Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

ICW: Bebasnya Setya Novanto, Kemunduran Pemberantasan Korupsi

Devi Harahap
18/8/2025 12:34
ICW: Bebasnya Setya Novanto, Kemunduran Pemberantasan Korupsi
Ilustrasi: Foto Setya Novanto yang beredar viral di aplikasi perpesanan maupun sosial media. Jakarta saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau pascakecelakaan lalu lintas di kawasan Permata Hijau Jakarta Selatan pada Kamis (16/11/2017)(Antara)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik (KTP-E) menjadi tanda kemunduran serius dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun itu dinilai meninggalkan banyak persoalan yang belum tuntas.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyebut ada dua alasan mengapa kasus Novanto menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.

“Pertama, penegak hukum gagal dalam menerapkan pasal pencucian uang untuk menelusuri aliran uang hasil tindak pidana korupsi. Penanganan dugaan TPPU korupsi pengadaan e-KTP oleh Bareskrim Polri terhadap SN disinyalir mangkrak,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Senin (18/8).

Wana menilai KPK yang memiliki fungsi supervisi penanganan perkara di penegak hukum lain telah gagal dalam mengakselerasi kasus tersebut. Akibatnya, kata Wana, saat Setya Novanto menjadi terpidana patut diduga kabur dan plesiran ke Padalarang ketika melakukan pemeriksaan. 

“Hal ini akibat tidak selesainya upaya penegak hukum dalam merampas aset milik Setya Novanto,” imbuhnya. 

Selain itu, Wana menjelaskan alasan kedua yakni terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) Setya Novanto dengan mengkorting pidana penjara dan pengurangan masa pencabutan hak politik. 

Menurut Wana, ketidakkonsistenan MA tersebut telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. 

“Pemberian efek jera melalui pidana badan dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih sangat diperlukan di saat RUU Perampasan Aset juga masih mangkrak oleh pemerintah dan DPR,” jelasnya. 

Sebelumnya, Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti mengatakan pertimbangan Novanto mendapat pembebasan bersyarat. Dikatakan salah satu yang menjadi dasar Novanto mendapat pembebasan bersyarat ialah hukumannya dikurangi dari 15 menjadi 12,5 tahun berdasarkan putusan PK yang dibuat MA. 

“Novanto telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Dia mengatakan pengusulan pembebasan bersyarat bagi Novanto telah disetujui oleh sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada 10 Agustus 2025,” jelasnya. 

Rika menyebutkan persetujuan itu diberikan bersama 1.000 usulan program integrasi warga binaan seluruh Indonesia lainnya yang sudah memenuhi persyaratan administratif.

Selain itu, ia mengatakan Novanto juga telah membayar denda dan uang pengganti. Menurutnya, hal itu dibuktikan dengan surat keterangan luas dari KPK.

“Sudah membayar Rp 43.738.291.585 pidana Uang Pengganti, sisa Rp 5.313.998.118 (subsider 2 bulan 15 hari). Sudah diselesaikan berdasarkan ketetapan dari KPK,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Pada 2018, Novanto divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Novanto dibebani membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke KPK subsider 2 tahun penjara. Novanto juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani masa pemidanaan.

Pada Juni 2025, MA mengabulkan PK Novanto. Hukuman Novanto disunat dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara. Selain menyunat hukuman penjara, majelis hakim PK mengurangi pidana tambahan Novanto dan mengubah hukuman pencabutan hak menduduki jabatan publik Novanto dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai.

“UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara,” kata hakim PK. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya