Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
HUKUMAN terhadap narapidana kasus KTP-E Setya Novanto (Setnov) yang dipangkas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi seolah menjadi tanda bahwa penanganan perkara korupsi di Tanah Air sudah menjadi hal yang biasa saja.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah menjelaskan, itu terjadi karena MA juga sudah kehilangan figur yang menjadi panutan.
"Alasan terbesarnya adalah karena MA saat ini kehilangan panutan. Kita tidak memiliki Artidjo Alkostar seperti dulu yang begitu sangar ketika memvonis para koruptor," kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Rabu (2/7).
Diketahui, Artidjo merupakan mantan hakim agung yang dikenal berani menjatuhkan hukuman berat kepada terpidana kasus korupsi. Artidjo menjabat sebagai hakim agung sejak 2000 sampai 2018 sebelum akhirnya menjadi Dewan Pengawas KPK sampai 2021 saat dirinya meninggal dunia.
Menurut Herdiansyah, saat menjadi hakim agung, Artidjo begitu sangar ketika memvonis para koruptor. Oleh karena itu, setelah Artidjo tak lagi menjadi hakim agung, MA juga dinilai telah kehilangan standar dalam memperlakukan terpidana kasus korupsi.
Ia menegaskan, kasus korupsi harusnya dilihat sebagai hal yang luar biasa, termasuk dalam hal penjatuhan hukuman. Seorang terpidana kasus korupsi yang sedang menempuh upaya hukum di MA, sambung Herdiansyah, harusnya dibedakan dengan terpidana kasus tindak pidana pada umumnya.
Oleh karena itu, pemangkasan hukuman Setnov yang juga mantan Ketua DPR RI itu dari 15 tahun penjara menjadi 12,5 tahun menunjukkan bahwa perlakukan MA terhadap narapidana korupsi menjadi biasa saja.
"Sekarang kita menganggap (korupsi) biasa-biasa saja. Mengurangi hukuman koruptor itu ya seperti kejahatan yang biasa, seperti sudah lumrah. Hal yang dulunya kita tidak dapatkan ketika Artidjo masih di MA," ujar Herdiansyah. (Tri/I-1)
KUBU Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi masa tahanan eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
KPK komentari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
Pemerintah Indonesia sudah mengupayakan pemulangan Tannos dengan jalur diplomatik. Terbaru, Indonesia memberikan tambahan informasi ke penegak hukum Singapura pada 23 April 2025.
SEBAGIAN besar kaum perempuan percaya, bra yang baik dapat mendukung penampilan di dada, membantu meredakan sakit punggung, dan mencegah payudara kendur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved