Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
AKADEMI TNI, yang sebelumnya dikenal sebagai Akabri, didirikan tahun 1965 dengan tujuan utama menyatukan ketiga angkatan (AD, AL, AU) dalam satu lembaga pendidikan. Keberadaan akademi ini merupakan respons terhadap tantangan politik yang dihadapi Indonesia pada 1960-an, khususnya gerakan PKI.
Akademi ini bertujuan menghasilkan perwira militer yang tidak hanya profesional, juga memiliki semangat kebersamaan antar angkatan.
Berikut adalah lima tokoh yang berasal dari Akademi TNI (Akabri) yang telah memberikan kontribusi signifikan di dunia militer dan politik Indonesia :
Jenderal TNI (Purn) Wiranto (lahir 4 April 1947) adalah mantan perwira tinggi militer dan politikus senior Indonesia. Pada akhir 2019, ia diangkat Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Karier politiknya dimulai ketika menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan menjelang akhir Orde Baru. Awalnya anggota Golkar, ia mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada 2006.
Sebagai lulusan Akademi Militer Nasional 1968, Wiranto mencapai puncak karier militer sebagai Panglima ABRI merangkap Menhankam. Ia menjadi tokoh kunci dalam transisi Orde Baru ke Reformasi pada 1998/1999, berperan penting dalam mengawal proses pergantian tersebut.
Laksamana TNI (Purn) Widodo Adi Sutjipto (lahir 1 Agustus 1944) adalah mantan perwira tinggi militer Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Menkopolhukam (2004–2009). Widodo juga pernah menjadi Panglima TNI pertama dari matra Angkatan Laut (1999–2002) setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Surakarta, ia lulus dari Akademi Angkatan Laut pada 1968. Karirnya menanjak hingga menjadi Wakil Panglima ABRI pada 1999 di era Presiden B.J. Habibie sebelum akhirnya memimpin TNI di masa Presiden Abdurrahman Wahid.
Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto (lahir 29 April 1947) adalah mantan Panglima TNI (2002–2006) dengan karier militer yang cemerlang. Sebelum menjabat Panglima, ia menduduki sejumlah posisi strategis di Angkatan Darat, termasuk Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2000–2002), Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat, dan Asisten Operasi Kepala Staf Umum TNI. Pada masa transisi politik 1998, Endriartono bertugas sebagai komandan pengawal Presiden Soeharto saat pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998.
Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto (lahir 2 Desember 1950) adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (2009–2014) dan Panglima TNI (2006–2007). Sebelum menjabat Panglima TNI, ia adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara (2005–2006).
Djoko Suyanto merupakan Panglima TNI kedua yang berasal dari matra Angkatan Udara, setelah Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma. Ia dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 13 Februari 2006, menggantikan Jenderal TNI Endriartono Sutarto. Ia digantikan Jenderal TNI Djoko Santoso pada 28 Desember 2007.
Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono (lahir 25 Agustus 1955) adalah mantan Panglima TNI yang menjabat dari 28 September 2010 hingga 30 Agustus 2013. Ia merupakan Panglima TNI kedua dari matra Angkatan Laut setelah Laksamana TNI Widodo Adi Sudjipto. Setelah pensiun, jabatannya diteruskan oleh Jenderal TNI Moeldoko.
Agus menamatkan pendidikan militernya di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) bagian Laut pada tahun 1978, setelah menyelesaikan pendidikan menengah di SMP dan SMA Negeri 1 Blitar.
Kelima tokoh yang berasal dari Akademi TNI telah memberikan kontribusi besar di dunia militer dan politik Indonesia. Mereka membuktikan lembaga ini mampu menghasilkan pemimpin yang tidak hanya unggul dalam bidang militer, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk arah kebijakan dan stabilitas negara. (akademi-tni/wikipedia/antara/Z-3)
Para taruna Akabri mendapatkan uang saku selama pendidikan, berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan.
Ingin masuk Akabri? Simak tahapan seleksi, syarat masuk, hingga proses pendidikan di Akademi TNI, mulai dari administrasi, tes kesehatan, hingga pendidikan lanjutan.
Lulusan Akademi TNI menjalani pendidikan selama 4 tahun yang menggabungkan ilmu militer dan pendidikan umum setara Diploma IV dan gelar Sarjana Terapan Pertahanan.
Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan Akmil (Akademi Militer) sering disamakan, namun keduanya memiliki perbedaan mendasar.
AKABRI didirikan pada 16 Desember 1965 untuk menyatukan pendidikan militer bagi TNI AD, AL, dan AU, dengan tujuan menciptakan perwira yang profesional dan menjunjung integrasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved