Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hampir 50% Pelaku Bisnis Indonesia tak Paham Cara Kerja Penipuan Berbasis AI

Rahmatul Fajri
06/9/2024 18:37
Hampir 50% Pelaku Bisnis Indonesia tak Paham Cara Kerja Penipuan Berbasis AI
Ilustrasi AI(Dok.Freepik)

 

PENYELENGGARA Sertifikasi Elektronik (PSrE), Indonesia Digital Identity (VIDA) menemukan hampir 50% pelaku bisnis di Indonesia tidak paham mengenai cara kerja penipuan berbasis artificial intelligence (AI). Temuan ini diungkapkan dalam laporan terbaru VIDA, penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, yang bertajuk “Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud”.

Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam menghadapi penipuan digital.

Baca juga : VIDA Luncurkan Deepfake Shield untuk Hadapi Ancaman Penipuan Deepfake yang Dihasilkan AI  

“Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi

pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang terus berubah. Sebuah solusi anti-fraud yang terintegrasi tidak hanya memperkuat keamanan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan yang berkelanjutan di era digital,” kata Niki, melalui keterangannya, Jumat (6/9).

VIDA menemukan 100% pelaku bisnis di Indonesia mengaku khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti deepfakes. Namun, 46% dari mereka belum memahami cara kerja teknologi tersebut. 

Baca juga : Kecerdasan Buatan Generatif akan Ubah Lanskap Pembayaran Indonesia

Laporan tersebut menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yakni penipuan berbasis teknologi AI (deepfakes), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers), serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan. 

Dengan empat industri yang paling terpengaruh secara signifikan adalah Perbankan & Fintech, Multifinance dan Pembiayaan Konsumen, Asuransi,dan Kesehatan.

Dalam konteks yang lebih luas, laporan VIDA menunjukkan bahwa ancaman penipuan berbasis AI ini telah merambah berbagai sektor. Di sektor Perbankan dan Fintech ada deepfakes dan rekayasa sosial dapat merugikan hingga jutaan dolar. Di sektor Multifinance dan Pembiayaan Konsumen terjadi pengambilalihan akun dan pemalsuan dokumen menjadi

masalah serius. Sementara penipuan identitas digital diprediksi bisa menyebabkan kerugian lebih dari $2 miliar per tahun.

Industri asuransi dan kesehatan juga tidak luput dari ancaman ini, dengan pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim palsu, serta serangan rekayasa sosial yang menargetkan masyarakat untuk mendapatkan data sensitif. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya