Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
MENTERI Kebudayaan Fadli Zon mendapat banyak kriikan dan kecaman karena pernyataannya yang menyebut pemerkosaan massal saat kerusuhan rasial 13-15 Mei 1998 sebagai rumor. Kecaman muncul mulai dari aktivis hinggap anggota DPR.
Sejumlah pihak bahkan meminta agar politisi partai Gerindra itu meminta maaf atas pernyataannya yang dinilai keliru. Berikut sejumlah reaksi sejumlah tokoh atas permyataan Fadli Zon yang menyangkal pemerkosaan massal Mei '98
Perwakilan Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM), Tuba Falopi, menilai Fadli Zon harus segera meminta maaf atas pernyataannya yang dinilai mengabaikan realitas kekerasan seksual di masa tragedi 1998
"Sebagai penyintas, pernyataan Fadli Zon memperparah luka kami. Ini bukti negara mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM," kata Tuba dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (14/6).
Menurut Tuba, kekerasan seksual pada saat itu adalah instrumen kekuasaan yang brutal dan seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk pemberian perlindungan bagi korban. Kondisi tersebut harusnya menjadi perhatian pemerintah saat ini yakni dengan cara memberikan perhatian lebih kepada para korban.
“Dia (Fadli Zon) bilang sudah mendebatkan dengan tim pencari fakta. Fadli Zon seakan-akan membaca banyak buku dan menceritakan banyak sejarah lain, tapi dia meminggirkan kasus 1998 ini. Dia melupakan itu. Negara gagal memberikan perlindungan pada negara dan negara menutup mata dalam kasus ini,” sambungnya.
Anggota Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, mengingatkan bahwa laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998. Laporan ini sudah diserahkan kepada Presiden BJ Habibie saat itu dan menjadi dasar pengakuan resmi negara.
Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa dokumen TGPF adalah produk resmi negara. "Sehingga menyangkal dokumen resmi TGPF berarti mengabaikan jerih payah kolektif bangsa dalam menapaki jalan keadilan. Sikap semacam itu justru menjauhkan kita dari pemulihan yang tulus dan menyeluruh bagi para penyintas," kata Dahlia Madanih, Sabtu (14/6).
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menilai pernyataan Fadli Zon merupakan manipulasi sejarah dan pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran.
“Kami menilai pernyataan tersebut merupakan bentuk manipulasi, pengaburan sejarah, serta pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, khususnya kekerasan terhadap perempuan dalam peristiwa Mei 1998,” kata perwakilan koalisi, Usman Hamid dalam keterangannya pada Minggu (15/6).
Menurut Usman, Pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban. Ia dinilai telah gagal dalam memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya, terlebih lagi ada kecenderungan secara sengaja menyasar pihak yang dijadikan korban, yaitu perempuan Tionghoa.
Komentar serupa juga disampaikan Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nihayatul Wafiroh. Pernyataan Fadli Zon dinilai tidak hanya mencederai perasaan korban dan pegiat HAM, tetapi juga menunjukkan ketidaktahuan serta sikap abai terhadap catatan sejarah kelam bangsa.
“Tragedi pemerkosaan saat Mei 1998 itu adalah tragedi kemanusiaan yang nyata. Jadi saya kira siapapun yang menyebut nggak ada tragedi perkosaan itu tentu sangat tidak pantas dan berpotensi menghapus jejak sejarah kekerasan seksual yang telah diakui secara luas, baik oleh Komnas Perempuan maupun berbagai lembaga independen nasional dan internasional," ungkap Ninik, Minggu (15/6).
Pegiat HAM perempuan, Yuniyanti Chizaifah, menilai pernyataan Fadli Zon menunjukkan ketidaktahuan sejarah dan sikap menolak belajar sejarah bangsa secara jujur.
“Pernyataan Fadli Zon, menandakan dia tidak paham sejarah, tidak mau belajar sejarah bangsa yang jujur,” ungkap Yuni kepada Media Indonesia, Minggu (15/6).
“Sebagai seorang menteri, apalagi menteri kebudayaan, dia mengajari budaya bangsa untuk bohong, menyangkal dan hanya mengabdi pada sejarah kekuasaan,” tegasnya.
Yuni mendesak Fadli Zon meminta maaf dan bertanggung jawab memenuhi rasa keadilan para korban. Ia juga menyerukan agar Fadli berkomitmen mencegah tragedi serupa dan budaya impunitas di masa depan.
“Ia pun harus berjanji mencegah agar tidak akan berulang lagi tragedi Mei 98, mencegah budaya impunitas, berani bicara pada nuraninya,” tandasnya.
Media Indonesia telah berupaya menghubungi Fadli Zon untuk klarifikasi, namun hingga Minggu (15/6) sore belum ada tanggapan resmi dari politisi Partai Gerindra tersebut. (Iam/P-4)
Ini jawaban Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai banyak dikritik akibat pernyataannya soal pemerkosaan Mei 1998.
Pegiat HAMĀ Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved