Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Pengamat: Pemerintah Harus Jelaskan Status Kewarganegaraan Eks Marinir Satria Arta Kumbara

Rahmatul Fajri
22/7/2025 19:34
Pengamat: Pemerintah Harus Jelaskan Status Kewarganegaraan Eks Marinir Satria Arta Kumbara
Eks Marinir Satria Arta Kumbara(YouTube)

PENGAMAT militer dan Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pemerintah wajib menjelaskan secara terbuka status kewarganegaraan Satria Arta Kumbaraeks Marinir TNI AL yang diketahui pernah menjadi tentara bayaran untuk militer Rusia.

Khairul menyebut secara institusional, TNI AL sudah tidak lagi terkait dengan Satria karena ia diberhentikan akibat desersi. Namun, ia menyoroti bahwa Satria belum pernah diproses hukum atas pelanggaran tersebut.

Terkait keinginan Satria untuk kembali ke Indonesia, Khairul menegaskan pentingnya kejelasan status kewarganegaraannya.

“Jika Satria masih WNI, pemerintah wajib memberikan perlindungan. Namun perlindungan tidak berarti membebaskan dari proses hukum. Apalagi ada indikasi ia terlibat konflik bersenjata di luar negeri tanpa izin,” ujar Khairul kepada Media Indonesia, Selasa (22/7).

Khairul merujuk Pasal 23 huruf d UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menyebut WNI bisa kehilangan statusnya jika bergabung dengan militer asing tanpa izin presiden. Ia menyoroti belum jelas apakah proses pencabutan kewarganegaraan Satria sudah dilakukan.

“Kalau ternyata ia bukan lagi WNI, negara tak punya kewajiban memulangkannya. Pemerintah harus menjelaskan ini secara transparan agar jadi pelajaran bahwa ada risiko besar ketika memilih jalan seperti itu,” ujarnya.

Perlu Ketegasan Hukum dan Pembinaan Nyata

Khairul menekankan pentingnya ketegasan hukum terhadap siapa pun yang melanggar, termasuk mantan prajurit yang ikut konflik asing. Ia mengingatkan agar tidak muncul persepsi bahwa setelah keluar dari dinas, seorang mantan prajurit bebas bertindak tanpa konsekuensi.

Ia juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap sistem pembinaan pasca-dinas, termasuk aspek kesejahteraan dan pengawasan ideologi mantan prajurit. Menurutnya, meningkatnya konflik global dan maraknya jasa tentara bayaran bisa memicu kecenderungan serupa di Indonesia.

“Tawaran gaji tinggi dan pengalaman tempur bisa menarik bagi eks prajurit yang kehilangan arah. Ini bukan hanya persoalan Indonesia—bahkan negara maju pun menghadapinya,” ujarnya, mencontohkan kasus eks pasukan elite Inggris dan AS yang beralih ke perusahaan militer swasta.

Khairul menutup dengan seruan agar negara hadir melalui penegakan hukum dan pembinaan nyata, demi mencegah kerusakan citra TNI akibat tindakan segelintir orang.

“Negara tak boleh diam. Jangan sampai fenomena seperti ini berulang dan merusak martabat TNI sebagai penjaga kedaulatan bangsa,” tegasnya. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya