komunitas tersebut dalam upaya konservasi.
“Penilaian Cepat ini memungkinkan suku Awajún (komunitas adat) melindungi budaya, sumber daya alam, dan wilayah kami, karena kami memiliki hubungan mendalam dengan alam,” kata Yulisa Tuwi, seorang perempuan Awajún yang membantu penelitian tentang reptil dan amfibi.
“Menjadi bagian dari penelitian ini memungkinkan saya lebih memahami bagaimana tanaman, hewan, dan ekosistem saling berinteraksi, dan bagaimana ini merupakan bagian dari pandangan kosmologi Awajún kami,” tambahnya dalam siaran pers.
“Tujuan utama kami adalah menyediakan pengetahuan ilmiah yang diperlukan untuk mendorong konservasi dengan cara yang bermanfaat bagi alam dan manusia,” kata Larsen, yang menambahkan bahwa waktu terbatas untuk mencapai target global terkait konservasi keanekaragaman hayati. (CNN/Z-3)
Spesies yang paling ikonik dalam daftar tersebut adalah burung pelatuk berparuh gading, yang terakhir kali terlihat sekitar tahun 1940-an.
Australia kehilangan lebih banyak spesies mamalia dibandingkan benua lain dan menjadi salah satu negara dengan tingkat penurunan jumlah spesies terburuk.
Jerapah betina itu berwarna cokelat solid tanpa ciri khas spesiesnya yang membantu mereka melakukan kamuflase di alam liar.
Bulu puma yang baru lahir umumnya berwarna cokelat muda atau kemerahan dengan bintik hitam. Mutasi genetik menyebabkan bulunya berwarna putih dan kejadian ini sangat langka.
Spesies baru ini diberi nama Primula medogensis, diambil dari nama daerah tempat ditemukannya.
Seorang fotografer amatir menemukan burung Green Honeycreeper dengan bulu biru jantan di satu sisi dan bulu hijau betina di sisi lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved