Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Puisi-puisi Dwita Utami

Sajak Kofe
12/7/2023 19:00
Puisi-puisi Dwita Utami
(Ilustrasi: Sudi Purwono )

Ilustrasi: Sudi Purwono 

Tembang Kembang Ilalang 

Di bawah bukit karangblimbing 
di sisi kiri sungai cirajayu
kembang-kembang ilalang asyik bergoyang
lembut disentuh angin

Di bawah tanggul
gemercik air menghilirkan sebuah tembang
oh, kampung tersayang, tempat menyimpan kenang 

Sepasang kupu-kupu kuning kecoklatan
seperti sepasang kekasih dimabuk kepayang
saling kejar, berputar-putar, lalu sembunyi
di balik dahan

Angin bukit berembus kian kencang
kembang ilalang kian asyik bergoyang
langgam tembang menendang-nendang ingatan
oh, masa kecil dulu, anak-anak mimpi berhamburan
menceburkan diri ke sungai cirajayu

"Aku mau menjadi penyair 
perempuan berhati rembulan!" 

Sari sebrang
dari bukit cikadu
suara azan terdengar sayup-sayup
aku pun bergegas pulang meninggalkan ingatan
yang kuyup basahi air mata rindu

Tayem, 1 Maret 2023 


Telaga Pucat Tak Berwarna 

Rindu telah patah di dadamu yang selalu rekah
sajak-sajak biru, ungu, hitam juga merah

Kata-kata telah padam dilumat bibirmu yang basah
desah penuh kelembutan 

“Peluk aku, peluk sepenuh kasih, sehabis-habis perih.” 

Aku telaga pucat tak berwarna
hampir kehilangan rupa
kering kerontang menahan amuk dahaga
retak hati, remuk jiwa

Siang begitu gersang
malam-malam telanjang
tanpa cahaya rembulan, tanpa kilau bintang-bintang

Kini di matamu adalah musim semi tiada henti
bunga-bunga mekar, udara sejuk segar
angan pun berkelakar, duniaku berdenyar

Senyummu menjelma kupu-kupu
menari-nari dalam putaran hari
membangun rumah imaji tanpa tepi, tanpa tapi

“Bawa aku, bawa sejauh-jauh kaumau
ke dalam liang bahagia paling rahasia!” 

Tayem, 8 Mei 2023 


Puisi Sederhana Memabukkan Hati dan Jiwa 

Aku bunga pinus begitu kering
air mata telah habis
ke mana mengalir? 
ke dada seorang penyair
yang selalu menjadi laut bagi rindu, juga sembilu

Malam ini aku ingin langit bertabur bintang
dalam lelap sajakmu berhamburan
berkelap-kelip serupa kunang-kunang
dan oh aku tidak ingin jadi bunga pinus
aku ingin jadi kunang-kunang
nyala paling terang

Namun hidup tidak selalu malam tuan
ada siang dan kau tahu, 
selain sabtu aku sangat tidak suka minggu
hari penuh kutukan_rasa cemburu
lebih baik aku pulang ke atas bukit
sebelum batin dijenguk rasa sakit
sebelum engkau menjelma batu karang

Matahari redup berselimut kabut
aku kembali ke rumah kayu
dengan sorot mata sayu

"Aku hanya ingin menjadi satu-satunya wanita
yang kau sebut-sebut namanya
dalam puisi cinta sederhana
memabukkan hati-jiwa!" 

Tayem, 28 Mei 2023 


Aku mau menjadi penyair perempuan berhati rembulan yang kuyup basahi air mata rindu. 


Mata Pagi Bertanya Kapan Daun Jati Hijau Warnanya? 

Daun jati hijau warnanya
tak berubah cokelat
sepekat apapun musim
hujan badai  kecewa
kering sungai air mata

Daun jati masih hijau warnanya
tak gugur dari tangkainya
sekuat angin menerpa
kokoh pohon jiwa-hatinya

Waktu ke waktu
serupa sayat sembilu
dipikul beban rindu
dipeluk ingatan masa lalu

Mata pagi selalu sama
menatap penuh tanya
hingga kapan daun jati hijau warnanya?”

Di hatimu
musim ke musim
diperam segala ingin
dipendam segala angan

Embun jatuh
menyepuh hati melepuh
seribu puisi setiap subuh
akankah daun jati tetap hijau warnanya?

Tayem, 13 Februari 2023 


Langit Malam di Balai Desa 

Malam hanya diam 
langit menahan tangis 
ada sunyi di tubuh gedung ini 
bintang-bintang bersembunyi melipat sepi 
rembulan memilih pergi 

Jalanan lengang, jauh dari lalu lalang
kesiur angin bertiup lampu-lampu hias meredup
ke mana jiwa-jiwa mengadung degup? 
aku duduk menatap wajah langit
ada rasa menghimpit rindu 

Bayang-bayang berkelebat
aroma malam kian pekat
teringat kasih sayang begitu hangat

Di teras gedung lantai dua balai desa 
aku sibuk melipat kenangan
menjadi baris-baris sajak
kutulis
kugenggam
kuterbangkan
berkelap-kelip serupa kunang-kunang 

Tayem, 23 September 2022 


Baca juga: Puisi-puisi Shabrina Adliah
Baca juga: Puisi-puisi Bella Akhmadulina
Baca juga: Puisi-puisi Inggit Putria Marga


 

 


Dwita Utami, pemuisi, lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 14 Desember 1990. Karya-karyanya tersebar di sejumlah surat kabar lokal, media daring, dan buku antologi puisi bersama. Meraih penghargaan sebagai Insan Pustaka Kabupaten Cilacap (2022). Kini tinggal dan bekerja di Desa Tayem, Cilacap. (SK-1) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya