Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Ketersediaan Fiber Optik Optimalkan Penerapan 5G

Gana Buana
08/6/2021 21:55
Ketersediaan Fiber Optik Optimalkan Penerapan 5G
Pemaparan tentang keunggulan 5G dalam diskusi yang diadakan Forum Merdeka Barat.(DOK IST)

ASOSIASI Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai ketersediaan fiber optic (serat optik) dalam penerapan teknologi 5G merupakan suatu keharusan. Peran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tentunya harus terus ditingkatkan dalam penyediaan fiber optic.

Sekertaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O Baasir memaparkan bahwa saat melakukan uji coba dan launching 4G pada periode 2014-2015, proses melakukan roll out sebuah teknologi baru itu membutuhkan waktu, apalagi dari 4G ke 5G.

"Ini ada perbedaaan yang cukup fundamental. Transport yang ada di 4G itu masih bisa menggunakan gelombang mikro atau microwave. Karena yang berjalan di masyarakat saat ini, mungkin sama halnya dengan operator, itu bisa lebih dari 50%-60% menggunakan microwave. Dengan beralih ke 5G, yang kecepatannya diatas 10 giga, kita membutuhkan fiber optic. Jadi, fiber optic itu harus. Kalau nggak, nanti 5G rasanya 4G, karena transportnya kurang. Jadi, itu yang sangat dibutuhkan," jelas Marwan dalam Diskusi Media (Dismed) Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang digelar secara virtual, Senin (7/6)..

Menurut Marwan, ketersediaan fiber optic hingga saat ini masih terbatas di kota besar. Untuk itu, peran Kementerian Kominfo harus dioptimalkan untuk membantu para operator yang tergabung dalam asosiasi.

Agar, pemerintah daerah bisa merelaksasi atuan-aturannya sehingga proses penggelaran fiber optic dapat berjalan dengan mudah sehingga bisa mendukung pengembangan 5G di Tanah Air. Sebab, 5G yang ideal ada di frekuensi 3,5 giga herzt (gH).

Baca juga: 3 Bulan lagi, Seluruh Kelurahan di Cirebon Terkoneksi Serat Fiber

Saat ini operator menggunakan frekuensi yang ada, jadi ada yang menggunakan 2,3 gH. Hal ini dikarenakan penggunaan frkuensi 2,3 gH masih memungkinkan dengan adanya dynamic spektrum sharing. "Tetap 5G, hanya menggunakan spektrum yang ada, jadi memang bandwith saat ini masih terbatas. Jadi, harapan kita 3,5 gH bisa cepat," ujar Marwan.

Selain itu, dalam menerapkan teknologi 5G, operator lain selain Telkomsel juga perlu diberi equal treatment. "Jadi kalau pun mereka menggunakan frekuansi yang ada, yakni 1.800 dan 2.100 dengan DSS, saya yakin pemerintah akan mendorong Uji Laik Operasi (ULO) segera diperoleh operator. Salah satu operator yang sudah mengajukan DSS adalah Indosat," kata dia.

Saat ini, lanjut Marwan, masyarakat akan diperkenalkan 5G dengan frekuensi yang ada. Paling tidak masyarakat bisa merasakan 5G terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan masih adanya sejumlah kendala dan tantangan bagi para operator dalam penyediaan 5G. Kendala dan tantangan yang dimaksud adalah, pertama, jelas Spektrum. Kedua fiber optic yang belum sepenuhnya terintegrasi.

"Jadi, fiber optic perlu merata. Apalagi, dalam menggelar fiber optic tentunya operator itu sewa pada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah pusat. Harapannya tentu mendapatkan harga yang affordable sebagaimana diamanatkan dalam UU Omnibuslaw. Sekarang bagaimana kita memastikan tools dari UU itu terimplementasikan sampai ke daerah. Karena, jangan dilupakan bahwa di Indonesia ini cukup banyak pemerintah daerah, yang mungkin saja tata cara mengimplementasikan UU itu juga berbeda. Ini tentunya menjadi kendala yang harus dihadapi," tutur Marwan.

Ketiga, memastikan aplikasi 5G ini berjalan. "Saya khawatir, jangan samapi kita sudah menaikan teknologi ke 5G, tapi pemakaiannya hanya untuk akses internet. Ini tentunya sangat disayangkan," tandas dia. (R-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya