Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PANGLIMA TNI Jenderal Agus Subiyanto menilai Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI butuh direvisi karena tak lagi relevan dengan kondisi dan perkembangan dan perkembangan negara. Ia mengatakan UU yang telah berlaku sejak 20 tahun lalu itu seharusnya diubah dengan mengikuti perkembangan yang ada.
"UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang menjadi payung hukum TNI sebagai alat negara dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan negara dinilai sudah tidak relevan, dan perlu disesuaikan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam mengimplementasikan norma dasar kebijakan dan keputusan politik negara," kata Agus saat rapat kerja (raker) di Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
Agus mengatakan perubahan UU TNI dibutuhkan untuk memperluas peran masing-masing matra dalam memperkuat peran intelijen dan kesiapan dalam menghadapi tantangan global.
"Beberapa perubahan yang akan dilaksanakan memperluas peran masing-masing matra dalam konsep trimatra terpadu, memperkuat peran intelijen strategis dalam pengambilan keputusan militer, dan kesiapan operasional berbasis skenario ancaman global," ujarnya.
"Selain itu, ketentuan beberapa frasa sudah tidak sesuai digunakan dan perlu adanya penyempurnaan editorial di berbagai pasal karena berkaitan erat dengan tugas pokok TNI," tuturnya.
Meski demikian, Agus menegaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI harus mengedepankan prinsip supremasi sipil.
"TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil, serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya," kata Agus. (H-3)
PBHI Sebut DPR Sering Absen dan tak Serius Ikuti Sidang Gugatan UU TNI di MK
Aktivis Kontras Andrie Yunus menjadi saksi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguji proses legislasi UU TNI.
Menurut Susi, Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 memaksa pembentuk undang-undang mengatur tiga hak-hak prosedural dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan program pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus didasarkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
(TNI) mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (20/6), untuk mencari informasi terkait dugaan penunggangan isu Revisi UU TNI oleh advokat Marcella Santoso dalam
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
SURVEI Indikator Politik Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI) mencapai 85 persen, turun dari 93 persen.
PUTRI Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Inayah WD Rahman atau dikenal juga sebagai Inayah Wahid, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU TNI.
Dikatakan oleh pemohon bahwa proses pembahasan revisi UU TNI tidak transparan dan luput dari penjelasan detail terkait penyelesaian konflik komunal.
UU TNI yang baru disahkan harus diperkuat kolaborasi pertahanan dalam menjaga keberlanjutan pembangunan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved