Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
MAJELIS hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong memahami bahwa penerbitan izin impor gula rafinasi untuk delapan perusahaan swasta melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7), hakim anggota Alfis Setyawan menyebut bahwa Tom Lembong mengerti izin impor tersebut diterbitkan bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula.
"Didasarkan fakta hukum di atas, diyakini bahwa terdakwa sangat menyadari dan memahami penerbitan persetujuan impor kepada 8 pabrik gula swasta di atas melanggar ketentuan Permendag Nomor 117 tentang Ketentuan Impor Gula, terkait tidak adanya rekomendasi dari Direktur Industri Agro Kementerian Perindustrian atau tidak adanya kesepakatan rapat koordinasi dengan instansi terkait yang menyepakati pelaksanaan penugasan oleh PT PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) bekerja sama dengan 8 pabrik gula swasta yang mengolah gula kristal mentah menjadi Gula Kristal Putih," ucap hakim Alfis.
Pemberian izin impor gula kristal mentah (GKM) untuk selanjutnya diolah menjadi gula kristal putih (GKP), menurut hakim, juga mencerminkan ketidakcermatan Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016.
Hakim menilai keputusan impor tersebut diambil tanpa mempertimbangkan kondisi pasokan dan harga gula dalam negeri yang saat itu sedang tinggi dan langka sejak awal 2016.
"Impor seharusnya dilakukan tidak hanya melihat sisi manfaat pabrik gula tetapi juga memperhatikan masyarakat sebagai konsumen akhir, termasuk memperhatikan manfaatnya bagi petani tebu," ucap Hakim.
Lebih lanjut, hakim menjelaskan bahwa gula termasuk dalam kategori barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, seharusnya gula yang diimpor adalah jenis GKP, bukan GKM.
Sementara itu, disebutkan bahwa GKM bukan termasuk barang kebutuhan pokok, melainkan bahan baku produksi.
"Artinya pemberian persetujuan impor GKM untuk menjadi GKP dalam rangka penugasan operasi pasar kepada PT PPI merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan," tutur Hakim. (Ant/P-4)
Komisi Yudisial (KY) menyatakan segera menindaklanjuti laporan yang diajukan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
TIM kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong resmi mengajukan banding vonis 4,5 tahun penjara di kasus korupsi impor gula.
TIM kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong telah mengajukan banding vonis 4,5 tahun penjara di kasus korupsi impor gula.
TIM kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong akan melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat ke KY.
KOMISI Yudisial (KY) menyatakan akan melakukan pemantauan dan peninjauan terkait jalannya sidang kasus impor gula dan vonis 4,5 tahun yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
PAKAR Hukum Pidana UMY, M. Endriyo Susila mengatakan penegakan hukum di Indonesia khususnya pemberantasan korupsi, sedang mengalami kemerosotan. Vonis Tom Lembong
Tom Lembong mengatakan tidak ingin kemerdekaannya hari ini menjadi akhir cerita, tetapi harus menjadi awal dan tanggung jawab bersama.
Majelis hakim yang menghukum Tom Lembong dengan hukuman 4,5 tahun penjara tidak ditekan oleh pihak manapun.
Dalam waktu 3 hingga 5 tahun ke depan, siapa pun bisa meminta AI untuk mengakses dan menganalisis ribuan dokumen persidangan kasus yang menyeret dirinya.
Tom Lembong mengaku heran dan kecewa dengan tuntutan jaksa terhadapnya yakni penjara selama tujuh tahun pada kasus dugaan korupsi importasi gula.
JPU rampung membacakan tuntutan eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Dia dinilai terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved