Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
Pada tahun 1970-an, fisikawan Stephen Hawking dan Jacob Bekenstein mengubah cara pandang kita terhadap lubang hitam.
Mereka menemukan bahwa lubang hitam tidak sepenuhnya tenang dan diam, melainkan memancarkan radiasi yang menyebabkan lubang hitam kehilangan energinya seiring waktu.
Proses ini, yang kemudian dikenal sebagai radiasi Hawking, menimbulkan gagasan bahwa lubang hitam bisa lenyap sepenuhnya jika energinya terus berkurang. Namun, ini memicu pertanyaan besar: Jika lubang hitam menghilang, apa yang terjadi pada informasi yang sebelumnya tersedot ke dalamnya?
Baca juga : Dunia Paralel: Penjelasan Teori dan Penemuan Para Ilmuwan
Dalam fisika, informasi diyakini tidak bisa dimusnahkan. Pertanyaan ini dikenal sebagai "paradoks informasi lubang hitam," sebuah teka-teki yang telah lama menjadi tantangan bagi para ilmuwan.
Namun, teori Loop Quantum Gravity (LQG), yang berkembang sejak 1990-an, muncul sebagai salah satu jawaban potensial terhadap masalah ini.
Teori ini memperkenalkan konsep lubang putih, yang dianggap sebagai kebalikan dari lubang hitam dan mungkin memegang kunci untuk menjawab paradoks informasi ini.
Baca juga : Astronom Menemukan Kelas Baru Lubang Hitam Raksasa yang Jauh Lebih Besar dari Supermasif
Teori relativitas umum yang diperkenalkan oleh Albert Einstein menggambarkan lubang hitam sebagai area dengan gravitasi ekstrem, yang bahkan cahaya pun tidak bisa lolos.
Di pusatnya, terdapat singularitas, sebuah titik ketika hukum fisika berhenti bekerja karena kerapatan materi menjadi tak terhingga.
Namun, LQG menawarkan perspektif baru. Menurut teori ini, ruang-waktu bukanlah sesuatu yang halus, melainkan tersusun dari unit-unit kecil yang disebut skala Planck. Akibatnya, lubang hitam tidak berakhir dengan singularitas, tetapi pada skala Planck ini, menciptakan kemungkinan adanya "keluar" dari sisi lain lubang hitam.
Baca juga : Penemuan Quasar dengan Angin Kuat di Galaksi Paling Awal Menghentikan Pembentukan Bintang
Bayangkan lubang hitam seperti penghisap debu yang menarik segala sesuatu di sekitarnya. Dalam pandangan relativitas umum, semua yang tersedot akan tetap berada di dalamnya.
Namun, LQG menambahkan sebuah konsep baru: adanya lubang putih yang bisa bertindak sebagai "pintu keluar," yang memungkinkan apa pun yang tersedot lubang hitam untuk dilepaskan kembali.
Dengan kata lain, apa yang masuk ke lubang hitam mungkin keluar dari lubang putih. Ide ini membuka kemungkinan bahwa informasi yang hilang tidak benar-benar hancur, melainkan kembali ke alam semesta melalui lubang putih.
Baca juga : Pengaruh Jet Plasma Lubang Hitam Supermasif pada Ledakan Nova di Galaksi Messier 87
Para ilmuwan bahkan berspekulasi bahwa lubang hitam dan lubang putih bisa terhubung melalui terowongan ruang-waktu yang dikenal sebagai lubang cacing (wormhole). Proses ini menyerupai siklus kosmik yang terus berulang, mirip dengan mitos Sisyphus dalam mitologi Yunani yang dihukum untuk menjalani tugas yang tidak pernah berakhir.
LQG juga menawarkan alternatif terhadap teori Big Bang melalui konsep Big-Bounce. Dalam model ini, alam semesta tidak dimulai dari singularitas besar yang meledak, tetapi dari siklus penyusutan dan pemantulan dari alam semesta sebelumnya. Ini mencerminkan bagaimana lubang hitam dapat bertransformasi menjadi lubang putih, dan bagaimana alam semesta mungkin mengalami siklus yang tak berujung.
Salah satu peristiwa yang diperkirakan sebagai bukti keberadaan lubang putih adalah ledakan sinar gamma (GRB 060614) yang diamati pada 2006 di konstelasi Indus.
Meskipun sebagian besar ilmuwan lebih cenderung berpendapat bahwa peristiwa ini disebabkan oleh runtuhnya materi di sekitar lubang hitam, ada spekulasi bahwa ledakan tersebut bisa jadi berkaitan dengan lubang putih.
Meski menarik, hingga kini belum ada bukti langsung tentang keberadaan lubang putih. Deteksi lubang hitam telah berhasil dilakukan melalui alat seperti LIGO (Laser Interferometer Gravitational-wave Observatories) dan teleskop Event Horizon (EHT), namun lubang putih jauh lebih sulit dideteksi.
Jika memang lubang putih adalah hasil dari proses penguapan lubang hitam, waktu yang dibutuhkan sangat lama sekitar 10^67 tahun, jauh lebih lama dari usia alam semesta saat ini yang hanya sekitar 13,8 miliar tahun.
Walau begitu, keberadaan lubang putih memberikan harapan untuk menyelesaikan berbagai teka-teki yang ditinggalkan oleh teori lubang hitam klasik. Penelitian lebih lanjut dan observasi astrofisika diperlukan untuk menguji hipotesis ini.
Sejarah telah menunjukkan bahwa lubang hitam dulu juga dipandang dengan skeptis, hingga akhirnya diterima setelah pengamatan lebih lanjut, seperti halnya dengan lubang hitam Cygnus X-1 yang pertama kali terdeteksi pada tahun 1964.
Teori LQG dan ide tentang lubang putih bisa menjadi langkah besar dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang alam semesta, meskipun masih banyak yang harus dibuktikan.
Jika hipotesis ini benar, kita mungkin akan berada di ambang pemahaman baru tentang bagaimana alam semesta bekerja, dan bagaimana informasi yang tampaknya hilang dalam lubang hitam bisa kembali lagi. (berbagai sumber/Z-1)
Alam semesta bercabang menjadi realitas paralel di mana setiap kemungkinan terjadi. Dengan kata lain, setiap pilihan yang bisa terjadi, terjadi dalam realitas yang berbeda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved