Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Legitimasi Pemilu 2024 Dipertaruhkan di Tengah Dugaan Kecurangan dan Masalah Netralitas

Indriyani Astuti
07/1/2024 17:16
Legitimasi Pemilu 2024 Dipertaruhkan di Tengah Dugaan Kecurangan dan Masalah Netralitas
Sejumlah pekerja melipat surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden di gudang KPU Kota Serang(Antara)

DUGAAN kecurangan dan isu mengenai netralitas membayangi pelaksanaan pemilu 2024. Legitimasi pemilu dipertaruhkan apabila tidak berjalan secara jujur dan adil. Demikian hal yang mengemuka dalam diskusi bertajuk "Launching Penelitian Titik Rawan dan Peta Kecurangan Pemilu yang digelar oleh Themis Indonesia, di Jakarta, Minggu (7/1). 

Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3 Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan pemilihan umum (pemilu) 2024 cukup mengkhawatirkan. Pasalnya banyak masalah netralitas serta kecurangan pemilu seperti surat suara yang sudah tercoblos di Taipei, Taiwan, dugaan penyerangan terhadap pendukung atau relawan paslon, hingga pencopotan baliho capres/cawapres. Todung mengatakan netralitas aparat penegak hukum (APH) sangat dibutuhkan untuk menjamin pemilu adil.

Ia mengaku ada kriminalisasi terhadap para kepala desa yang tidak setuju dengan deklarasi dukungan terhadap Pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Nomor (paslon) Urut 1 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Beberapa waktu lalu, sejumlah organisasi kepala desa menyatakan dukungan terhadap paslon nomor urut 1 di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Baca juga : Kendaraan Taktis Polisi Siaga Amankan Debat Capres Malam Ini

"Kepala desa yang tidak setuju (dengan deklarasi dukungan paslon nomor urut 1) banyak mendapat panggilan dari kepolisian dan dituduh melakukan korupsi. Kepala desa dan perangkat desa sangat strategis karena dia dekat dengan akar rumput," terang Todung.

Baca juga : Debat Capres: Anies dan Ganjar Bisa Serang Klaim Prabowo

Todung melihat ada dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada pelaksanaan pemilu presiden kali ini. Meski demikian, menurut Todung, pembuktian mengenai dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan terstruktur (TSM) pada pemilihan presiden (pilpres) saat sidang sengketa perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat sulit.

"TSM tidak dipertimbangkan, desain konstitusional pilpres (pemilu presiden) fokus pada perolehan suara dan selisih suara. TSM tidak dipertimbangkan sama sekali. Tidak ada putusan MK yang memenangkan pemohon," jelas Todung.

Dewan Penasehat Tim Nasional (Timnas) Pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Bambang Widjojanto mengatakan ada kebijakan pemerintah yang berpotensi menimbulkan fraud atau penyelewengan seperti bantuan sosial (bansos). 

Bansos, menurut Bambang, bisa dipolitisasi sebagai alat untuk mendorong masyarakat memilih calon tertentu. Seperti diketahui, pembagian bansos oleh Presiden Joko Widodo sempat dipersoalkan. Pasalnya Putera Presiden Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden. Selain bansos, Bambang juga menyebut soal video viral terkait dukungan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) di Garut, Jawa Barat, terhadap Paslon Nomor Urut 1 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Terhadap Satpol PP sudah dihukum tapi Pak Mahfud (Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Mahfud MD) mengatakan nggak mungkin banpol (Satpol PP) bisa melakukan itu kalau tidak ada aktor intelektualnya. Jangkauan pelanggaran kita masuk enggak sampai aktor intelektual," cetus Bambang.

Merespons Hal itu Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman mengatakan para paslon akan memanfaatkan atribut yang melekat pada mereka untuk kemenangan. Itu, ujarnya sudah naluri dalam kompetisi. Tetapi, Habiburokhman menyampaikan Prabowo-Gibran tidak ingin melakukan kecurangan sebab itu berisiko.

"Kami melihat ada resikonya. Membantunya enggak banyak, resikonya lebih banyak. Kita sudah menang malah kena TSM. Kami terus menyerukan pada pendukung kami, kalau mau bantu sesuai ketentuan perundangan-undangan. Jangan sampai niat mau bantu malah jadi repot. Kami tidak akan membiarkan potensi kecurangan yang merugikan kami," paparnya.

Perkuat Pengawasan dan Pelaporan

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati atau akrab disapa Ninis, menambahkan perlu adanya gerakan-gerakan dan inisiatif dari publik untuk mengawal pemilu dari potensi kecurangan dan masalah netralitas aparat.

"Dengan situasi seperti ini saya rasa gerakan-gerakan publiklah yang harus dimasukkan. Inisiatif publik bisa jadi alat kontrol dari situasi yang tadi Bang Todung mengatakan pemilu yang buruk,"terang Ninis.

Selain itu, Ninis juga mendorong pemilih muda untuk aktif mengawal suara pada pemilu. Mereka, sambung Ninis, punya suara yang cukup signifikan. Lebih dari 50% pemilih pada 2024 merupakan pemilih muda.

"Ini menjadi ruang bagi pemilih -pemilih muda yang suaranya sekitar 50% mengisi ruang-ruang tadi, menjadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), menjadi penyelenggara ad hoc kemudian bisa mengawal suara," tuturnya.

Managing Partner Themis Indonesia Feri Amsari membangun sebuah platform atau situs agar masyarakat proaktif melaporkan dugaan kecurangan pemilu. Melalui www. kecuranganpemilu.com, Feri mengatakan masyarakat bisa mengisi informasi wilayah kecurangan, jenis, dan kronologinya. Di situs itu juga tersedia

peta kecurangan bisa menjadi acuan untuk memenuhi standar alat bukti kecurangan yang bisa dihadirkan di MK.

Peta itu juga dilengkapi data kuantitatif untuk memetakan pada wilayah mana saja potensi kecurangan dapat terjadi dengan mengompilasikan data jumlah penjabat kepala daerah, data daftar pemilih tetap (DPT), sebaran kepala/desa untuk mengklasifikasikan sebaran kerawanan kecurangan. Menurutnya ada 20 provinsi yang kepala daerahnya diisi oleh penjabat. Pengisian penjabat kepala daerah oleh pemerintah, merupakan konsekuensi dari keserentakan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024. (Z-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya