Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PENELITIAN di University of Reading menunjukkan bahwa jawaban yang dihasilkan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sering kali luput dari deteksi dalam penilaian akademis dan dapat mengungguli respons siswa. Ini mendorong pembaruan global dalam kebijakan dan praktik AI di bidang pendidikan.
Para peneliti menemukan bahwa bahkan siswa yang sudah berpengalaman dalam ujian sekalipun mungkin merasa kesulitan untuk mengidentifikasi respons yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Studi yang dilakukan di University of Reading di Inggris ini merupakan bagian dari inisiatif administrator universitas untuk menilai risiko dan manfaat AI dalam penelitian, pengajaran, pembelajaran, dan penilaian. Sebagai konsekuensi dari temuan mereka, pedoman terbaru telah didistribusikan kepada dosen dan mahasiswa.
Para peneliti menyerukan kepada sektor pendidikan global untuk mengikuti contoh dari Universitas Reading dan pihak lain yang juga membentuk kebijakan dan panduan baru serta berbuat lebih banyak untuk mengatasi masalah yang muncul ini. Dalam tes buta yang ketat terhadap sistem ujian universitas di kehidupan nyata--baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal peer-review PLOS ONE--ChatGPT menghasilkan jawaban ujian diserahkan untuk beberapa modul psikologi sarjana, tidak terdeteksi dalam 94% kasus dan, rata-rata, tercapai nilai yang lebih tinggi daripada kiriman siswa sebenarnya.
Baca juga : ConveGenius Galang Dana US$1,8 Juta untuk Perluas Peran AI di Bidang Pendidikan
Ini studi buta terbesar dan paling kuat yang pernah dilakukan hingga saat ini. Hal itu menantang pendidik manusia untuk mendeteksi konten yang dihasilkan AI.
Associate Professor Peter Scarfe dan Profesor Etienne Roesch, yang memimpin penelitian di Sekolah Psikologi dan Ilmu Bahasa Klinis Reading, mengatakan temuan mereka harus memberikan peringatan bagi para pendidik di seluruh dunia. Survei UNESCO baru-baru ini terhadap 450 sekolah dan universitas menemukan bahwa kurang dari 10% memiliki kebijakan atau panduan mengenai penggunaan AI generatif.
"Banyak institusi telah beralih dari ujian tradisional untuk menjadikan penilaian lebih inklusif. Penelitian kami menunjukkan bahwa penting bagi dunia internasional untuk memahami AI akan memengaruhi integritas penilaian Pendidikan," ujar Dr Scarfe.
Baca juga : Integrasikan Pendidikan AI dan IoT, SIC Cetak Talenta Digital
"Kita belum tentu kembali sepenuhnya menggunakan ujian tulis tangan, tetapi sektor pendidikan global perlu berevolusi dalam menghadapi AI. Ini bukti ketelitian akademis dan komitmen terhadap integritas penelitian di Reading sehingga kami telah mengarahkan mikroskop pada diri kami sendiri untuk memimpin dalam hal ini."
"Sebagai satu sektor, kita perlu menyepakati bagaimana kita mengharapkan siswa untuk menggunakan dan mengakui peran AI dalam pekerjaan mereka. Hal yang sama juga berlaku pada penggunaan AI yang lebih luas di bidang kehidupan lain untuk mencegah krisis kepercayaan di masyarakat. Studi kami menyoroti tanggung jawab yang kita miliki sebagai produsen dan konsumen informasi. Kita perlu menggandakan komitmen kita terhadap integritas akademik dan penelitian," ujar Profesor Roesch.
Profesor Elizabeth McCrum, Wakil Rektor Pendidikan dan Pengalaman Mahasiswa di University of Reading, mengatakan bahwa jelas bahwa AI akan memiliki efek transformatif dalam banyak aspek kehidupan kita, termasuk cara mengajar siswa dan menilai pembelajaran mereka.
"Di Reading, kami telah menjalankan program kerja besar-besaran untuk mempertimbangkan semua aspek pengajaran kami, termasuk memanfaatkan teknologi secara lebih luas untuk meningkatkan pengalaman siswa dan meningkatkan keterampilan kerja lulusan. Solusinya mencakup beralih dari gagasan penilaian yang sudah ketinggalan zaman dan menuju gagasan yang lebih selaras dengan keterampilan yang dibutuhkan siswa di tempat kerja, termasuk memanfaatkan AI. Berbagi pendekatan alternatif yang memungkinkan siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mereka, dengan rekan-rekan lintas disiplin ilmu, sangatlah penting."
"Saya yakin bahwa melalui tinjauan rinci yang telah dilakukan oleh Reading terhadap semua mata pelajaran kami, kami berada dalam posisi yang kuat untuk membantu siswa kami saat ini dan di masa depan untuk mempelajari, dan mendapatkan manfaat dari, perkembangan pesat AI." (Scitechdaily/Z-2)
Riset terbaru kembangkan AI yang mampu mendeteksi lesi pita suara dan kanker laring lewat analisis karakter suara, membuka peluang diagnosis dini.
Fitur menarik lainnya, kaca mata pintar itu memiliki kamera ultra lebar 12MP, yang bisa menangkap foto 3.024 × 4.032 px dan video 1.512 × 2.016 px pada kecepatan hingga 30fps
Film Diponegoro Hero: 200 Tahun Perang Jawa membuktikan bahwa teknologi AI bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif.
Sebuah studi mengungkap ChatGPT kerap memberikan informasi berbahaya kepada remaja.
Youtube menguji coba kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi pengguna di bawah 18 tahun.
Peneliti menggunakan kecerdasan buatan ciptakan dua calon antibiotik lawan superbug.
MENTERI Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan wakaf memiliki potensi besar untuk mendukung pengembangan pendidikan Islam.
PRESIDEN Prabowo Subianto dinilai sudah berhasil menunjukkan keseriusan alam memperkuat fondasi pembangunan manusia Indonesia melalui bidang pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan.
PERINGATAN Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI) harus menjadi momen refleksi nasional untuk menata ulang arah manajemen pendidikan.
Pelatihan deep learning untuk kepala sekolah dan guru bidang studi tertentu dengan target sebagai pionir di 1.000 sekolah.
SnackVideo mengusung tema Pemberdayaan Pendidikan melalui serangkaian kegiatan di sekolah.
Kurikulum di Sekolah Rakyat disusun melalui dua jalur utama, yakni jalur pendidikan formal setara dengan sekolah umum, dan jalur pendidikan karakter.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved