Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Pada mulanya, seperti Adam mengenal Hawa, seluruh rasa menyatu bersama surga, darahku berputar seperti olakan air membawa misteri yang dibisikan iblis ke telinga, bahwa ada teka-teki yang perlu ditebak: apakah benar Tuhan sembunyikan keabadian?
Namanya Tia, di tahun 2009, adalah Hawa tersesat dalam mataku yang pecah oleh angan yang dihembus angin. Katanya, ada penyair tua bicara dalam cermin kaca. Semalam ia mabuk dalam nestapa, dikucilkan oleh kesendirian. Di bawah langit yang hujan. Chairil namanya. Dia memburu kesunyian setelah benihnya tumbuh dalam rahim perawan.
Satu waktu Tia berhenti bercerita, tapi bibirnya bergetar. Jadi, kutenangkan bibirnya dengan bibirku. Kulumat ia dalam bara. Kusimpan ia menjadi bunga. Tapi badai datang, bersama api yang tak bisa padam, membakar seluruh ikatan. Aku mengutuki seluruh neraka, tapi sebenarnya itu surga.
Kemudian aku sadar, aku adalah Adam, terlempar dalam kesepian, sendiri dikutuk penyair tua.
Dari gedung loji, dia berjalan bersama angin malam
di tangannya pualam dan berlian, memandang
awan menggumpal, mata hitam di langit seram
orang-orang berloncatan, Ciliwung tenggelam
dalam ingatan, sampah menyumbat
hutan kehilangan perawan
Dari gedung loji, dia berputar seperti burung nazar
melewati anak-anak kudis kelaparan
di trotoar, menjajar impian, seperti dongeng Hans Anderson
tentang kebahagiaan.
Tapi dia Firaun dalam angan
bukan Mark Twain, membebaskan Huck Finn dalam pikiran
Di ujung malam, suara cemas terdengar, siapa peduli
terus berjalan, bahkan bila itu ada Artidjo Alkostar
sekadar bayangan, legenda dilupakan
karena wajahnya di baliho kota, menempel senyuman
besok dia berkuasa. Mengumpulkan emas dari satu tangan,
berjubel di brangkas, gudang peyimpanan.
Sejarah kita ditulis oleh imajinasi tentang kepak patah-patah rajawali tua melintasi langit kelabu dari seribu sungai Nusantara dan bertengger di puncak Semeru. Mata tajam menyaksi bangun dan runtuhnya pusat-pusat kota dari zaman Syailendra hingga Mataram. Kemana larinya para tetua yang dipuja di kedalaman lautan utara dan selatan? Ketika Deandles berkuasa, dan Napoleon bertahta atas dunia - para kstaria tergoda wangi dupa ditemani wanita. Tak ada buku yang dibaca hingga facebook dan instagram lebih menggoda anak muda. Kemakmuran menjadi mitos surga dan setiap anak lahir dengan harapan tanpa nilai. Metasemesta itu nyata dari apa yang disebut dunia baru. Mitos Antlatis, kota serupa surga dibuat ada, hati dimanjakan oleh kemilau pura-pura. Tapi rajawali tua melihat tanah-tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan anak cucunya hilang disapu mimpi hologram.
Sejarah kita ditulis oleh imajinasi tentang kepak patah-patah rajawali tua.
Pagi menyusup dan pergi diam-diam. Kita tak sepenuhnya sadar.
Di masa remaja, aku tak suka pagi yang basah dan bercahaya. Kulitku beku, dan suara petok ayam di belakang rumah, bau telek dan katul seperti ancaman kenyamanan. Itu mengganggu.
Tapi itu dulu.
Setelah dewasa, semua menjadi tiba-tiba. Matahari selalu tergesa muncul dan pergi, seperti kekasih hati yang pergi sebelum tuntas rindu hati.
Di atas jembatan Progo, di bawahnya air coklat mengalir sepanjang waktu. Aku melihat pagi cerah di bulan Juli. Langit biru dan burung pipit terbang sendiri. Siangnya, lima anggota SAR membawa mayat dalam kantung oranye. Air sungai mengatarnya setelah tiga hari dicari. Aku termangu.
Lalu tiba-tiba senja.
Dan aku sudah menua.
Hidup Cupido ditertawai Eros yang duduk di antara gambar-gambar telanjang. Wangi anak Topan berlarian di halaman. Di sebelah gang, ada masjid tak bersuara. Muadzinnya lupa, imamnya sibuk mencari kerja. Jalan-jalan desa sepi, para remaja berpesta berjoget ria:
one two three
one two three
Tik-Tok bergema.
Hidup Cupido tak berguna. Busurnya patah asmara. Dan Eros tertawa.
Matanya ditutup kain hitam di hadapan bedil telanjang. Di belakangnya, suara arus sungai seperti waktu tergesa, menyeret kenangan pada ingatan kematian. Mungkin bukan soal jasad menjadi mayat, sebab kematian selalu pasti adanya, tapi waktu yang menyembunyikan kebenaran adalah luka dunia. Para jagal bekerja atas dasar apa? Matanya ditutup kain hitam, berjalan atas dakwaan bukan sejalan. Tapi ia tak pernah mengerti apa-apa.
Baca juga: Sajak-sajak Ted Rusiyanto
Baca juga: Sajak-sajak Ibnu Wahyudi
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Ranang Aji Suryaputra, penyair dan cerpenis. Karya-karya penulis yang lebih dikenal dengan nama Ranang Aji SP ini telah diterbitkan di pelbagai media cetak dan digital. Dalang Publishing LLC USA menerjemahkan dua cerpennya ke dalam bahasa Inggris. Menjadi nominator dalam Sayembara Kritik Sastra 2020 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud. Buku kumpulan cerpennya Mitoni Terakhir diterbitkan penerbit Nyala, Yogyakarta (2021). Kini, tinggal dan bergiat sastra di Magelang, Jawa Tengah. Ilustrasi header: I Ketut Adi Candra, Mahkota Nusantara, 135x185, 2022, mixed media pada kanvas. (SK-1)
Kata 'kofe' sendiri berarti kondisi awal gigi balita yang tumbuh pertama kalinya. Ia kemudian goyang dan jatuh sehingga terlihat ompong.
Kulit putih, bulu mata lentik. Kata orang itu cantik. Menurutku kita lebih manis.
Aku menyeberangi batas pantai di antara kebajikan dan kejahatan.
Petersburg, aku kan kembali bersama belahan jiwa. Mengulang janji suci kami di altar dulu
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Mungkin aku yang terlalu ingin melindungimu, namun membuatmu merasa tidak nyaman.
Saat bibir-mu terbuka sedikit, amboi, betapa itu membuatku kasmaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved