Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Di seberang Spiegel
burung-burung berhenti memekik
pada penghujung paceklik, kenangan berhantu
kota pudar dan jam dinding di gereja
senantiasa menunjuk pukul sembilan pagi
Taman telah gerimis. Bangku-bangkunya
akan hujan juga. Aku menunggu
seseorang fasih menerjemah dua baris
maklumat di sebuah galeri, kueja barangkali:
telapak siapa terlukis di dinding gedung
dengan warna gelap dan murung?
Lalu kutelusuri lagi lorong-lorong
yang lampunya setia pada 5 watt
gedung-gedung tua, gudang-gudang
beralih nama, lalu sebuah keluarga
menari di depan gereja sebelum mengetuk
pintu dan seluruh jendelanya
Tetapi di Spiegel
burung-burung malas menatap etalase
hiruk-pikuk para pendatang. Wajah-wajah
berkamuflase menunggu suara
terompet akan datang
di atas meja dengan botol-botol anggur
di luar garis-garis hujan satu-persatu gugur
ke jalan batu—jalan di mana pelantang
memutar
mazmur tahun baru.
2023
Para malaikat sibuk menari di beranda
dan sejenak mereka melupakan tugas
mengintai manusia—ketika Gratia bernyanyi
dan seluruh nada meranggas
jadi puisi
Sementara para ekspatriat
meneguk minuman lagi
meski waktu hampir sekarat
oleh sinaran pagi
“Bor dance, mister, bor dance!” teriak lelaki berpeci
sembari terus menuang
arak dari dalam poci. Seluruh ruang
jadi arena tarian
dan musik tidak dibutuhkan lagi
Mereka merasa
telah dilahirkan kembali
memeluk seluruh kebebasan
mencatat masa depan hari lalu
memacak bendera tanah air baru
Sedang para malaikat
tengah sibuk menimbang
lanjut atau mesti pulang
ke sorga sebab tidak ada lagi perang
para ekspatriat telah menggantung
pedang-pedang
“Kita mesti lupakan stambul,” ucap seorang mister
sambil terus menggerakkan pinggul
pada sebuah pesta perayaan
pembebasan Batavia.
2023
Wajah-wajah berkamuflase menunggu suara terompet dengan botol-botol anggur.
Seseorang telah menghapus angka 1902
meruntuhkan gedung-gedungnya
mengubah Zikel jadi Marba
lalu 120 tahun kemudian
di persimpangan Heerenstraat
yang kini jalan raya, kutulis lagi tahun itu
dengan ujung batu
Senjata telah mengambil jeda
selepas perang kedua
terbentanglah dunia baru
kuhirup seluruh kebebasannya
pada sebuah pesta
di balik dinding baja
“Jangan terburu-buru,”
pekik seorang among tamu
ketika kudekati sebuah pintu
peninggalan lebih dari seabad lalu
“Sebab di Marba, udara sesekali berkarat
lorong-lorong memasang jerat
dan jalan air kerap mampat.”
Di Marba
selongsong peluru telah beralih rupa
jadi hiasan pada dinding baja
dinding yang tidak pernah mencatat
tahun 1902.
2022-2023
Sebuah kota ditegakkan dari batu api
amuk kabut, doa para pekerja
berangkat dini hari. Udara jadi pengap
oleh kepungan asap
berton pemberat, lalu-lalang kendaraan
di pagi yang gelap. Kauhayati lagi amsal
sepotong roti
dalam dongeng para nabi
Dan jalan-jalan semakin pucat
seluruh rambu mungkin
kehilangan cat
waktu seperti tergesa
di jalanan yang mampat
kaujelang lagi hari-hari sibuk
mendaki satu persatu anak tangga
sembari menghitung biji kana
sebagaimana para gembala
di sebuah kota di mana seorang utusan
pernah mabuk
dan papa
Sebab kota ini
telah lama
kehilangan manusia.
2022
Seseorang berteriak “Alerta, alerta!”
sebelum air rob tiba
Tanjung Mas telah tergenang
oleh belasan kapal perang
Jika kota ini tenggelam, kaubilang
menara runtuh jadi palang. Lalu suara dentum meriam
jatuh berdebam di keruh air pasang
para Gali bergegas meninggalkan meja judi
transpuan berteriak di kegelapan gang
seorang musisi berlari memikul gambang
mereka sibuk mencari tempat paling tinggi
Kau cemas akankah esok terdengar lagi
suara kidung purbawi, seperti ketika Bocelli melantunkan
Ave Maria tiga kali—di sebuah katedral
yang pernah terbakar di kota ini
sebab orang-orang hanya berteriak
memanggil juru selamat, seperti ahli surga
merindukan puting susu bidadari, atau ahli makrifat
mencapai puncak mahabbah kemudian berahi
Doa-doa gagal diberangkatkan
langit urung membuka diri
anak-anak kecil sibuk mengeja
umpatan-umpatan baru lagi
orang-orang tua sibuk mengutuk
perang dan perang lagi
Sebab mungkin masih tersisa ketakutan
pada suara senapan meredam suara azan
dan darah yang bercucuran
di atas hamparan surban
para syekh Pekojan
Di Semarang, hanya di Semarang.
2022
Baca juga: Puisi-puisi Ranang Aji SP
Baca juga: Puisi-puisi Yudi Damanhuri
Baca juga: Puisi-puisi Dien Wijayatiningrum
Badrul Munir Chair, pesastra, lahir 1 Oktober 1990. Karya-karyanya sudah terbit, antara lain novel Kalompang (2014) dan kumpulan puisi Dunia yang Kita Kenal (2016). Saat ini mengajar filsafat di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. (SK-1)
Kata 'kofe' sendiri berarti kondisi awal gigi balita yang tumbuh pertama kalinya. Ia kemudian goyang dan jatuh sehingga terlihat ompong.
Kulit putih, bulu mata lentik. Kata orang itu cantik. Menurutku kita lebih manis.
Aku menyeberangi batas pantai di antara kebajikan dan kejahatan.
Petersburg, aku kan kembali bersama belahan jiwa. Mengulang janji suci kami di altar dulu
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Mungkin aku yang terlalu ingin melindungimu, namun membuatmu merasa tidak nyaman.
Saat bibir-mu terbuka sedikit, amboi, betapa itu membuatku kasmaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved