Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Puisi-puisi Bella Akhmadulina

Sajak Kofe
21/6/2023 17:00
Puisi-puisi Bella Akhmadulina
Rumah Orang Bijaksana (2023).(Ilustrasi: Vladimir Pavliuk)

Ilustrasi: Vladimir Pavliuk

Aku Kira Kau Musuhku 

Aku kira kau adalah musuh, 
mendatangkan masalah bagiku, 
namun nyatanya: kau cuma pembohong 
semua permainanmu murahan bagiku. 

Di Lapangan Manezhnaya 
kau melemparkan koin ke salju. 
Mencari sebuah arti jawaban; 
aku mencintaimu atau tidak. 

Di sana, di Taman Alexander, 
kau melingkarkan syal ke kakiku 
menghangatkan tangan, namun menipuku 
aku pun juga berpikir untuk membohongimu. 

Kebohongan seperti burung gagak 
berputar-putar di sekitarku. 

Kau ucap selamat tinggal tuk terakhir kalinya. 
Matamu sayu, tidak biru atau hitam. 
Jangan bersedih, kau pasti bahagia 
walau tidak memiliki diriku. 

Betapa sia-sia segalanya, 
semua menjadi absurd! 
Kau pergi ke kanan 
sedang aku ke kiri. 


Mimpi 

Aku membayangkan paras bumi 
ada apa dengannya? Putih bersalju. 
Kau di mana? Segala sesuatu di sana, 
malam bagi gelap dan siang bagi terang. 

Cerahkanlah diriku dengan penilaianmu 
jangan membatalkan dan membungkam 
suaramu. Bagaimana Tuhan dan alam 
hadir di sini? 

Rembulan was-was 
sinarnya menancapi celah rumah. 
Aku menariknya perlahan ke kamar, 
dan kau menempelkan pipimu ke pipinya. 


Patung 

Teman, kemenangan dan kebahagiaan! 
Tentang kesewenang-wenangan mimpi 
seniman mencari kesempurnaan 
"Apakah ia menemukannya?" 

Nasib seniman penyair 
mungkin saja begini: 
meminta saran klasik, 
menunggu jawaban cendekiawan. 

Hanya saja keutuhan terkoyak-koyak 
pada simbol yang sulit berkreatif. 
Seniman memilih permata 
ia mendapati harmoninya. 

Citra dunia yang indah dan integral 
akan bangkit di hadapannya. 
Aku takut membuatmu bosan.
Biarkanku beristirahat saja. 


Kebohongan seperti burung gagak berputar-putar di sekitarku. 


Senja 

Ada kebebasan dan kebahagiaan dalam senja 
angka-angka menembus abad, tahun, dan hari.
Kapan? Itu tak penting. Pintu masuk terbuka lebar 
mengarah ke taman, api abadi tampak di kejauhan. 

Embun menempel di reranting bunga, 
sedang buah-buah memenuhi pepohonan, 
tak ada bukti dalam abad ini— 
ambil satu buah agar kau hidup. 

Penglihatan salah dan delusi roh 
membuatku dikembalikan ke lorong-lorong kuno 
untuk menjelajahi waktu. Seorang perempuan tua mendekat, 
seolah-olah mengaku dan mengenalku dari samping. 
Di siang bolong, tempat ini sepi, namun saat senja 
mataku bebas melihat rumah di mana keluarga 
perempuan itu hidup bahagia, 
mereka saling mengasihi penuh gairah. 

Para pengelana selalu menunggu hari yang baru— 
membuat keributan, merona, dan mengecup tangan. 
Mereka memberi isyarat kepadaku dengan jemari, 
bahwa aku tak akan pernah menjadi tamu. 

Suara-suara membahana 
lalu langit dan air menjadi sunyi, 
jari-jari siapa yang menekan tuts? —
Jubah siapa yang masuk ke lingkaran permasalahan? 

Aku mendapat rahmat lewat salam kasih mereka,
alunan musik waltz terdengar dan tetua-tetua menari. 
Apa ini tanda tentang kesedihan 
dan kecintaan bagi orang lain? 

Masih mungkin bagi pemikir dan pendengar 
untuk melakonkan permainan. Perempuan tua itu 
tinggal di desa yang asri; dialiri sungai, ladang kosong, 
dan pepohonan hijau membentang luas. 

Sesaat aku tersenyum kecut, sebab 
jiwaku mengembara entah ke mana 
dalam ketidaksadaran yang amat jauh 
negara akan memberiku sebidang tanah. 

Tetapi kegelapan meliputi pikiranku 
ketakutan terisak-isak dan berkeliaran, 
ingin kupahami pola hidup yang berbeda-beda; 
jam, meja, dan tempat tidur. 

Aku tersesat di kolam berembun, 
lamat-lamat kudengar suara transistor, 
kukepal tangan dan pantang menyerah, 
melawan kutukan yang dikirim lewat bahasa aneh. 


Baca juga: Puisi-puisi Maria Petrovykh
Baca juga: Puisi-puisi Anna Akhmatova
Baca juga: Puisi-puisi Marina Tsvetaeva

 

 

 


Bella Akhmadulina, penyair Uni Soviet dan Rusia, penulis, dan penerjemah, lahir di Moskwa, 10 April 1937 dan meninggal di Peredelkino, Moskwa Oblast, 29 November 2010. Salah satu penyair liris terbesar di paruh kedua abad XX. Pada 1955, Akhmadulina menikah dengan penyair Yevgeny Yevtushenko. Meraih sejumlah penghargaan: Pemenang Penghargaan Negara Federasi Rusia (2005), Penghargaan Presiden Federasi Rusia (1999), Penghargaan Nasional Bulat Okudzhava (2004), dan Penghargaan Nasional Uni Soviet (1989). Puisi Akhmadulina secara organik menggabungkan teknik modernis dengan tradisi klasik. Namanya pernah dipresentasikan pada 1998 dan 2010 untuk dianugerahi Penghargaan Nobel Sastra. Puisi-puisi di sini diterjemahkan dari kumpulan puisi Akhmadulina Prosa Penyair (Moskwa: Vagrius, 2001) oleh Iwan Jaconiah, penyair, kulturolog, dan editor puisi Media Indonesia. (SK-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya