Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMBENTUKAN Komite Fatwa Produk Halal dalam perspektif Islam perlu didukung dan diperkuat. Keberadaannya tidak patut dilarang, karena tidak ada dalil yang melarangnya dan bukan pula termasuk dalam perbuatan yang melanggar norma agama dan hukum yang berlaku.
Kesaksian tersebut disampaikan saksi ahli yang dihadirkan pemerintah, Ahmad Ishomuddin di sidang kelima pengujian norma Pasal 48 angka 1, angka 19, angka 20 dan angka 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja), di Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Rabu (21/2).
"Dasarnya adalah al-Mashlahah al-Mursalah, karena tidak terdapat dalil yang mendukungnya, al-mashlahah al-mu'tabarah dan tidak pula terdapat dalil yang mengabaikannya, al-mashlahah al-mulghah, baik secara langsung maupun tidak," ujarnya. Dalam sidang Perkara Nomor 49/PUU-XXI/2023 dan 58/PUU-XXI/2023 itu, Ahmad menjelaskan, Komite Fatwa Produk Halal adalah sesuatu yang niscaya untuk dibentuk karena amat dibutuhkan. Lembaga fatwa bentukan Kementerian Agama ini dalam proses penetapan fatwanya bersifat independen, yakni bebas, merdeka, tidak memihak, dan tidak ada campur tangan pemerintah, namun secara administratif bertanggung jawab kepada Menteri Agama.
Baca juga : Relawan Amin Bangun 50 Ribu Dapur Halal saat Hari Pencoblosan
Komite Fatwa Produk Halal akan merespons dan mengantisipasi pertanyaan dari para pelaku usaha terkait kasus hukum baru yang berhubungan dengan produk halal yang berkembang cepat, dinamis, dan semakin problematik. “Tidak ada alasan logis yang relevan dan tidak pula argumentasi yang kokoh dari pihak pemohon dan keterangan ahlinya yang sejatinya tidak lebih hanya berdasarkan asumsi-yang patut diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi terkait usulan agar Komite Fatwa Produk Halal ditiadakan," jelasnya.
Dengan permohonan yang tujuan intinya untuk menetapkan hanya satu lembaga fatwa, yakni Komisi Fatwa MUI, yang mana hal ini memberi kesan adanya segelintir orang yang ingin memonopoli fatwa, tidak bercermin pada negara-negara muslim lain yang pemerintahannya membentuk lembaga fatwa resmi dan menutup mata dari berbagai pihak/ulama di luar Komisi Fatwa MUI yang memiliki otoritas, integritas dan kapabilitas untuk merumuskan suatu fatwa, sambungnya.
Untuk diketahui, sebelumnya, Pemohon Rega Felix mendalilkan pelaksanaan sistem jaminan produk halal yang bersifat wajib atau mandatory memiliki potensi adanya sengketa hukum seperti sengketa terhadap sengketa terhadap penentuan nama produk halal yang halal atau tidak halal. UU JPH dan Cipta Kerja yang membentuk berbagai macam lembaga fatwa termasuk adanya MUI dan Komite Produk Halal meningkatkan potensi sengketa menjadi lebih tinggi.(H-1)
Halal World 2023 akan menjadi forum strategis untuk mengembangkan kerja sama internasional Jaminan Produk Halal (JPH),
BPJPH Kementerian Agama terus berupaya melakukan berbagai persiapan untuk menyambut implementasi kewajiban sertifikasi halal yang akan diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.
Penandatanganan MoU ini merupakan tindak lanjut dari proses pembicaraan bilateral kedua negara yang dimulai sejak awal 2024 lalu, yang dilanjutkan dengan pembahasan finalisasi draft MoU.
PP No 42/2024 mengenalkan kebijakan baru antara lain relaksasi penahapan kewajiban sertifikasi halal, penyelia halal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga kedudukan komisi fatwa.
Menurut Siti Nur Azizah, Persami menggelar program pengembangan dan penguatan ekonomi syariah.
Pemerintah membutuhkan waktu untuk finalisasi keterangan presiden dan meminta penundaan 14 hari untuk gugatan uji materi UU Cipta Kerja terhadap UU JPH.
Fatwa juga bersifat segregatif dan bahkan bisa melemahkan kebinekaan Indonesia.
"Itu kan diperlukan dalam rangka mendukung kemerdekaan Palestina dan dalam rangka menghentikan kebiadaban Israel di Gaza," ujar Ma'ruf
Wapres mendukung fatwa MUI namun kembali mengingatkan untuk koordinasi dengan pihak terkait agar tidak merugikan pihak yang tidak terkait.
Upaya “Palestina Washing” yang dilakukan produsen terkait Israel sejauh ini sepertinya masih kusut, karena masyarakat ternyata patuh mengikuti Fatwa MUI.
Hasil survei Halal Watch semakin memperjelas bahwa aksi boikot dan upaya menggunakan produk lokal terjadi pada masyarakat dan konsumen kita.
Sodikun menjelaskan bahwa fatwa pornografi dan pornoaksi sudah dibuat MUI sejak 20 tahun silam yang memuat prinsip dalam berpakaian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved