Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar Jelaskan Anomali dari Data Exit Poll dan Quick Count

Media Indonesia
16/2/2024 19:45
Pakar Jelaskan Anomali dari Data Exit Poll dan Quick Count
Petugas KPPS mengikuti kegiatan simulasi penghitungan suara dan Sirekap di Indramayu(Antara)

SELAMA proses penghitungan suara pemilu, akan muncul istilah-istilah seperti quick count, real count, dan exit poll.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menjelaskan penyebab data quick count berbeda dengan exit poll. Menurut Dedi, ada sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan data mulai dari kekeliruan mengambil sampel maupun responden yang tidak jujur.

Dari data Exit Poll Indikator Politik Indonesia pasa 14 Februari 2024, elektabilitas partai Gerindra mencapai 20,5%. Namun, dari sejumlah lembaga survei di quick count angka elektabilitas Gerindra hanya  sekitar 13%.

Baca juga : Kapal Boat Pembawa Kotak Suara Pemilu 2024 Tertelungkup di Perairan Mentawai

Dedi menerangkan, data quick count dan exit poll itu punya akurasi yang baik jika angka keduanya tidak selisih jauh. Tapi, jika selisihnya cukup jauh maka kemungkinan ada kekeliruan dalam mengambil sampel.

"Sebenarnya kita bisa mempercayai antara quick count dan exit poll itu punya akurasi yang baik kalau diantara keduanya memiliki kedekatan tidak lebih dari 2,5 persen selisihnya," kata Dedi.

"Tapi kalau sampai lebih dari itu apalagi cukup jauh maka kita punya peluang untuk tidak percaya pada dua duanya exit poll dan quick count, karena punya peluang keduanya mungkin keliru dalam mengambil sampel," sambungnya.

Baca juga : Jaga Kondusivitas, Polres Simalungun Gelar Patroli di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan

Dedi melanjutkan, faktor lainnya adalah bisa saja dalam exit poll itu responden tidak menjawab dengan jujur dan surveyor tidak bisa mendeteksi mereka yang memilih PDIP namun menjawab Gerindra.

"Karena mungkin tren pilpresnya memilih Prabowo Subianto, jadi secara spontan mereka memilih Gerindra itu bisa saja, artinya ketidakjujuran itu terlebih sepanjang hari hari terkahir jelang pemilihan umum survei sering dilakukan," ucapnya.

"Sehingga mungkin ada responden yang merasa lelah dalam menjawab apa yang disebut dengan political fatigue, kelelahan dalam berpolitik kira kira begitu, ya sehingga jawaban mereka menjawab saja," kata Dedi.

Baca juga : PDIP Menang dan Ganjar Kalah Telak, Pengamat Sebut Anomali Politik

Sebaliknya, kata Dedi, jika data exit poll nya benar maka ada kekeliruan dalam memasukkan data di quick count. Sebab, sampling exit poll dengan sampling quick count adalah sama. Dalam arti, ketika dua responden di wawancara dari TPS 1, maka data quick countnya juga diambil dari TPS tersebut.

"Jadi memang ini cukup di lematis, yang bisa menjawab ini tentu real countnya nanti, kalau real countnya nanti benar sesuai exit poll maka exit poll bisa kembali dipercaya, kalau real countnya yang benar adalah versi quick count itu juga bisa dipercaya," pungkasnya. (P-4)

Baca juga : Jalan Kabupaten Yalimo Papua Dipalang Masyarakat yang Tidak Terima Kotak Suara Dipindah



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya