Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Usulan Perpanjang Masa Pensiun ASN Dinilai Kontradiktif dengan Perkembangan Zaman

Devi Harahap
27/5/2025 12:17
Usulan Perpanjang Masa Pensiun ASN Dinilai Kontradiktif dengan Perkembangan Zaman
Ilustrasi: Sejumlah PPPK dan ASN mengikuti pelantikan di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

KORPS Pegawai Republik Indonesia (Korpri) mengusulkan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) diperpanjang menjadi rentang usia 60 sampai 70 tahun. Usulan perpanjangan usia pensiun tersebut tercantum dalam surat Korpri bernomor B-122/KU/V/2025, tertanggal 15 Mei 2025.

Menanggapi hal itu, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah menyatakan bahwa usulan tersebut sangat ambisius dan dan tak relevan dengan perkembangan zaman. Ia menekankan perlunya kajian mendalam terkait cost dan benefit bagi negara. 

“Perlu ada kajian yang mendalam terkait cost and benefit-nya, karena dari sisi pengeluaran negara tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar, terutama untuk sisi pemberian gaji, tunjangan perlindungan dan kesehatan. Pengeluaran biaya pegawai dalam APBN/APBD akan semakin membesar,” kata Trubus saat dikonfirmasi Media Indonesia pada Selasa (27/5). 

Usulan tersebut diketahui mencakup JPT Utama hingga usia 65 tahun, JPT Madya atau Eselon I hingga 63 tahun, JPT Pratama atau Eselon II sampai 62 tahun, Eselon III dan IV hingga 60 tahun, serta untuk Jabatan Fungsional Utama hingga usia 70 tahun.

Menurut Trubus, penentuan batas usia pensiun (BUP) pegawai ASN harus mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh. Seperti produktivitas, pembinaan karier, pengembangan kompetensi, dan faktor lainnya dalam manajemen ASN.

Selain itu, ia juga menekankan agar jangan sampai usulan perpanjangan BUP mengganggu sistem karier yang sudah berjalan dan berpotensi menimbulkan tekanan pada ketersediaan anggaran negara dan regenerasi ASN. 

“Kemudian tentu juga akan menutup kesempatan generasi muda untuk mengikuti CASN, regenerasi yang dibutuhkan akan secara otomatis terhalang oleh mereka-mereka yang masa pensiunnya diperpanjang,” jelasnya. 

Trubus menilai belanja pegawai di berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari kota/kabupaten, provinsi, hingga pusat merupakan salah satu pos pengeluaran terbesar, dengan rata-rata mencapai 60%.

“60% anggaran APBD habis untuk biaya belanja pegawai, salah satu yang terbesar untuk menggaji pegawai, artinya pembangunan di daerah-daerah itu minim. Kalau nanti masa pensiun ASN diperpanjang, otomatis membawa beban lagi, karena semakin tinggi usianya akan makin tinggi pula besaran gaji yang diterima,” ujarnya. 

Pemerintah Butuh Anak Muda

Selain usulan perpanjangan usia pensiun hingga 70 tahun tidak relevan dengan perkembangan zaman, pemerintah juga membutuhkan anak-anak muda berenergi yang lebih adaptif terhadap teknologi. 

“Sekarang pelayanan birokrasi kita sedang mengupayakan sistem berbasis digital elektronik, jadi usulan memperpanjang masa pensiun ini tidak korelatif, karena justru kita membutuhkan banyak anak muda yang lebih mudah adaptif dengan pelayanan berbasis teknologi,” tukasnya. 

Meskipun tidak menafikan adanya kontribusi dan profesionalitas pada kelompok usia 58 hingga 70 tahun, namun dia menekankan di era berbasis teknologi seperti sekarang, perpanjangan masa jabatan atau pensiun harus dipertimbangkan.
  
“Dari sisi rasional kebijakan memang menambah profesional dan tidak perlu memberikan pelatihan, tapi keadaan di lapangan belum tentu seperti itu. Faktanya banyak generasi tua justru sulitmengikuti perkembangan pelayanan berbasis digitalisasi, sementara arah birokrasi ke depan dituntut untuk efisien dan efektif,” ujar Trubus. 

Trubus menilai, jika usulan perpanjangan itu tetap diajukan, maka akan lebih bijaksana jika diterapkan pada wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) yang selama ini kerap kekurangan tenaga pengabdi.
 
“Menurut saya, jika ingin memperpanjang usia masa pensiun ASN, bisa diterapkan untuk para pegawai yang mengabdi di wilayah 3T karena di sana masih kekurangan tenaga, itu lebih rasional, bukan justru di kementerian atau lembaga pusat,” tegasnya. 

Lebih lanjut, Trubus mendorong pengambil kebijakan agar kembali mengkaji usulan tersebut secara berhati-hati. Menurutnya, reformasi birokrasi secara sistem lebih dibutuhkan daripada memperpanjang masa kerja.  

“Dengan kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak stabil dan banyak negara-negara lain yang merestrukturisasi pekerja birokratnya agar lebih efisien, justru usulan penambahan masa pensiun itu kontradiktif jika diterapkan terlebih lagi pemerintah juga sedang mencanangkan kebijakan efisiensi anggaran,” tandasnya. (Dev/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya