Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI terus mendorong para pengambil kebijakan untuk meniadakan dan penghapusan aturan terkait hukuman mati di berbagai kasus. Hal ini sebagai bentuk penegakan hak hidup setiap manusia, khususnya dalam rangka Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, penghapusan hukuman mati merupakan standar norma internasional dan menjadi arus utama bagi negara yang telah meratifikasi Second Optional Protocol dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), termasuk Indonesia yang telah mengadopsi sejak 1991.
“Sebagai standar norma internasional, maka pemerintah Indonesia perlu untuk terus konsisten di dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah yang sejalan dengan perkembangan yang sudah ada di dalam KUHP Nasional yang baru,” kata Atnike di Jakarta, pada Kamis (10/9).
Baca juga : Perjuangan Global untuk Menghapuskan Hukuman Mati: Upaya PBB dan Dukungan Internasional
Atnike menuturkan ketentuan tentang penghapusan hukuman mati telah tertuang dalam Pasal 6 ayat 1 ICCPR yang menyebutkan bahwa setiap manusia berhak atas hak untuk hidup dan mendapat hak perlindungan hukum dan tiada yang dapat mencabut hak itu.
Sementara itu, untuk aturan di dalam negeri, telah dibentuk KUHP Nasional yang baru dengan ketentuan bahwa pidana mati diatur sebagai hukuman alternatif serta terdapat pula aturan tentang penundaan eksekusi pidana mati. Di sisi lain, pemerintah juga telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Cara Perubahan Pidana Seumur Hidup dan Pidana Mati.
Atas dasar itu, Atnike menilai bahwa pemerintah perlu untuk mengkaji dan mempertimbangkan adanya moratorium atau penangguhan pelaksanaan hukuman mati serta penghapusan pelaksanaan hukuman mati untuk kasus-kasus baru ke depan.
Baca juga : Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia: Kasus, Kebijakan, dan Data
Untuk mendukung pelaksanaan penghapusan hukuman mati di Indonesia, ratifikasi Second Optional Protocol merupakan suatu yang penting untuk dilaksanakan pemerintah,” jelas Atnike.
Sementara itu, Amnesty International dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa hak hidup adalah sesuatu yang universal dan tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun.
“Keadilan seharusnya tentang rehabilitasi dan pemulihan, bukan pembalasan,” ujar Amnesty Internasional dalam kanal resminya.
Baca juga : Metode Eksekusi Hukuman Mati: Dari Kamar Gas hingga Pemenggalan Kepala
Berdasarkan World Coalition Against Death Penalty setidaknya 112 negara telah menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan, 55 negara masih mempertahankan hukuman mati untuk pidana luar biasa, 222 orang dieksekusi mati sepanjang 2023, serta terdapat 41.047 orang berada dalam deret tunggu eksekusi mati.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, per 4 Oktober 2024, setidaknya terdapat 557 terpidana mati dalam deret tunggu, 11 orang di antaranya adalah perempuan.
“Pidana mati telah lama menjadi isu yang diperdebatkan, menimbulkan pertanyaan tentang moral, hukum, dan dampak sosialnya. Dalam banyak kasus, hukuman mati secara tidak proporsional menargetkan masyarakat yang terpinggirkan, orang miskin, dan bahkan mereka yang dituduh secara tidak benar dengan melanggar hak mereka atas peradilan yang adil,” imbuhnya.
Dari berbagai kajian, hukuman mati tidak secara efektif memberi efek jera dan mencegah kejahatan. Namun sebaliknya, hukuman mati justru melanggengkan siklus kekerasan dan menutup kemungkinan rehabilitasi dan perbaikan.
“Hukuman mati tidak membuat Indonesia menjadi lebih aman dan mewujudkan penegakan hukum karena tidak melindungi siapa pun,” ujarnya. (Dev/M-4)
KEMENTERIAN Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Revisi UU HAM
Komnas HAM mencatat pada Pemilu maupun Pilkada 2024, setidaknya ada 181 orang anggota tim penyelenggara yang meninggal dunia.
Putusan MK ini menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas pemilu.
Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan lokal
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta buruknya pelayanan kepolisian kepada masyarakat merupakan fakta yang dirasakan publik.
Komnas HAM mencatat bahwa institusi Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan dalam dugaan praktik penyiksaan sepanjang periode 2020 hingga 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved